Mengubah Burung Dara Menjadi Rajawali
A
A
A
Apa jadinya jika tiga puluh dua mahasiswa kampus bonafide seperti Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang diasumsikan terbiasa dengan fasilitas serba-ada, secara tiba-tiba ditugaskan oleh profesornya untuk mengembara ke negeri asing seorang diri, tanpa jasa calo atau agen travel , juga dilarang menerima bantuan pihak keluarga ?
Repotnya lagi, selain harus mengurus paspor, penginapan, rencana perjalanan, apa yang mau dilihat, estimasi anggaran, mengumpulkan biaya, dan sebagainya secara mandiri, mereka juga dilarang mengunjungi negaranegara yang memiliki bahasa Melayu seperti Malaysia, Singapura, Timor Leste, atau Brunei Darussaalam.
Seru, lucu, haru, kocak campur menegangkan. Begitulah kesan yang muncul ketika membaca aneka cerita mereka yang terekam dalam buku berjudul 30 Paspor di Kelas Sang Profesor ini. Dengan tutur kata ala anak muda Ibu Kota, pengembaraan “terpaksa” mereka ke mancanegara disuguhkan kepada para pembaca dalam dua jilid buku. Buku pertama berisi kisah enam belas mahasiswa yang menyebar keenam belas negara berbeda; Islandia, Laos, Turki, Jerman, Jepang, Taiwan, Myanmar, Filipina, Belanda, Belgia, Spanyol, Nepal, Tiongkok, Bangladesh, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
Butuh keberanian lebih bagi siapa pun yang pertama kali menginjakkan kaki di negeri asing. Selain faktor keamanan, mentalitas yang mandiri pun mutlak diperlukan. Kewaspadaan yang tidak berlebihan juga patut menjadi bekal, jika tidak ingin menjadi korban penipuan oleh penampilan orangorang yang baru dikenal. Pengalaman Farah Aulia Putri yang terkecoh oleh penampilan seorang pengemis Jerman yang berpakaian perlente dapat menjadi pelajaran.
Meski secara nominal tidaklah besar, 2 Euro, namun kehati-hatian dalam menilai orang lain, bukan hanya dari pakaiannya saja, dapat menjadi pesan moral bagi pembaca. (Halaman 66) Tak banyak orang mengerti bahwa keunggulan yang dicapai manusia kelak tak pernah lepas dari seberapa hebat ia terlatih menghadapi aneka kesulitan dan tantangan kehidupan.
Orang yang terbiasa dengan kehidupan yang serbamudah, cenderung akan lebih rentan masuk angin ketika cuaca berubah, dibanding dengan orang yang kenyang dengan tantangan dan masalah. Terpenting, semangat dan keyakinan tetap terjaga. Seperti yang dirasakan oleh Syarif Awad Umar yang kesulitan demi kesulitan terus menyertai perjalanannya ke China.
Mulai dari pembuatan paspor, salah masuk hotel, tersasar ke kuil ketika hendak salat Jumat, hingga tertinggal penerbangan pesawat Garuda tepat ketika hendak pulang ke Tanah Air. (Halaman 214-230) Sebagaimana buku pertama, buku dua juga berisikan enam belas celotehan mahasiswa pengambil mata kuliah Pemasaran Internasional (Permintal) FE UI lainnya. Destinasi nyasar mereka adalah Prancis, Thailand, Uni Emirat Arab, Australia, Taiwan, Vietnam, Jepang, Cina, Jerman, Turki, India, Korea Selatan, Filipina, dan Kamboja.
Menurut Rhenald Kasali, sang profesor yang menugaskan tiga puluh dua mahasiswa tersebut dalam pengantar kedua buku ini menyatakan, tugas tersebut diembankan untuk mengantisipasi bermunculannya sarjana kertas. Para sarjana yang belum mampu bekerja dengan baik, meski di bangku perkuliahan mereka terlihat sangat cerdas dan berprestasi. Mereka hanya hebat memindahkan isi buku ke dalam lembar kertas ujian.
