BG Bakal Hadirkan Saksi Mengejutkan

Selasa, 10 Februari 2015 - 10:21 WIB
BG Bakal Hadirkan Saksi Mengejutkan
BG Bakal Hadirkan Saksi Mengejutkan
A A A
JAKARTA - Tim kuasa hukum Komjen Pol Budi Gunawan (BG) mengaku bakal menghadirkan saksi-saksi mengejutkan dalam sidang lanjutan praperadilan penetapan status tersangka BG oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kuasa hukum BG, Fredrich Yunadi, mengatakan bahwa pihaknya sudah menyiapkan sejumlah bukti dan saksi-saksi seperti yang diminta majelis hakim. “Kita akan hadirkan saksi termasuk saksi yang bisa saya bilang itu mengejutkan. Nanti kita akan lihat bagaimana saksi-saksi itu menjawab. Langkah-langkah hukum yang kita ambil itu benar atau tidak,” tandas Fredrich seusai mengikuti sidang praperadilan Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kemarin.

Fredrich pun menyatakan percaya diri permohonan praperadilan yang diajukan timnya bakal diterima hakim tunggal Sarpin Rizaldi. Menurut dia, timnya sudah menyiapkan lebih dari 20 orang saksi. “Makanya tunggu saja besok. Ada saksi ahli dan hukum pidana, saksi fakta, ada saksi ahli bahasa yang bersama-sama itu artinya apa, apa artinya kolektif kolegial,” ungkap Fredrich.

Setelah tertunda selama sepekan, sidang praperadilan yang diajukan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) kemarin resmi digelar PN Jaksel. Sidang mengagendakan pembacaan permohonan gugatan oleh pihak pemohon (BG) yang dilanjutkan dengan mendengarkan eksepsi dari pihak termohon (KPK). Dalam paparannya, tim kuasa hukum pemohon menyampaikan sejumlah keberatan terkait penetapan BG sebagai tersangka oleh KPK.

Salah satunya, mereka menganggap bahwa KPK telah melakukan tindakan cacat hukum karena telah menersangkakan seseorang tanpa prosedur yang jelas. Padahal, penentuan tersangka telah diatur dalam KUHP dan perundang-undangan yang berlaku. Fredrich mengatakan, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, kliennya sama sekali tidak pernah dipanggil KPK. Baik selama menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi SDM Mabes Polri periode tahun 2003-2006 ataupun jabatan lain di Kepolisian.

“Baik kurun waktu 2004-2006, 2010-2013 dan 2014 pemohon tidak pernah diundang atau dipanggil untuk dimintai keterangannya terkait proses kewenangan perkara,” tandasnya. Menurut dia, kealpaan dan kekeliruan ini yang melatar belakangi pihaknya mengajukan praperadilan. Sebab, ujarnya, penegakan hukum harus dilakukan dengan prosedur yang benar, sehingga jika ada kekeliruan harus dikoreksi.

“Apalagi proses itu tidak dijalankan dengan baik maka harus dikoreksi atau dibatalkan,” paparnya. Fredrich pun mengatakan, ada yurisprudensi kasus serupa yang dulu sempat ditangani oleh PN Jaksel. Berdasarkan putusan nomor 38/Pid.Prap/ 2012/PN.Jkt-Sel, ketika itu penetapan tersangka terhadap Bachtiar Abdul Fatah dalam kasus tindak pidana korupsi bioremediasi PT Chevron pada 12 Maret 2012 dibatalkan oleh hakim tunggal praperadilan Suko Harsono.

“Contoh putusan praperadilan tersebut setidaknya menjadi pertimbangan hakim,” ujarnya. Kuasa hukum BG lainnya, Maqdir Ismail, mengkritisi penetapan BG sebagai tersangka yang disebutnya cacat hukum karena dikeluarkan oleh komisioner KPK yang jumlahnya tidak sesuai dengan UU. Mengacu pada Pasal 21 ayat 25 UU KPK, seharusnya keputusan berasal dari pimpinan KPK yang berjumlah lima orang sehingga memenuhi aspek kolektif kolegial.

