Di Balik Kekacauan Politik Yaman

Senin, 02 Februari 2015 - 11:25 WIB
Di Balik Kekacauan Politik...
Di Balik Kekacauan Politik Yaman
A A A
Yaman dianggap sebagai negara korup dan lemah di Semenanjung Arab. Negara ini tak berdaya di hadapan para pemberontak. Hal ini terbukti dengan takluknya kekuatan militer pemerintah oleh kelompok Syiah Houthi.

Selain itu, banyak suku di Yaman yang mudah tersulut oleh para ulama radikal serta tempat berkembang biaknya para bajak laut dan ekstremis. Dalam hal ekonomi, Yaman juga negara paling miskin di kawasan Timur Tengah. Berbanding terbalik dengan Arab Saudi yang terletak di sebelah utara perbatasan Yaman. Arab Saudi merupakan negara paling kaya di wilayah Timur Tengah dengan hasil minyak yang melimpah.

Seperti dilaporkan Times, Yamandulunya selamabeberapa abad menjadi pusat perkembangan peradaban dan kemakmuran di Semenanjung Arab. Orang-orangRomawimenyebut wilayah itu dengan istilah Arabia Felixatau Happy Arabia. Wilayah ini memiliki dataran yang subur dengan sumber air melimpah dari bendungan Ma’rib yang dibangun sekitar 700 Sebelum Masehi oleh Raja Saba.

Islam masuk ke Yaman sekitar Abad VI di bawah kepemimpinan para khalifah. Imam Zaidi dari aliran Syiah memegang kendali pemerintahan teokratis di Yaman Utara pada Abad IX. Mereka membentuk tatanan politik yang pengaruhnya berkembang efektif. Meskipun terjadi beberapa kali gangguan perampokan oleh panglima perang Turki, Zaidi mengajarkan bahwa seseorang mempunyai hak untuk menggulingkan penguasa yang tidak bersikap adil.

Pada Abad ke-19, kekaisaran Ottoman memperluas wilayah kekuasaannya ke bagian selatan Arab, dari Mekkah dan Madinah, merebut Kota Sana’a, juga wilayah sekitarnya. Pada 1832, tentara Inggris menguasai wilayah Aden, yang dianggapnya sebagai jalan keluar strategis untuk mengatasi masalah antara Eropa dan wilayah kolonial di India. Pada 1904, Kaisar Ottoman menyetujui untuk membagi daerah kekuasaan.

Wilayah Yaman terpecah menjadi dua bagian. Yaman utara dikuasai pemerintahan Ottoman, Inggris mendapat hak atas wilayah Yaman selatan. Ketika Kekaisaran Ottoman runtuh pada akhir Perang Dunia I, memotong wilayah Yaman menjadi sebuah kerajaan yang independen di bawah kepemimpinan Imam Zaidi.

Dengan bantuan Mesir, Arab Saudi yang beraliran nasionalis menggulingkan kerajaan yang telah berkuasa sejak 1962 untuk membentuk negara republik. Namun, setelah itu meletuslah perang saudara yang dibekingi loyalis Arab Saudi selama hampir satu dekade. Daerah yang dilindungi Inggris ini bertahan sampai 1967, menyusul terjadinya tekanan kekerasan dari pemberontak selama lima tahun.

Setelah wilayah Yaman selatan dikuasai kelompok radikal Marxis pada 1970, akhirnya wilayah ini menjadi People’s Democratic Republic of Yemen. Perubahan ini mendapat dukungan penuh dari negara- negara dan tokoh-tokoh komunis, salah satunya Uni Soviet. Pada 1986 dibentuk perkumpulan untuk mempelajari ajaran-ajaran Syiah Zaidiyah. Perkumpulan itu disebut dengan Ittihad asy-Syabab (Persatuan Pemuda).

Untuk memperlancar proses pembelajarannya, seorang ulama Zaidiyah yang bernama Badrudin al-Houthi mendatangkan para pengajar dari berbagai daerah untuk menetap di wilayah Sha’dah. Pada 1990, kedua negara Yaman ini akhirnya bersatu menjadi Negara Republik Yaman. Saat itulah Ittihad asy-Syabab menjelma menjadi partai politik dengan nama baru Partai al- Haq (Hizbul Haq) sebagai penyambung aspirasi Syiah Zaidiyah di Republik Yaman.

Dari partai itu juga muncul seorang kader bernama Husein bin Badruddin al-Houthi, anak dari Badrudin al-Houthi. Dia menjadi seorang politisi yang terkenal dan menjadi anggota parlemen Yaman pada 1993-1997 dan 1997-2001. Saat itu situasi politik Yaman dipenuhi perkelahian jarak dekat, percobaan pembunuhan, dan kudeta militer. Tak lama setelah penyatuan kedua wilayah Yaman, perselisihan terkait pembagian kekuasaan menyebabkan pemimpin dari selatan mendeklarasikan negara sendiri.

Tapi kampanye yang cepat dan kejam pada Mei 1994 membatalkan niat pemisahan wilayah ini. Sebelumnya, mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh pernah memimpin Yaman utara sejak 1978. Selama bertahuntahun dia menghabiskan waktu untuk mengonsolidasikan jabatan politiknya daripada menjalin kerja sama untuk membentuk negara demokrasi yang stabil.

Kemiskinan, korupsi, dan lemahnya penegakan hukum menjadi latar belakang masuknya kelompok Al-Qaeda ke Yaman. Hal ini terbukti dengan insiden pengeboman kapal milik angkatan laut AS, USS Cole pada 12 Oktober 2000 di Pelabuhan Aden. Sebanyak 17 prajurit AS tewas. Masih banyak perselisihan yang terjadi antarsuku di Yaman mengakibatkan lemahnya rasa persatuan di negara ini.

Ditambah lagi hadirnya kelompok pemberontak separatis Syiah Houthi yang diduga didukung Iran. Dalam situasi kacau seperti ini, AS diduga melakukan strategi perang rahasia dengan menurunkan dinas intelijen CIA. Target utama mereka adalah para anggota milisi Al-Qaeda. Seperti halnya di Afghanistan, intervensi pihak asing tak dapat sepenuhnya menuai hasil yang baik dan selalu lebih banyak menimbulkan kerugian.

Arvin
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1002 seconds (0.1#10.140)