Mengajak mahasiswa memiliki dan menggunakan paspor mereka masing-masing adalah ibarat melepas jahitan yang ada di sayap mereka, dan melatih terbang kembali menjelajahi alam semesta. Menjadi rajawali juga menjadi great driver, yang pandai mengendarai kendaraan pemberian dari Tuhan. Hasil pengalaman tersebut membuat para mahasiswa ini terus berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang.
Mereka melatih entrepreneurial leadership -nya. Mereka yang dididik melalui metode ini ternyata juga, lebih berhasil dalam berkarier. Lebih punya karakter dan leadership. Serta, daya inovasi dan inisiatif mereka meninggi seiring rasa percaya diri yang bangkit. Hal demikian ternyata terbukti kepada seorang Saggaf Salim S Alatas yang langsung memikirkan cara tercepat untuk memperoleh uang demi membiayai pilihan nyasar -nya ke Belgia, Belanda, Prancis dan Spanyol.
Lalu investasi apa yang dalam kurun waktu dua bulan dapat menghasilkan keuntungan dua ratus persen, bahkan lebih? calo tiket menjadi pilihannya! (1-13) Sebuah profesi yang kerap dipandang sebelah mata dan tidaklah mudah namun memiliki prospek keuntungan yang sangat besar sebanding dengan risikonya. Meski demikian, segala tantangan tidak menyurutkan langkahnya.
Ketika semangatnya mulai mengendur, ia selalu ingat nasihat yang disampaikan sang profesornya bahwa “if you want to, you will find a way .” Bepergian ke tempat baru, dengan informasi, uang, waktu dan pengetahuan terbatas sesungguhnya bias mengubah nasib manusia.
Cara mendidik yang tergolong tidak lumrah ini, justru dapat memancing keluar seluruh potensi kemampuan yang dimiliki para anak muda tersebut dibanding metode pengajaran yang normatif, yang membuat kincir-kincir otak para peserta didik, juga para pendidiknya, tidak dapat berputar. Dua buku yang disusun oleh Jombang Santani Khairen merupakan virus yang coba disebarkan kepada para pembaca.
Sebuah virus yang mampu memotivasi, terutama kalangan anak muda, agar memiliki keberanian dalam melangkah dan menentukan arah hidupnya secara mandiri namun penuh tanggung jawab. Sebuah virus yang mampu mengubah burung dara menjadi rajawali. ?
Mengubah Burung Dara Menjadi Rajawali
Apa jadinya jika tiga puluh dua mahasiswa kampus bonafide seperti Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang diasumsikan terbiasa dengan fasilitas serba-ada, secara tiba-tiba ditugaskan oleh profesornya untuk mengembara ke negeri asing seorang diri, tanpa jasa calo atau agen travel , juga dilarang menerima bantuan pihak keluarga ?
Repotnya lagi, selain harus mengurus paspor, penginapan, rencana perjalanan, apa yang mau dilihat, estimasi anggaran, mengumpulkan biaya, dan sebagainya secara mandiri, mereka juga dilarang mengunjungi negaranegara yang memiliki bahasa Melayu seperti Malaysia, Singapura, Timor Leste, atau Brunei Darussaalam.
Seru, lucu, haru, kocak campur menegangkan. Begitulah kesan yang muncul ketika membaca aneka cerita mereka yang terekam dalam buku berjudul 30 Paspor di Kelas Sang Profesor ini. Dengan tutur kata ala anak muda Ibu Kota, pengembaraan “terpaksa” mereka ke mancanegara disuguhkan kepada para pembaca dalam dua jilid buku. Buku pertama berisi kisah enam belas mahasiswa yang menyebar keenam belas negara berbeda; Islandia, Laos, Turki, Jerman, Jepang, Taiwan, Myanmar, Filipina, Belanda, Belgia, Spanyol, Nepal, Tiongkok, Bangladesh, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
Butuh keberanian lebih bagi siapa pun yang pertama kali menginjakkan kaki di negeri asing. Selain faktor keamanan, mentalitas yang mandiri pun mutlak diperlukan. Kewaspadaan yang tidak berlebihan juga patut menjadi bekal, jika tidak ingin menjadi korban penipuan oleh penampilan orangorang yang baru dikenal. Pengalaman Farah Aulia Putri yang terkecoh oleh penampilan seorang pengemis Jerman yang berpakaian perlente dapat menjadi pelajaran.
