Program Kemiskinan Harus Terintegrasi
A
A
A
JAKARTA - Program Keluarga Harapan (PKH) harus terintegrasi dengan program-program pengentasan kemiskinan lain agar target dapat tercapai. Program itu antara lain Kartu Keluarga Sejahtera(KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Beras untuk Warga Miskin (Raskin), dan Rumah Tinggal Layak Huni (Rutilahu).
“Kalau kita menemukan penerima PKH, kita harus mengintervensi dengan Kelompok Usaha Bersama (Kube). Juga mereka dapat KIS, KIP, KKS. Selanjutnya kita intervensi dengan Raskin. Kalau kita menemukan penerima PKH rumahnya tak layak huni, kita intervensi dengan Rumah Tinggal Layak Huni (Rutilahu),” ungkap Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Gedung Kemensos kemarin.
Program pengentasan kemiskinan selama ini tidak berjalan efektif salah satu penyebabnya antara satu program dan program pengentasan kemiskinan lain terpisah dan tak saling terintegrasi. “Kalau sebuah keluarga penerima PKH diintervensi, keluarga dapat KIS dan KKS, orang tuanya dapat Kube, anak dapat KIP, Raskin dapat, dan rumahnya dibedah dengan Rutialahu, maka dalam jangka lima tahun, mereka bisa terentas dari kemiskinan,” tutur dia.
Masalah hari ini, ujar Khofifah, tidak semua daerah memahami bahwa basis intervensi program pengentasan kemiskinan semua menginduk di Kemensos. Untuk itu, kesinambungan data penerima program pengentasan kemiskinan dibutuhkan untuk memastikan program tersebut tepat sasaran.
“Menurut UU, pintu untuk melakukan validasi data itu pada Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes) atau Musyawarah Rencana Pembangunan Kelurahan (Musrenbangkel). Maka itu, mari kita tingkatkan Musrenbangdes dan Musrenbangkel,” katanya. Data penerima program kemiskinan itu idealnya diperbarui minimal setiap enam bulan sekali.
Menurut dia, kecamatan bisa dijadikan basis validasi data dalam program penanganan fakir miskin. “Kecamatan sebagai pusat validasi jika ada exclusiondaninclusion error , baik jika mereka menemukan di lapangan atau ada pengaduan dari masyarakat,” ucapnya.
Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay menilai, dalam melakukan pendataan ulang, pemerintah mesti melakukan koordinasi dengan seluruh lembaga dan kementerian terkait untuk menetapkan indikator kemiskinan sehingga persoalan definisi kemiskinan bisa diseragamkan. Masalahnya, selama ini definisi kemiskinan masing-masing lembaga berbeda sehingga data yang dihasilkan berbeda.
“Ini kan agak rumit ya. Indikator kemiskinan antar kementerian dan lembaga berbeda. Saat ini Bappenas, Kemenko Bidang Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan, Kemenkes, Kemensos, dan BKKBN masing-masing memiliki indikator sendiri-sendiri. Wajar jika data kemiskinan simpang siur,” sebutnya.
Khoirul muzakki
“Kalau kita menemukan penerima PKH, kita harus mengintervensi dengan Kelompok Usaha Bersama (Kube). Juga mereka dapat KIS, KIP, KKS. Selanjutnya kita intervensi dengan Raskin. Kalau kita menemukan penerima PKH rumahnya tak layak huni, kita intervensi dengan Rumah Tinggal Layak Huni (Rutilahu),” ungkap Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Gedung Kemensos kemarin.
Program pengentasan kemiskinan selama ini tidak berjalan efektif salah satu penyebabnya antara satu program dan program pengentasan kemiskinan lain terpisah dan tak saling terintegrasi. “Kalau sebuah keluarga penerima PKH diintervensi, keluarga dapat KIS dan KKS, orang tuanya dapat Kube, anak dapat KIP, Raskin dapat, dan rumahnya dibedah dengan Rutialahu, maka dalam jangka lima tahun, mereka bisa terentas dari kemiskinan,” tutur dia.
Masalah hari ini, ujar Khofifah, tidak semua daerah memahami bahwa basis intervensi program pengentasan kemiskinan semua menginduk di Kemensos. Untuk itu, kesinambungan data penerima program pengentasan kemiskinan dibutuhkan untuk memastikan program tersebut tepat sasaran.
“Menurut UU, pintu untuk melakukan validasi data itu pada Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes) atau Musyawarah Rencana Pembangunan Kelurahan (Musrenbangkel). Maka itu, mari kita tingkatkan Musrenbangdes dan Musrenbangkel,” katanya. Data penerima program kemiskinan itu idealnya diperbarui minimal setiap enam bulan sekali.
Menurut dia, kecamatan bisa dijadikan basis validasi data dalam program penanganan fakir miskin. “Kecamatan sebagai pusat validasi jika ada exclusiondaninclusion error , baik jika mereka menemukan di lapangan atau ada pengaduan dari masyarakat,” ucapnya.
Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay menilai, dalam melakukan pendataan ulang, pemerintah mesti melakukan koordinasi dengan seluruh lembaga dan kementerian terkait untuk menetapkan indikator kemiskinan sehingga persoalan definisi kemiskinan bisa diseragamkan. Masalahnya, selama ini definisi kemiskinan masing-masing lembaga berbeda sehingga data yang dihasilkan berbeda.
“Ini kan agak rumit ya. Indikator kemiskinan antar kementerian dan lembaga berbeda. Saat ini Bappenas, Kemenko Bidang Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan, Kemenkes, Kemensos, dan BKKBN masing-masing memiliki indikator sendiri-sendiri. Wajar jika data kemiskinan simpang siur,” sebutnya.
Khoirul muzakki
(bhr)