Ditunggu, Langkah Konkret Presiden
A
A
A
Sudah hampir sepekan perseteruan Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), belum ada tanda-tanda bakal selesai.
Masyarakat menunggu langkah konkret Presiden Joko Susilo (Jokowi) untuk menyelesaikan konflik dua lembaga hukum tersebut. Dalam masalah ini ketegasan Presiden sangat diperlukan. Apa pun keputusan yang diambil Jokowi sangat dinantikan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Mengapa butuh langkah konkret dan tegas? Karena tanpa ketegasan, konflik ini akan sulit diakhiri.
Apa yang dilakukan Presiden Jokowi yang mengumpulkan pejabat KPK dan Polri di Istana Bogor beberapa waktu lalu masih jauh dari harapan. Dia hanya memberikan pernyataan normatif, misalnya dengan meminta kedua lembaga untuk tidak bergesekan dan mengusut kasus secara objektif. Tentu hal itu tidak cukup.
Tadi malam, Jokowi juga memanggil enam tokoh seperti Jimly Ashshidiqie, Hikmahanto Juwana, Komjen Pol (Purn) Oegroseno, Tumpak Hatorangan Panggabean, Erry Riyana Hardjapamekas, dan Bambang Widodo Umar. Mereka bukan tim khusus, tetapi hanya secara pribadi bisa memberikan masukan soal konflik Polri-KPK.
Dalam jumpa persnya, Presiden menyampaikan sejumlah hal, di antaranya meminta jangan ada kriminalisasi, jangan ada yang mengintervensi, proses hukum harus dilakukan secara transparan. Sikap Presiden ini juga jauh dari apa yang didambakan publik sebagai solusi yang komprehensif dan cepat untuk mengatasi konflik KPK-Polri. Tanpa solusi konkret, konflik Polri-KPK dikhawatirkan bakal berlarut-larut.
Perang opini bakal terus bermunculan, antara yang mendukung KPK dan yang membela Polri. Ketidakjelasan ini harussegera diakhirikarenaakanmemicukonfliksemakinmembesar. Fenomena ini tak saja akan berimbas pada penyelesaian kasuskasus korupsi yang ditangani KPK, tetapi juga akan menghambat kinerja Polri. Yang diuntungkan tentu adalah para koruptor maupun pelaku kejahatan yang seharusnya segera diadili dan mendapat hukuman yang setimpal dari apa yang dilakukannya.
Konflik kedua lembaga ini kini juga sudah banyak dikeluhkan para pengusaha yang sangat concern terhadap masa depan negara ini. Mereka sangat khawatir konflik ini bakal memunculkan citra buruk seperti tidak adanya kepastian hukum di negara ini. Hal tersebut pada gilirannya dikhawatirkan bisa memengaruhi para investor asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia.
Penyelesaian yang lambat dan tidak komprehensif bagi konflik KPK Polri ini juga bisa menjadi pemicu konflik antarlembaga lainnya. Apalagi, konflik kedua lembaga ini sudah yang ketiga kalinya, “cicak vs buaya” jilid III. Tentu, hal ini sangat memprihatinkan hingga konflik ini menjadi berkepanjangan. Padahal, jika Presiden mau bersikap tegas di awal, konflik KPK-Polri ini tak akan berlarut-larut seperti saat ini.
Sudah saatnya, dia benar-benar mesti bersikap sebagaimana seorang presiden yang memiliki kewenangan besar tanpa mau “diperalat” oleh kepentingan-kepentingan orang atau kelompok tertentu. Presiden harus segera membuat kebijakan yang konkret yang bisa menyelamatkan lembaga Polri maupun KPK.
Presiden juga tak boleh hanya mendengarkan salah satu kelompok, tetapi harus memperhatikan semua aspirasi dari semua kelompok yang ada di bangsa ini. Yang lebih penting, Presiden harus segera menyelamatkan KPK dan Polri dari para oknum yang sebenarnya hanya memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi.
Selain itu, para pejabat KPK dan Polri juga harus saling menghormati untuk tidak membuat komentar atau kebijakan strategis yang justru kontraproduktif. Intinya, tidak boleh ada lembaga yang merasa lebih tinggi dari yang lainnya. Tak boleh ada lembaga yang merasa lebih benar daripada yang lainnya. Karena KPK maupun Polri memiliki peran sangat penting bagi bangsa ini dalam menjalankan perannya masing-masing.
Kalau perlu, kedua institusi harus bahumembahu dalam memberantas korupsi. Masyarakat juga jangan terpancing dan makin memperkeruh suasana. Marilah kita bangun bangsa ini dengan cara yang bermartabat.