Meski secara nominal tidaklah besar, 2 Euro, namun kehati-hatian dalam menilai orang lain, bukan hanya dari pakaiannya saja, dapat menjadi pesan moral bagi pembaca. (Halaman 66) Tak banyak orang mengerti bahwa keunggulan yang dicapai manusia kelak tak pernah lepas dari seberapa hebat ia terlatih menghadapi aneka kesulitan dan tantangan kehidupan.
Orang yang terbiasa dengan kehidupan yang serbamudah, cenderung akan lebih rentan masuk angin ketika cuaca berubah, dibanding dengan orang yang kenyang dengan tantangan dan masalah. Terpenting, semangat dan keyakinan tetap terjaga. Seperti yang dirasakan oleh Syarif Awad Umar yang kesulitan demi kesulitan terus menyertai perjalanannya ke China.
Mulai dari pembuatan paspor, salah masuk hotel, tersasar ke kuil ketika hendak salat Jumat, hingga tertinggal penerbangan pesawat Garuda tepat ketika hendak pulang ke Tanah Air. (Halaman 214-230) Sebagaimana buku pertama, buku dua juga berisikan enam belas celotehan mahasiswa pengambil mata kuliah Pemasaran Internasional (Permintal) FE UI lainnya. Destinasi nyasar mereka adalah Prancis, Thailand, Uni Emirat Arab, Australia, Taiwan, Vietnam, Jepang, Cina, Jerman, Turki, India, Korea Selatan, Filipina, dan Kamboja.
Menurut Rhenald Kasali, sang profesor yang menugaskan tiga puluh dua mahasiswa tersebut dalam pengantar kedua buku ini menyatakan, tugas tersebut diembankan untuk mengantisipasi bermunculannya sarjana kertas. Para sarjana yang belum mampu bekerja dengan baik, meski di bangku perkuliahan mereka terlihat sangat cerdas dan berprestasi. Mereka hanya hebat memindahkan isi buku ke dalam lembar kertas ujian.
Mengajak mahasiswa memiliki dan menggunakan paspor mereka masing-masing adalah ibarat melepas jahitan yang ada di sayap mereka, dan melatih terbang kembali menjelajahi alam semesta. Menjadi rajawali juga menjadi great driver, yang pandai mengendarai kendaraan pemberian dari Tuhan. Hasil pengalaman tersebut membuat para mahasiswa ini terus berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang.
Mereka melatih entrepreneurial leadership -nya. Mereka yang dididik melalui metode ini ternyata juga, lebih berhasil dalam berkarier. Lebih punya karakter dan leadership. Serta, daya inovasi dan inisiatif mereka meninggi seiring rasa percaya diri yang bangkit. Hal demikian ternyata terbukti kepada seorang Saggaf Salim S Alatas yang langsung memikirkan cara tercepat untuk memperoleh uang demi membiayai pilihan nyasar -nya ke Belgia, Belanda, Prancis dan Spanyol.
Lalu investasi apa yang dalam kurun waktu dua bulan dapat menghasilkan keuntungan dua ratus persen, bahkan lebih? calo tiket menjadi pilihannya! (1-13) Sebuah profesi yang kerap dipandang sebelah mata dan tidaklah mudah namun memiliki prospek keuntungan yang sangat besar sebanding dengan risikonya. Meski demikian, segala tantangan tidak menyurutkan langkahnya.
Ketika semangatnya mulai mengendur, ia selalu ingat nasihat yang disampaikan sang profesornya bahwa “if you want to, you will find a way .” Bepergian ke tempat baru, dengan informasi, uang, waktu dan pengetahuan terbatas sesungguhnya bias mengubah nasib manusia.
Cara mendidik yang tergolong tidak lumrah ini, justru dapat memancing keluar seluruh potensi kemampuan yang dimiliki para anak muda tersebut dibanding metode pengajaran yang normatif, yang membuat kincir-kincir otak para peserta didik, juga para pendidiknya, tidak dapat berputar. Dua buku yang disusun oleh Jombang Santani Khairen merupakan virus yang coba disebarkan kepada para pembaca.
