Anas Kirim Surat untuk KPK: Selamatkan KPK dan Imam Kentut
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang saat ini telah menjadi tersangka korupsi atas kasus Hambalang mengirimkan surat untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Surat yang dikirimkan mantan anggota DPR itu sebanyak dua buah.
Surat yang ditulis Anas dari bali tahanan di Rutan Guntur, Jakarta Selatan, itu terkait permasalahan yang sedang dialami KPK. Dua surat dari Anas tersebut diantar oleh kuasa hukumnya Handika Honggo Wongso sekitar pukul 17.00 WIB ke Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/2/2015).
Adapun surat pertama dari tersebut berjudul, "Menyelamatkan KPK dengan Cara yang Benar". Berikut isinya:
1. Persoalan yang sekarang dihadapi oleh KPK bukan masalah institusi KPK melainkan masalah personal pengurus KPK. Karena itu sesungguhnya tidak relevan mengangkat tema penyelamatan KPK terkait dengan problem-problem pribadi tersebut.
2. Sebagai institusi, KPK akan selamat dan tetap dibutuhkan kehadirannya. Bahkan perannya akan tetap penting ke depan. Tugas sejarah KPK masih panjang, eksistensinya harus dijaga dan bahkan mendapatkan penguatan-penguatan sesuai dengan konteks dinamika tantangannya.
3. Penyelamatan KPK sebagai institusi justru membutuhkan kesediaan untuk merelakan pengurusnya yang diduga melakukan pelanggaran etik atau hukum. Proses hukum dan etik seharusnya dilalui untuk membuktikan apakah pribadi-pribadi tersebut bersalah atau tidak bersalah. Asas praduga tak bersalah harus tetap dipegang teguh sampai adanya putusan hukum dan etik.
4. Penyelamatan KPK adalah memperkuat institusi KPK dengan membebaskan KPK dari tendensi personalisasi dan mitologi serbabenar dan suci. Penyelamatan KPK adalah membangun KPK historis, bukan KPK mitologis. Lembaga KPK terlalu mahal jika dijadikan tameng atas kekurangan atau kekhilafan pribadi pengurusnya.
5. Penyelamatan KPK adalah penguatan institusi KPK untuk makin cakap bekerja profesional, independen, imparsial, dan setia pada khitah kelahirannya.
Anas Urbaningrum
Jakarta, Jumat 13/02/2015
Kemudian surat kedua dari Anas berjudul, "Imam Kentut, Shalat Jamaah Jalan Terus". Berikut isinya:
1. Apakah salat berjamaah harus bubar kalau imamnya kentut? Jelas tidak. Salat berjamaah tetap sah dan bisa dilanjutkan dengan cara melakukan penggantian imam.
2. Justru salat berjamaah akan tidak sah kalau imam yang kentut tetap dibiarkan melanjutkan tugasnya, baik karena imamnya tidak mau diganti atau lantaran makmumnya tidak ada yang mau menggantikan.
3. Idealnya, imam yang kentut, sadar untuk segera meninggalkan posisinya untuk diganti salah satu makmumnya. Makmum juga harus berani mengingatkan imamnya. Jangankan imam yang kentut, imam yang salah bacaan saja harus diingatkan.
4. Jika sekarang ada masalah, yang bermasalah di KPK bukan salat berjamaahnya. Yang dianggap bermasalah adalah imamnya. Lembaga KPK dapat diselamatkan dan harus diselamatkan. Jangan sampai karena imamnya yang kentut lalu salat berjamaahnya jadi bubar.
5. KPK wajib diselamatkan dan bahkan diperkuat andaikan ada imamnya yang melakukan pelanggaran etik atau hukum. Terhadap imam KPK harus diberikan kesempatan membela diri secara adil, agar jelas dinyatakan bersalah atau tidak bersalah.
Anas Urbaningrum
Surat yang ditulis Anas dari bali tahanan di Rutan Guntur, Jakarta Selatan, itu terkait permasalahan yang sedang dialami KPK. Dua surat dari Anas tersebut diantar oleh kuasa hukumnya Handika Honggo Wongso sekitar pukul 17.00 WIB ke Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/2/2015).
Adapun surat pertama dari tersebut berjudul, "Menyelamatkan KPK dengan Cara yang Benar". Berikut isinya:
1. Persoalan yang sekarang dihadapi oleh KPK bukan masalah institusi KPK melainkan masalah personal pengurus KPK. Karena itu sesungguhnya tidak relevan mengangkat tema penyelamatan KPK terkait dengan problem-problem pribadi tersebut.
2. Sebagai institusi, KPK akan selamat dan tetap dibutuhkan kehadirannya. Bahkan perannya akan tetap penting ke depan. Tugas sejarah KPK masih panjang, eksistensinya harus dijaga dan bahkan mendapatkan penguatan-penguatan sesuai dengan konteks dinamika tantangannya.
3. Penyelamatan KPK sebagai institusi justru membutuhkan kesediaan untuk merelakan pengurusnya yang diduga melakukan pelanggaran etik atau hukum. Proses hukum dan etik seharusnya dilalui untuk membuktikan apakah pribadi-pribadi tersebut bersalah atau tidak bersalah. Asas praduga tak bersalah harus tetap dipegang teguh sampai adanya putusan hukum dan etik.
4. Penyelamatan KPK adalah memperkuat institusi KPK dengan membebaskan KPK dari tendensi personalisasi dan mitologi serbabenar dan suci. Penyelamatan KPK adalah membangun KPK historis, bukan KPK mitologis. Lembaga KPK terlalu mahal jika dijadikan tameng atas kekurangan atau kekhilafan pribadi pengurusnya.
5. Penyelamatan KPK adalah penguatan institusi KPK untuk makin cakap bekerja profesional, independen, imparsial, dan setia pada khitah kelahirannya.
Anas Urbaningrum
Jakarta, Jumat 13/02/2015
Kemudian surat kedua dari Anas berjudul, "Imam Kentut, Shalat Jamaah Jalan Terus". Berikut isinya:
1. Apakah salat berjamaah harus bubar kalau imamnya kentut? Jelas tidak. Salat berjamaah tetap sah dan bisa dilanjutkan dengan cara melakukan penggantian imam.
2. Justru salat berjamaah akan tidak sah kalau imam yang kentut tetap dibiarkan melanjutkan tugasnya, baik karena imamnya tidak mau diganti atau lantaran makmumnya tidak ada yang mau menggantikan.
3. Idealnya, imam yang kentut, sadar untuk segera meninggalkan posisinya untuk diganti salah satu makmumnya. Makmum juga harus berani mengingatkan imamnya. Jangankan imam yang kentut, imam yang salah bacaan saja harus diingatkan.
4. Jika sekarang ada masalah, yang bermasalah di KPK bukan salat berjamaahnya. Yang dianggap bermasalah adalah imamnya. Lembaga KPK dapat diselamatkan dan harus diselamatkan. Jangan sampai karena imamnya yang kentut lalu salat berjamaahnya jadi bubar.
5. KPK wajib diselamatkan dan bahkan diperkuat andaikan ada imamnya yang melakukan pelanggaran etik atau hukum. Terhadap imam KPK harus diberikan kesempatan membela diri secara adil, agar jelas dinyatakan bersalah atau tidak bersalah.
Anas Urbaningrum
(hyk)