Masyarakat menunggu langkah konkret Presiden Joko Susilo (Jokowi) untuk menyelesaikan konflik dua lembaga hukum tersebut. Dalam masalah ini ketegasan Presiden sangat diperlukan. Apa pun keputusan yang diambil Jokowi sangat dinantikan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Mengapa butuh langkah konkret dan tegas? Karena tanpa ketegasan, konflik ini akan sulit diakhiri.
Apa yang dilakukan Presiden Jokowi yang mengumpulkan pejabat KPK dan Polri di Istana Bogor beberapa waktu lalu masih jauh dari harapan. Dia hanya memberikan pernyataan normatif, misalnya dengan meminta kedua lembaga untuk tidak bergesekan dan mengusut kasus secara objektif. Tentu hal itu tidak cukup.
Tadi malam, Jokowi juga memanggil enam tokoh seperti Jimly Ashshidiqie, Hikmahanto Juwana, Komjen Pol (Purn) Oegroseno, Tumpak Hatorangan Panggabean, Erry Riyana Hardjapamekas, dan Bambang Widodo Umar. Mereka bukan tim khusus, tetapi hanya secara pribadi bisa memberikan masukan soal konflik Polri-KPK.
Dalam jumpa persnya, Presiden menyampaikan sejumlah hal, di antaranya meminta jangan ada kriminalisasi, jangan ada yang mengintervensi, proses hukum harus dilakukan secara transparan. Sikap Presiden ini juga jauh dari apa yang didambakan publik sebagai solusi yang komprehensif dan cepat untuk mengatasi konflik KPK-Polri. Tanpa solusi konkret, konflik Polri-KPK dikhawatirkan bakal berlarut-larut.
Perang opini bakal terus bermunculan, antara yang mendukung KPK dan yang membela Polri. Ketidakjelasan ini harussegera diakhirikarenaakanmemicukonfliksemakinmembesar. Fenomena ini tak saja akan berimbas pada penyelesaian kasuskasus korupsi yang ditangani KPK, tetapi juga akan menghambat kinerja Polri. Yang diuntungkan tentu adalah para koruptor maupun pelaku kejahatan yang seharusnya segera diadili dan mendapat hukuman yang setimpal dari apa yang dilakukannya.
Konflik kedua lembaga ini kini juga sudah banyak dikeluhkan para pengusaha yang sangat concern terhadap masa depan negara ini. Mereka sangat khawatir konflik ini bakal memunculkan citra buruk seperti tidak adanya kepastian hukum di negara ini. Hal tersebut pada gilirannya dikhawatirkan bisa memengaruhi para investor asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia.
Penyelesaian yang lambat dan tidak komprehensif bagi konflik KPK Polri ini juga bisa menjadi pemicu konflik antarlembaga lainnya. Apalagi, konflik kedua lembaga ini sudah yang ketiga kalinya, “cicak vs buaya” jilid III. Tentu, hal ini sangat memprihatinkan hingga konflik ini menjadi berkepanjangan. Padahal, jika Presiden mau bersikap tegas di awal, konflik KPK-Polri ini tak akan berlarut-larut seperti saat ini.
Sudah saatnya, dia benar-benar mesti bersikap sebagaimana seorang presiden yang memiliki kewenangan besar tanpa mau “diperalat” oleh kepentingan-kepentingan orang atau kelompok tertentu. Presiden harus segera membuat kebijakan yang konkret yang bisa menyelamatkan lembaga Polri maupun KPK.
Presiden juga tak boleh hanya mendengarkan salah satu kelompok, tetapi harus memperhatikan semua aspirasi dari semua kelompok yang ada di bangsa ini. Yang lebih penting, Presiden harus segera menyelamatkan KPK dan Polri dari para oknum yang sebenarnya hanya memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi.
Selain itu, para pejabat KPK dan Polri juga harus saling menghormati untuk tidak membuat komentar atau kebijakan strategis yang justru kontraproduktif. Intinya, tidak boleh ada lembaga yang merasa lebih tinggi dari yang lainnya. Tak boleh ada lembaga yang merasa lebih benar daripada yang lainnya. Karena KPK maupun Polri memiliki peran sangat penting bagi bangsa ini dalam menjalankan perannya masing-masing.
Kalau perlu, kedua institusi harus bahumembahu dalam memberantas korupsi. Masyarakat juga jangan terpancing dan makin memperkeruh suasana. Marilah kita bangun bangsa ini dengan cara yang bermartabat.
(ars)