Sebuah virus yang mampu memotivasi, terutama kalangan anak muda, agar memiliki keberanian dalam melangkah dan menentukan arah hidupnya secara mandiri namun penuh tanggung jawab. Sebuah virus yang mampu mengubah burung dara menjadi rajawali.
Noval Maliki
Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Direktur Demi Buku Institute.
Repotnya lagi, selain harus mengurus paspor, penginapan, rencana perjalanan, apa yang mau dilihat, estimasi anggaran, mengumpulkan biaya, dan sebagainya secara mandiri, mereka juga dilarang mengunjungi negaranegara yang memiliki bahasa Melayu seperti Malaysia, Singapura, Timor Leste, atau Brunei Darussaalam.
Seru, lucu, haru, kocak campur menegangkan. Begitulah kesan yang muncul ketika membaca aneka cerita mereka yang terekam dalam buku berjudul 30 Paspor di Kelas Sang Profesor ini. Dengan tutur kata ala anak muda Ibu Kota, pengembaraan “terpaksa” mereka ke mancanegara disuguhkan kepada para pembaca dalam dua jilid buku. Buku pertama berisi kisah enam belas mahasiswa yang menyebar keenam belas negara berbeda; Islandia, Laos, Turki, Jerman, Jepang, Taiwan, Myanmar, Filipina, Belanda, Belgia, Spanyol, Nepal, Tiongkok, Bangladesh, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
Butuh keberanian lebih bagi siapa pun yang pertama kali menginjakkan kaki di negeri asing. Selain faktor keamanan, mentalitas yang mandiri pun mutlak diperlukan. Kewaspadaan yang tidak berlebihan juga patut menjadi bekal, jika tidak ingin menjadi korban penipuan oleh penampilan orangorang yang baru dikenal. Pengalaman Farah Aulia Putri yang terkecoh oleh penampilan seorang pengemis Jerman yang berpakaian perlente dapat menjadi pelajaran.
Meski secara nominal tidaklah besar, 2 Euro, namun kehati-hatian dalam menilai orang lain, bukan hanya dari pakaiannya saja, dapat menjadi pesan moral bagi pembaca. (Halaman 66) Tak banyak orang mengerti bahwa keunggulan yang dicapai manusia kelak tak pernah lepas dari seberapa hebat ia terlatih menghadapi aneka kesulitan dan tantangan kehidupan.
Orang yang terbiasa dengan kehidupan yang serbamudah, cenderung akan lebih rentan masuk angin ketika cuaca berubah, dibanding dengan orang yang kenyang dengan tantangan dan masalah. Terpenting, semangat dan keyakinan tetap terjaga. Seperti yang dirasakan oleh Syarif Awad Umar yang kesulitan demi kesulitan terus menyertai perjalanannya ke China.
Mulai dari pembuatan paspor, salah masuk hotel, tersasar ke kuil ketika hendak salat Jumat, hingga tertinggal penerbangan pesawat Garuda tepat ketika hendak pulang ke Tanah Air. (Halaman 214-230) Sebagaimana buku pertama, buku dua juga berisikan enam belas celotehan mahasiswa pengambil mata kuliah Pemasaran Internasional (Permintal) FE UI lainnya. Destinasi nyasar mereka adalah Prancis, Thailand, Uni Emirat Arab, Australia, Taiwan, Vietnam, Jepang, Cina, Jerman, Turki, India, Korea Selatan, Filipina, dan Kamboja.
Menurut Rhenald Kasali, sang profesor yang menugaskan tiga puluh dua mahasiswa tersebut dalam pengantar kedua buku ini menyatakan, tugas tersebut diembankan untuk mengantisipasi bermunculannya sarjana kertas. Para sarjana yang belum mampu bekerja dengan baik, meski di bangku perkuliahan mereka terlihat sangat cerdas dan berprestasi. Mereka hanya hebat memindahkan isi buku ke dalam lembar kertas ujian.
Mengajak mahasiswa memiliki dan menggunakan paspor mereka masing-masing adalah ibarat melepas jahitan yang ada di sayap mereka, dan melatih terbang kembali menjelajahi alam semesta. Menjadi rajawali juga menjadi great driver, yang pandai mengendarai kendaraan pemberian dari Tuhan. Hasil pengalaman tersebut membuat para mahasiswa ini terus berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang.