“UU secara jelas menyatakan bahwa pimpinan KPK lima orang. Tidak pernah disebut empat orang. Jadi jangan lupa pimpinan mereka itu empat, meskipun sudah ada seleksi tapi oleh pimpinan yang empat itu tidak ingin dilantik,” kata Maqdir. Menanggapi hal ini, kuasa hukum KPK, Chatarina Muliana Girsang tegas membantah satu per satu dalil-dalil yang dibacakan tim kuasa hukum BG.

Chatarina sempat membantah dalil yang menyebut penetapan BG sebagai tersangka adalah bentuk intervensi KPK atas terpilihnya yang bersangkutan sebagai kapolri. “Apa yang dilakukan bukan untuk mengintervensi atau mengambil alih, tetapi memang berdasarkan UU KPK,” tandasnya.

Dia juga menerangkan bahwa penyidikan terhadap BG sudah dilakukan sejak 2014. Karena itu, sangat tidak tepat apabila penetapan BG adalah “akal-akalan” KPK untuk menghentikan laju BG sebagai orang nomor satu di kepolisian. “Penetapan tersangka BG sudah sesuai dengan prosedur dan sejumlah aturan,” ujarnya.

Kuasa hukum KPK lainnya, Rasamala Aritonang, menyebut pemahaman kolektif kolegial yang dipermasalahkan pihak pemohon tidaklah tepat. Arti kolektif kolegial adalah bukan pada jumlah komisioner yang harus lima orang, melainkan adanya pembicaraan bersama antarkomisioner ketika memutuskan sesuatu.

“Karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 49/PUU-XI/2013 tanggal 14 November 2013 terhadap Pasal 21Ayat (5) UU KPK terkait kolektif kolegial tidak mengharuskan ketentuan setiap kebijakan KPK harus diputus secara kolektif kolegial oleh lima orang pimpinan,” kata Rasamala.

Menurut dia, jika pemahaman seperti itu diterapkan di KPK maka akan menyulitkan proses kerja lembaga antikorupsi tersebut. Pasalnya, bisa saja kapan pun ada kemungkinan pimpinan KPK yang dipersoalkan ataupun mengundurkan diri yang membuat pimpinan tidak lengkap. Sementara untuk merekrut pimpinan baru, prosesnya tidak sebentar. “Kalau ditunda bagaimana laporan orang yang lain?” ujarnya.

Sedangkan majelis hakim tunggal Sarpin Rizaldi meminta kedua belah pihak (pemohon dan termohon) untuk menyampaikan bukti-bukti yang dimiliki pada sidangan selanjutnya. Bukti dapat berupa surat, saksi, maupun ahli yang kesemuanya bisa memperkuat argumentasi. “Diberikan waktu masing-masing dua hari baik pemohon maupun termohon untuk pembuktian surat, saksi, dan ahlinya,” tandas Sarpin.

Dia juga meminta untuk bukti surat bisa disertai dengan meterai. Sedangkan untuk teknis mana yang akan dihadirkan terlebih dahulu, Sarpin mempersilakan hal itu diserahkan ke masing-masing pihak untuk mengaturnya. “Boleh saksi dulu, ahli, baru surat. Yang pasti, besok pemohonkitaberi waktuduahari untuk pembuktian, baru setelah itu ke termohon,” tandasnya.

Hasto Serahkan Bukti Pelanggaran Abraham

Sementara itu, pelaksana tugas Sekretaris Jenderal (Plt Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto kemarin mendatangi Gedung KPK. Kedatangan Hasto untuk menyerahkan bukti-bukti dugaan pelanggaran etik Ketua KPK Abraham Samad. Hasto mengaku kedatangannya ke KPK untuk memenuhi undangan lembaga antikorupsi tersebut.

Hasto pun mengaku telah mengklarifikasi terkait pernyataannya di hadapan Komisi III DPR pada Rabu (4/2) berkaitan dengan pertemuan dan lobi politik Abraham Samad ke PDIP. Lobi politik ini disertai pernyataan Abraham yang sudah membantu meringankan vonis mantan Bendahara Umum DPP PDIP Izenderik Emir Moeis.

“Dan percayalah saya akan berikan klarifikasi dengan sebaik- baiknya, sejujur-jujurnya, (dan) selengkap-lengkapnya dengan disertai bukti-bukti,” tandas Hasto .

Dian ramdhani/ Sabir laluhu
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5084 seconds (0.1#10.140)