Antikritik, Jokowi Didesak Copot Menko Polhukam
A
A
A
JAKARTA - Maraknya dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rupanya mendapat tanggapan sinis dari Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno. Menteri Tedjo menyebut aksi dukungan sejumlah aktivis antikorupsi 'Save KPK' sebagai dukungan rakyat yang tidak jelas.
Menanggapi itu Ketua Eksekutif Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Ridwan Darmawan mengatakan, ucapan Menteri Tedjo bertolak belakang dari rencana pemerintah dalam mendukung pemberantasan korupsi.
Menurut Ridwan, aksi yang dilakukan para pegiat antikorupsi dianggapnya sebagai aksi nyata untuk mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar kembali pada rel dan komitmen yang tegas dalam pemberantasan korupsi. Namun, komitmen itu dikotori dengan pernyataan yang kontraproduktif Menko Polhukam.
"Tentu hal ini (pernyataan Menko Polhukam) menyakiti perasaan rakyat yang menginginkan pemberantasan korupsi," kata Ridwan saat dihubungi Sindonews, Minggu (25/1/2015).
Ridwan berpendapat, ucapan Menteri Tedjo mengindikasikan komitmen pemerintah dalam menangani masalah korupsi semakin dipertanyakan. Pasalnya, apa yang disampaikan Menteri Tedjo bisa menjadi bumerang bagi pemerintah dan cenderung antikritik.
"Karenanya saya berpendapat agar Bapak Presiden memerintahkan Menko Polhukam segera meminta maaf secara terbuka kepada rakyat atau (Jokowi) segera mencopotnya dari Menko Polhukam," tandasnya.
Aksi penangkapan terhadap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Mabes Polri pada Jumat 23 Januari 2015 kemarin mendapat reaksi sejumlah tokoh dan kalangan pegiat antikorupsi.
Mereka pun berdatangan ke Gedung KPK guna memberikan dukungan kepada Bambang. Namun, aksi dukungan tersebut disambut negatif oleh Menko Polhukam yang menyebut, aksi dukungan dilakukan 'rakyat yang enggak jelas'
"Jangan membakar massa, mengajak rakyat, membakar rakyat. Ayo kita ini, tidak boleh seperti itu, itu suatu sikap pernyataan yang kekanak kanakan. Berdiri sendiri, kuat dia. Konstitusi yang akan dukung, bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu," sindir Tedjo keras di Istana Kepresidenan, Sabtu 24 Januari 2015.
Menanggapi itu Ketua Eksekutif Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Ridwan Darmawan mengatakan, ucapan Menteri Tedjo bertolak belakang dari rencana pemerintah dalam mendukung pemberantasan korupsi.
Menurut Ridwan, aksi yang dilakukan para pegiat antikorupsi dianggapnya sebagai aksi nyata untuk mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar kembali pada rel dan komitmen yang tegas dalam pemberantasan korupsi. Namun, komitmen itu dikotori dengan pernyataan yang kontraproduktif Menko Polhukam.
"Tentu hal ini (pernyataan Menko Polhukam) menyakiti perasaan rakyat yang menginginkan pemberantasan korupsi," kata Ridwan saat dihubungi Sindonews, Minggu (25/1/2015).
Ridwan berpendapat, ucapan Menteri Tedjo mengindikasikan komitmen pemerintah dalam menangani masalah korupsi semakin dipertanyakan. Pasalnya, apa yang disampaikan Menteri Tedjo bisa menjadi bumerang bagi pemerintah dan cenderung antikritik.
"Karenanya saya berpendapat agar Bapak Presiden memerintahkan Menko Polhukam segera meminta maaf secara terbuka kepada rakyat atau (Jokowi) segera mencopotnya dari Menko Polhukam," tandasnya.
Aksi penangkapan terhadap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Mabes Polri pada Jumat 23 Januari 2015 kemarin mendapat reaksi sejumlah tokoh dan kalangan pegiat antikorupsi.
Mereka pun berdatangan ke Gedung KPK guna memberikan dukungan kepada Bambang. Namun, aksi dukungan tersebut disambut negatif oleh Menko Polhukam yang menyebut, aksi dukungan dilakukan 'rakyat yang enggak jelas'
"Jangan membakar massa, mengajak rakyat, membakar rakyat. Ayo kita ini, tidak boleh seperti itu, itu suatu sikap pernyataan yang kekanak kanakan. Berdiri sendiri, kuat dia. Konstitusi yang akan dukung, bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu," sindir Tedjo keras di Istana Kepresidenan, Sabtu 24 Januari 2015.
(kri)