Mereka melatih entrepreneurial leadership -nya. Mereka yang dididik melalui metode ini ternyata juga, lebih berhasil dalam berkarier. Lebih punya karakter dan leadership. Serta, daya inovasi dan inisiatif mereka meninggi seiring rasa percaya diri yang bangkit. Hal demikian ternyata terbukti kepada seorang Saggaf Salim S Alatas yang langsung memikirkan cara tercepat untuk memperoleh uang demi membiayai pilihan nyasar -nya ke Belgia, Belanda, Prancis dan Spanyol.
Lalu investasi apa yang dalam kurun waktu dua bulan dapat menghasilkan keuntungan dua ratus persen, bahkan lebih? calo tiket menjadi pilihannya! (1-13) Sebuah profesi yang kerap dipandang sebelah mata dan tidaklah mudah namun memiliki prospek keuntungan yang sangat besar sebanding dengan risikonya. Meski demikian, segala tantangan tidak menyurutkan langkahnya.
Ketika semangatnya mulai mengendur, ia selalu ingat nasihat yang disampaikan sang profesornya bahwa “if you want to, you will find a way .” Bepergian ke tempat baru, dengan informasi, uang, waktu dan pengetahuan terbatas sesungguhnya bias mengubah nasib manusia.
Cara mendidik yang tergolong tidak lumrah ini, justru dapat memancing keluar seluruh potensi kemampuan yang dimiliki para anak muda tersebut dibanding metode pengajaran yang normatif, yang membuat kincir-kincir otak para peserta didik, juga para pendidiknya, tidak dapat berputar. Dua buku yang disusun oleh Jombang Santani Khairen merupakan virus yang coba disebarkan kepada para pembaca.
Sebuah virus yang mampu memotivasi, terutama kalangan anak muda, agar memiliki keberanian dalam melangkah dan menentukan arah hidupnya secara mandiri namun penuh tanggung jawab. Sebuah virus yang mampu mengubah burung dara menjadi rajawali. ?
Mengubah Burung Dara Menjadi Rajawali
Apa jadinya jika tiga puluh dua mahasiswa kampus bonafide seperti Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang diasumsikan terbiasa dengan fasilitas serba-ada, secara tiba-tiba ditugaskan oleh profesornya untuk mengembara ke negeri asing seorang diri, tanpa jasa calo atau agen travel , juga dilarang menerima bantuan pihak keluarga ?
Repotnya lagi, selain harus mengurus paspor, penginapan, rencana perjalanan, apa yang mau dilihat, estimasi anggaran, mengumpulkan biaya, dan sebagainya secara mandiri, mereka juga dilarang mengunjungi negaranegara yang memiliki bahasa Melayu seperti Malaysia, Singapura, Timor Leste, atau Brunei Darussaalam.
Seru, lucu, haru, kocak campur menegangkan. Begitulah kesan yang muncul ketika membaca aneka cerita mereka yang terekam dalam buku berjudul 30 Paspor di Kelas Sang Profesor ini. Dengan tutur kata ala anak muda Ibu Kota, pengembaraan “terpaksa” mereka ke mancanegara disuguhkan kepada para pembaca dalam dua jilid buku. Buku pertama berisi kisah enam belas mahasiswa yang menyebar keenam belas negara berbeda; Islandia, Laos, Turki, Jerman, Jepang, Taiwan, Myanmar, Filipina, Belanda, Belgia, Spanyol, Nepal, Tiongkok, Bangladesh, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
Butuh keberanian lebih bagi siapa pun yang pertama kali menginjakkan kaki di negeri asing. Selain faktor keamanan, mentalitas yang mandiri pun mutlak diperlukan. Kewaspadaan yang tidak berlebihan juga patut menjadi bekal, jika tidak ingin menjadi korban penipuan oleh penampilan orangorang yang baru dikenal. Pengalaman Farah Aulia Putri yang terkecoh oleh penampilan seorang pengemis Jerman yang berpakaian perlente dapat menjadi pelajaran.
Meski secara nominal tidaklah besar, 2 Euro, namun kehati-hatian dalam menilai orang lain, bukan hanya dari pakaiannya saja, dapat menjadi pesan moral bagi pembaca. (Halaman 66) Tak banyak orang mengerti bahwa keunggulan yang dicapai manusia kelak tak pernah lepas dari seberapa hebat ia terlatih menghadapi aneka kesulitan dan tantangan kehidupan.
