Penjelasan KPK Soal Kolektif Kolegial
A
A
A
JAKARTA - Kuasa Hukum KPK menilai keputusan termohon untuk menetapkan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka sah, karena dilaksanakan berdasarkan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-undang (UU) KPK.
"Serta telah sesuai dengan asas kepastian hukum yang menjadi prinsip fundamental pelaksanaan tugas dan wewenang termohon," ujar Kuasa Hukum KPK, Chatarina M Girsang, di ruang sidang PN Jaksel, Senin (9/2/2015).
Kuasa Hukum Budi Gunawan yang mempersoalkan penetapan tersangka BG tidak memenuhi unsur kolektif kolegial dianggap berlebihan. Pasalnya kata kolektif dan kolegial didistorsi secara sepenggal oleh kubu Budi Gunawan.
Menurut Chatarina, termohon telah memenuhi unsur kolektif kolegial sebagaimana dalam ketentuan Pasal 21 Ayat (5) UU Nomor 30 Tahun 2002 serta Pasal 21 Ayat (5). Merujuk pasal itu, termohon dikatakan dia telah bekerja secara kolektif dan diputuskan secara bersama-sama.
Kata dia, menghubungkan pengertian kolektif yang termuat dalam penjelasan Pasal 21 Ayat (5) UU KPK serta dikaitkan dengan pengertian dalam kamus besar Bahasa Indonesia, maka dapat dipahami kolektif kolegial telah dipenuhi termohon.
"Adalah sebagai sebuah mekanisme atau proses dalam pengambilan keputusan (persetujuan) yang dilakukan secara bersama-sama dalam kedudukan yang sama sebagai pimpinan KPK," paparnya.
Adapun terkait dalil pemohon atau kubu BG yang menolak perihal kolektif kolegial yang dianggap termohon melawan hasil judicial review putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 49/PUU-XI/2013 tanggal 14 Nopember 2013, menurut Chatarina, pemohon dianggap gagal dalam memahami putusan MK tersebut.
Menurutnya, dalil pemohon tersebut didasarkan pada kekeliruan permohonan memahami pertimbangan putusan MK, sehingga mendalilkan kolektif kolegial harus lengkap lima komisioner pemimpin KPK.
"Bahwa dalam permohonan judicial review, pemohon judicial review meminta agar ketentuan Pasal 21 Ayat (5) UU KPK terkait kolektif kolegial dapat dimaknai juga sebagai pengambilan keputusan oleh pimpinan KPK melalui mekanisme suara terbanyak, sebagaimana dalam halaman 12-13 putusan Mahkamah Konstitusi nomor 49/PUU-XI/2013," pungkasnya.
"Serta telah sesuai dengan asas kepastian hukum yang menjadi prinsip fundamental pelaksanaan tugas dan wewenang termohon," ujar Kuasa Hukum KPK, Chatarina M Girsang, di ruang sidang PN Jaksel, Senin (9/2/2015).
Kuasa Hukum Budi Gunawan yang mempersoalkan penetapan tersangka BG tidak memenuhi unsur kolektif kolegial dianggap berlebihan. Pasalnya kata kolektif dan kolegial didistorsi secara sepenggal oleh kubu Budi Gunawan.
Menurut Chatarina, termohon telah memenuhi unsur kolektif kolegial sebagaimana dalam ketentuan Pasal 21 Ayat (5) UU Nomor 30 Tahun 2002 serta Pasal 21 Ayat (5). Merujuk pasal itu, termohon dikatakan dia telah bekerja secara kolektif dan diputuskan secara bersama-sama.
Kata dia, menghubungkan pengertian kolektif yang termuat dalam penjelasan Pasal 21 Ayat (5) UU KPK serta dikaitkan dengan pengertian dalam kamus besar Bahasa Indonesia, maka dapat dipahami kolektif kolegial telah dipenuhi termohon.
"Adalah sebagai sebuah mekanisme atau proses dalam pengambilan keputusan (persetujuan) yang dilakukan secara bersama-sama dalam kedudukan yang sama sebagai pimpinan KPK," paparnya.
Adapun terkait dalil pemohon atau kubu BG yang menolak perihal kolektif kolegial yang dianggap termohon melawan hasil judicial review putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 49/PUU-XI/2013 tanggal 14 Nopember 2013, menurut Chatarina, pemohon dianggap gagal dalam memahami putusan MK tersebut.
Menurutnya, dalil pemohon tersebut didasarkan pada kekeliruan permohonan memahami pertimbangan putusan MK, sehingga mendalilkan kolektif kolegial harus lengkap lima komisioner pemimpin KPK.
"Bahwa dalam permohonan judicial review, pemohon judicial review meminta agar ketentuan Pasal 21 Ayat (5) UU KPK terkait kolektif kolegial dapat dimaknai juga sebagai pengambilan keputusan oleh pimpinan KPK melalui mekanisme suara terbanyak, sebagaimana dalam halaman 12-13 putusan Mahkamah Konstitusi nomor 49/PUU-XI/2013," pungkasnya.
(maf)