Mahkamah Partai Dinilai Bukan Solusi
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Partai Golkar mulai menyidangkan sengketa kepengurusan DPP Partai Golkar hari ini.
Namun, putusan yang diambil Mahkamah Partai nanti dinilai tidak akan memberikan jalan keluar untuk penyelesaian konflik antara Aburizal Bakrie (ARB) dan Agung Laksono. Bendahara Umum DPP Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) Bali Bambang Soesatyo menilai sidang Mahkamah Partai tersebut justru akan membuat persoalan menjadi rumit.
Bambang memperkirakan, siapa pun yang dinyatakan kalah pada sidang tersebut nanti pasti akan menuding Mahkamah Partai tidak netral. ”Apalagi, ketuanya adalah Prof Muladi yang mendukung Munas Bali. Jadi pasti kusut lagi,” katanya kemarin.
Bambang menegaskan, perselisihan Partai Golkar ini lebih baik dituntaskan di pengadilan, apalagi proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat yang diajukan kubu ARB sedang berjalan, dan putusannya hanya menunggu beberapa minggu lagi. Jika Partai Golkar hasil Munas Ancol, Jakarta, pimpinan Ketua Umum Agung Laksono merasa lebih benar, kata Bambang, mengapa takut pada penyelesaian perselisihan melalui pengadilan.
Bambang menilai penyelesaian perselisihan Partai Golkar melalui Mahkamah Partai adalah pilihan yang sudah terlambat. Pasalnya, Mahkamah Partai sudah pernah mengeluarkan rekomendasi untuk penyelesaian perselisihan Partai Golkar pada Desember 2014. ”Tapi waktu itu Partai Golkar kubu Ancol menuding Mahkamah Partai tidak netral,” kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR ini.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar hasil Munas Bali Idrus Marham menilai proses yang dilakukan Mahkamah Partai tidak relevan karena proses sengketa dua kubu sudah berada di pengadilan. ”Apa masih relevan, proses pengadilan kan sudah jalan. Kalau dilakukan, ujungnya juga tetap ke pengadilan,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Dia juga menganggap proses melalui Mahkamah Partai yang ditempuh kubu Agung keliru. Seharusnya proses Mahkamah Partai itu dilakukan sebelum mengajukan perkara ke pengadilan. Atas alasan itu pula, menurutnya yang membuat mengapa eksepsi kubu ARB diterima hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tempat Agung mengajukan gugatan.
”Kalau kami (kubu ARB) menempuh dulu Mahkamah Partai, tapi saat itu mereka tidak bersedia (sidang), maka kami lanjut ke pengadilan,” jelasnya. Idrus mengatakan hingga kemarin pihaknya belum menerima undangan untuk menghadiri sidang Mahkamah Partai di Kantor DPP Partai Golkar.
Pihaknya akan berdiskusi terlebih dulu apakah akan menghadiri sidang tersebut atau tidak. ”Kita sudah terlalu jauh jalan dipengadilan, kenapa pas eksepsi diterima, baru diaktifkan kembali Mahkamah Partai. Proses hukum sudah berjalan, maka harus diteruskan,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi mengatakan salah satu putusan yang akan dikeluarkan nanti berbentuk rekomendasi, antara lain menyerukan kedua kubu untuk islah. Selain itu, putusan juga bisa berupa penetapan kepengurusan yang sah berdasarkan AD/ART partai. ”Putusan Mahkamah Partai bisa menyelesaikan persoalan dan bisa juga berupa rekomendasi. Islah tetap terbuka, islah itu damai. Bagaimana caranya, nanti itu urusan mereka,” ujarnya saat menggelar konferensi pers di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, kemarin.
Keputusan apa pun yang dihasilkan Mahkamah Partai, lanjut Muladi, itu bersifat final dan mengikat. Namun apabila masih ada ketidakpuasan atas putusan yang dibuat, salah satu pihak bisa meneruskan perkaranya ke pengadilan negeri dan Mahkamah Agung (MA). ”Ini tindak lanjut dari putusan sela PN Jakarta Pusat atas dasar eksepsi kepengurusan DPP hasil Munas Bali,” ujarnya kemarin.
Sidang perdana Mahkamah Partai hari ini akan melibatkan empat hakim, yaitu Muladi, HAS Natabaya, Andi Matalatta, dan Djasri Marin. Salah satu hakim, Aulia Rahman, berhalangan hadir karena mengemban tugas sebagai duta besar di Republik Ceko. Untuk menjaga netralitas dan objektivitas kerja Mahkamah Partai, semua hakim diklaim sudah mengundurkan diri dari kepengurusan, baik yang bergabung ke kepengurusan Golkar hasil Munas Bali maupun Munas Ancol.
Seperti diketahui, Andi Matalatta dan Djasri Marin berada dalam kepengurusan kubu Agung Laksono, sedangkan Muladi masuk kepengurusan ARB.