Orang yang terbiasa dengan kehidupan yang serbamudah, cenderung akan lebih rentan masuk angin ketika cuaca berubah, dibanding dengan orang yang kenyang dengan tantangan dan masalah. Terpenting, semangat dan keyakinan tetap terjaga. Seperti yang dirasakan oleh Syarif Awad Umar yang kesulitan demi kesulitan terus menyertai perjalanannya ke China.
Mulai dari pembuatan paspor, salah masuk hotel, tersasar ke kuil ketika hendak salat Jumat, hingga tertinggal penerbangan pesawat Garuda tepat ketika hendak pulang ke Tanah Air. (Halaman 214-230) Sebagaimana buku pertama, buku dua juga berisikan enam belas celotehan mahasiswa pengambil mata kuliah Pemasaran Internasional (Permintal) FE UI lainnya. Destinasi nyasar mereka adalah Prancis, Thailand, Uni Emirat Arab, Australia, Taiwan, Vietnam, Jepang, Cina, Jerman, Turki, India, Korea Selatan, Filipina, dan Kamboja.
Menurut Rhenald Kasali, sang profesor yang menugaskan tiga puluh dua mahasiswa tersebut dalam pengantar kedua buku ini menyatakan, tugas tersebut diembankan untuk mengantisipasi bermunculannya sarjana kertas. Para sarjana yang belum mampu bekerja dengan baik, meski di bangku perkuliahan mereka terlihat sangat cerdas dan berprestasi. Mereka hanya hebat memindahkan isi buku ke dalam lembar kertas ujian.
Mengajak mahasiswa memiliki dan menggunakan paspor mereka masing-masing adalah ibarat melepas jahitan yang ada di sayap mereka, dan melatih terbang kembali menjelajahi alam semesta. Menjadi rajawali juga menjadi great driver, yang pandai mengendarai kendaraan pemberian dari Tuhan. Hasil pengalaman tersebut membuat para mahasiswa ini terus berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang.
Mereka melatih entrepreneurial leadership -nya. Mereka yang dididik melalui metode ini ternyata juga, lebih berhasil dalam berkarier. Lebih punya karakter dan leadership. Serta, daya inovasi dan inisiatif mereka meninggi seiring rasa percaya diri yang bangkit. Hal demikian ternyata terbukti kepada seorang Saggaf Salim S Alatas yang langsung memikirkan cara tercepat untuk memperoleh uang demi membiayai pilihan nyasar -nya ke Belgia, Belanda, Prancis dan Spanyol.
Lalu investasi apa yang dalam kurun waktu dua bulan dapat menghasilkan keuntungan dua ratus persen, bahkan lebih? calo tiket menjadi pilihannya! (1-13) Sebuah profesi yang kerap dipandang sebelah mata dan tidaklah mudah namun memiliki prospek keuntungan yang sangat besar sebanding dengan risikonya. Meski demikian, segala tantangan tidak menyurutkan langkahnya.
Ketika semangatnya mulai mengendur, ia selalu ingat nasihat yang disampaikan sang profesornya bahwa “if you want to, you will find a way .” Bepergian ke tempat baru, dengan informasi, uang, waktu dan pengetahuan terbatas sesungguhnya bias mengubah nasib manusia.
Cara mendidik yang tergolong tidak lumrah ini, justru dapat memancing keluar seluruh potensi kemampuan yang dimiliki para anak muda tersebut dibanding metode pengajaran yang normatif, yang membuat kincir-kincir otak para peserta didik, juga para pendidiknya, tidak dapat berputar. Dua buku yang disusun oleh Jombang Santani Khairen merupakan virus yang coba disebarkan kepada para pembaca.
Sebuah virus yang mampu memotivasi, terutama kalangan anak muda, agar memiliki keberanian dalam melangkah dan menentukan arah hidupnya secara mandiri namun penuh tanggung jawab. Sebuah virus yang mampu mengubah burung dara menjadi rajawali.
Noval Maliki
Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Direktur Demi Buku Institute.
(ars)