PBB-Australia Tekan Indonesia

Minggu, 15 Februari 2015 - 09:05 WIB
PBB-Australia Tekan Indonesia
PBB-Australia Tekan Indonesia
A A A
NEW YORK - Rencana eksekusi duo Bali Nine asal Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, menghadapi tekanan internasional. Kemarin Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon meminta Indonesia membatalkan hukuman mati terpidana kasus narkoba tersebut.

Ban bahkan menegaskan PBB menentang keras hukuman mati dalam segala keadaan dan menyebut kebijakan Indonesia sebagai sebuah kemunduran. Juru Bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, Ban telah menyampaikan aspirasi tersebut kepada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

“Sekretaris Jenderal meminta Indonesia membatalkan eksekusi hukuman mati terhadap terdakwa kasus pelanggaran obatobatan,” jelas Dujarric, dilansir Reuters. Kemarin Perdana Menteri Australia Tony Abbott masih merayu Indonesia untuk menyelamatkan Sukumaran dan Chan. Abbott meminta Indonesia untuk menanggapi usulan grasi dari Australia layaknya negara-negara lain yang melakukan usaha serupa, dan seperti halnya Indonesia yang berusaha menyelamatkan 360 warganya yang terancam eksekusi mati di seluruh dunia.

“Australia pun mengharapkan Indonesia bisa menjadi lebih responsif kepada kami. Saya memohon selayaknya sebuah negara memohon keselamatan nyawa warganya kepada negara lain,” jelas Abbott. Abbott bahkan berjanji akan menunjukkan ketidaksenangannya secara terbuka jika eksekusi benar-benar terjadi.

Dia juga memperingatkan bahwa Australia akan sangat marah terhadap Indonesia karena kasus ini, dan mengingatkan Indonesia akan dana bantuan yang diberikan Australia pascatsunami 2004. Perdana Menteri Australia Julie Bishop juga kembali mendesak Indonesia menunjukkan belas kasihannya terhadap Sukumaran dan Chan serta meminta pemerintah Indonesia membayangkan bagaimana jika hal serupa menimpa warganya sendiri.

“Saya sudah sangat kewalahan dengan e-mail dan text yang masuk. Saya tahu orang-orang telah menggelar berbagai unjuk rasa. Saya harap pemerintah Indonesia tidak meremehkan pendapat publik Australia tentang ini,” kata Bishop.

Dia memastikan segala upaya akan dilakukan untuk mendapatkan penangguhan hukuman bagi Sukumaran, termasuk meminta dukungan kepada beberapa pejabat tingkat tinggi dan orang-orang Australia yang berpengaruh di Indonesia, seperti perdana menteri, jaksa agung, sejumlah pejabat Australia, dan para pebisnis Australia,” jelas Bishop. Namun, tampaknya upaya PBB dan Australia bakal sia-sia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi sinyal eksekusi akan tetap dilakukan.

Dia menyatakan akan menolak semua permohonan grasi yang diajukan dalam kasus narkoba mempertimbangkan dampak negatif yang merugikan bangsa akibat penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Fakta ini, kata dia, menunjukkan bahwa Indonesia dalam keadaan darurat narkoba. “Kalau pas (ada) yang ketangkap, tidak ada lagi yang gram, semuanya kilo (gram) atau ton,” katanya kemarin.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menegaskan Indonesia konsisten melawan kejahatan narkoba karena berdampak luas terhadap warga negara Indonesia. Dia juga mengaku sudah berkomunikasi dengan Australia terhadap warganya yang terancam eksekusi. Seperti diketahui, Sukumaran dan Chan sendiri diidentifikasi sebagai pemimpin Bali Nine, kelompok pengedar narkoba yang ditangkap di Pulau Bali pada 2005 ketika berusaha menyelundupkan 8 kg heroin ke Australia.

Mereka tinggal menunggu waktu karena Kejaksaan Agung sudah mengirimkan surat pemindahan mereka dari Lapas Kerobokan Bali ke Lapas Nusakambangan. Jaksa Agung HM Prasetyo sudah mengatakan bulan ini Sukumaran dan Chan akan menjalani eksekusi, setelah permohonan grasi mereka ditolak Presiden Joko Widodo pada Januari.

Sebelumnya, Januari, Indonesia sudah terlebih dulu mengeksekusi enam terpidana Bali Nine asal Indonesia, Brasil, Malawi, Belanda, Nigeria, dan Vietnam. Kelimanya dieksekusi oleh regu tembak. Kuasa hukum keduanya, Julian McMahon, mengakui belum mengetahui kapan tepatnya pemindahan tahanan dilakukan.

Dia sendiri masih terus berupaya untuk mengajukan penangguhan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. “Terlalu banyak kabar yang beredar di media. Saya sendiri belum tahu betul bagaimana proses transfer dari Kerobokan ke Nusakambangan itu akan dilakukan,” terang McMahon.

Hormati Kedaulatan RI

Sikap PBB menentang eksekusi mati mendapat reaksi dari kalangan DPR. DPR meminta semua negara di dunia, termasuk PBB, wajib menjaga kedaulatan Indonesia dalam menegakkan hukum.

“Ketidaksetujuan mereka (PBB dan negara lain) terhadap proses hukuman mati tidak bisa dijadikan alasan membenci Indonesia. Lagi pula, Indonesia tidak masuk dalam negara yang tergabung menghapus hukuman matinya,” ujar Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Shidiq kemarin. Wakil Sekretaris Jenderal PKS ini menilai kebijakan Presiden Jokowi dalam hal eksekusi mati narapidana narkoba harus mendapatkan dukungan penuh semua pihak.

Hal ini sejalan dengan kondisi Indonesia yang tengah mengalami darurat narkoba. “Bila kita tidak tegas, negara ini menjadi produsen narkoba,” jelas Mahfud. Ketua umum Gerakan Nasional Anti Narkotika(Granat) Henry Yosodiningrat meminta pemerintah Indonesia tidak terpengaruh atas kemarahan pemerintah Australia. Menurut dia, Indonesia memiliki kedaulatan yang tidak bisa diganggu gugat.

“Ada hukuman mati saja meningkat, apalagi tidak ada? Kita memiliki kedaulatan hukum, jadi Australia tolong hormati kita,” katanya.

Rini agustina/Yan yusuf/Okezone.com
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5716 seconds (0.1#10.140)