Mula akmal/ant
Namun, putusan yang diambil Mahkamah Partai nanti dinilai tidak akan memberikan jalan keluar untuk penyelesaian konflik antara Aburizal Bakrie (ARB) dan Agung Laksono. Bendahara Umum DPP Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) Bali Bambang Soesatyo menilai sidang Mahkamah Partai tersebut justru akan membuat persoalan menjadi rumit.
Bambang memperkirakan, siapa pun yang dinyatakan kalah pada sidang tersebut nanti pasti akan menuding Mahkamah Partai tidak netral. ”Apalagi, ketuanya adalah Prof Muladi yang mendukung Munas Bali. Jadi pasti kusut lagi,” katanya kemarin.
Bambang menegaskan, perselisihan Partai Golkar ini lebih baik dituntaskan di pengadilan, apalagi proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat yang diajukan kubu ARB sedang berjalan, dan putusannya hanya menunggu beberapa minggu lagi. Jika Partai Golkar hasil Munas Ancol, Jakarta, pimpinan Ketua Umum Agung Laksono merasa lebih benar, kata Bambang, mengapa takut pada penyelesaian perselisihan melalui pengadilan.
Bambang menilai penyelesaian perselisihan Partai Golkar melalui Mahkamah Partai adalah pilihan yang sudah terlambat. Pasalnya, Mahkamah Partai sudah pernah mengeluarkan rekomendasi untuk penyelesaian perselisihan Partai Golkar pada Desember 2014. ”Tapi waktu itu Partai Golkar kubu Ancol menuding Mahkamah Partai tidak netral,” kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR ini.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar hasil Munas Bali Idrus Marham menilai proses yang dilakukan Mahkamah Partai tidak relevan karena proses sengketa dua kubu sudah berada di pengadilan. ”Apa masih relevan, proses pengadilan kan sudah jalan. Kalau dilakukan, ujungnya juga tetap ke pengadilan,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Dia juga menganggap proses melalui Mahkamah Partai yang ditempuh kubu Agung keliru. Seharusnya proses Mahkamah Partai itu dilakukan sebelum mengajukan perkara ke pengadilan. Atas alasan itu pula, menurutnya yang membuat mengapa eksepsi kubu ARB diterima hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tempat Agung mengajukan gugatan.
”Kalau kami (kubu ARB) menempuh dulu Mahkamah Partai, tapi saat itu mereka tidak bersedia (sidang), maka kami lanjut ke pengadilan,” jelasnya. Idrus mengatakan hingga kemarin pihaknya belum menerima undangan untuk menghadiri sidang Mahkamah Partai di Kantor DPP Partai Golkar.
Pihaknya akan berdiskusi terlebih dulu apakah akan menghadiri sidang tersebut atau tidak. ”Kita sudah terlalu jauh jalan dipengadilan, kenapa pas eksepsi diterima, baru diaktifkan kembali Mahkamah Partai. Proses hukum sudah berjalan, maka harus diteruskan,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi mengatakan salah satu putusan yang akan dikeluarkan nanti berbentuk rekomendasi, antara lain menyerukan kedua kubu untuk islah. Selain itu, putusan juga bisa berupa penetapan kepengurusan yang sah berdasarkan AD/ART partai. ”Putusan Mahkamah Partai bisa menyelesaikan persoalan dan bisa juga berupa rekomendasi. Islah tetap terbuka, islah itu damai. Bagaimana caranya, nanti itu urusan mereka,” ujarnya saat menggelar konferensi pers di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, kemarin.
Keputusan apa pun yang dihasilkan Mahkamah Partai, lanjut Muladi, itu bersifat final dan mengikat. Namun apabila masih ada ketidakpuasan atas putusan yang dibuat, salah satu pihak bisa meneruskan perkaranya ke pengadilan negeri dan Mahkamah Agung (MA). ”Ini tindak lanjut dari putusan sela PN Jakarta Pusat atas dasar eksepsi kepengurusan DPP hasil Munas Bali,” ujarnya kemarin.
Sidang perdana Mahkamah Partai hari ini akan melibatkan empat hakim, yaitu Muladi, HAS Natabaya, Andi Matalatta, dan Djasri Marin. Salah satu hakim, Aulia Rahman, berhalangan hadir karena mengemban tugas sebagai duta besar di Republik Ceko. Untuk menjaga netralitas dan objektivitas kerja Mahkamah Partai, semua hakim diklaim sudah mengundurkan diri dari kepengurusan, baik yang bergabung ke kepengurusan Golkar hasil Munas Bali maupun Munas Ancol.
Seperti diketahui, Andi Matalatta dan Djasri Marin berada dalam kepengurusan kubu Agung Laksono, sedangkan Muladi masuk kepengurusan ARB.
Mula akmal/ant
(ftr)