DKI Desain dan Tender Proyek LRT

Jum'at, 23 Januari 2015 - 12:00 WIB
DKI Desain dan Tender Proyek LRT
DKI Desain dan Tender Proyek LRT
A A A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sedang merancang desain dan tender proyek light rapid transit (LRT). Dua koridor dari tujuh koridor yang ada direncanakan akan dibangun terlebih dulu.

Pembangunan koridor I (Kelapa Gading- Kebayoran Lama) dan koridor VII (Bandara Internasional Soekarno Hatta-Pekan Raya Jakarta Kemayoran) untuk persiapan Asian Games 2018. “Pembangunan dua koridor itu paling lambat tahun depan,” ujar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balai Kota kemarin.

Sebelum tahap pembangunan, Pemprov DKI ingin memberi syarat kepada pemenang tender agar serius menyelesaikan pengerjaan LRT. Bak gayung bersambut, kemarin Ahok menerima kunjungan dari sejumlah perusahaan swasta yang berniat membangun LRT di tujuh koridor. Perusahaan itu di antaranya Agung Podomoro, Summarecon, Lippo Group, Sedayu, Intiland, Ancol, Jakpro, PRJ, Expo, dan Panin Group.

“Kami minta mereka yang bangunkan LRT. Kami sudah sampaikan bagaimana dasarnya, apa pun temuannya, termasuk soal Asian Games. Kami juga infokan ke mereka soal kemungkinan rute-rute yang akan dilewati. Mereka semua tanggapannya bagus, setuju,” ungkap mantan bupati Belitung Timur itu. Nanti pengoperasian LRT akan dilakukan oleh PT Transportasi Jakarta yang kini telah berada di bawah badan usaha milik daerah (BUMD).

Menurut Deputi Gubernur DKI bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi Sutanto Suhodo, dua koridor yang didahulukan memang diperuntukkan bagi persiapan Asian Games 2018. Namun, pada intinya transportasi massal berbasis rel itu bertujuan melayani masyarakat. LRT lebih fleksibel daripada menambah bus dan membangun monorel. Terlebih pembuatan LRT tidak memerlukan pembebasan lahan yang begitu besar seperti pembangunan mass rapid transit (MRT) lantaran dibangun di atas badan jalan.

“LRT memiliki kapasitas daya angkut yang lebih besar ketimbang monorel ataupun bus Transjakarta. LRT memungkinkan dibangun di antara gedung-gedung dan bisa berbelok dengan sudut yang tajam. Beda dengan jenis kereta lainnya,” katanya. Sutanto menjelaskan, proyek pembangunan LRT membutuhkan anggaran sekitar setengah triliun untuk 1 kilometer. Artinya, untuk tujuh koridor membutuhkan dana sebesar Rp25 triliun.

Tujuh koridor tersebut yakni Kebayoran Lama-Kelapa Gading (21,6 km), Tanah Abang-Pulo Mas (17,6 km), Joglo-Tanah Abang (11 km), Puri Kembangan-Tanah Abang (9,3 km), Pesing-Kelapa Gading (20,7 km), Pekan Raya Jakarta- Bandara Internasional Soekarno- Hatta (18,5 km), serta Cempaka Putih-Ancol (10 km). Dana pembangunan LRT berasal dari perusahaan-perusahaan swasta yang memiliki kepentingan aksesibilitas menuju gedung yang dimilikinya.

“Anda punya gedung, macet. Kami tawarkan, anda setuju pasti. Jadi dananya dari mereka dan proyeknya punya kami. Kita mau ketemu dua minggu lagi untuk merumuskan lagi bagaimana bentuk kerja samanya,” ungkapnya. Menurut pengamat transportasi Izzul Waro, secara teknis proyek pembangunan LRT lebih mudah daripada membangun MRT maupun monorel.

Hanya, yang perlu diperhatikan masalah pembebasan lahan. Menurutnya, seringkali proyek pembangunan di Jakarta terbentur pembebasan lahan. “Setiap membangun transportasi tidak mungkin tidak membebaskan lahan. Pesawat butuh airport, kereta api butuh stasiun, begitu juga dengan LRT butuh depo,” ungkapnya.

Hal terpenting Pemprov DKI Jakarta harus memikirkan rencana bisnis LRT yang lebih baik. Membangun LRT membutuhkan biaya investasi dan operasional yang tinggi. Seringkali pemerintah akhirnya memberikan subsidi lantaran tidak bisa meng-cover biaya investasi dengan biaya operasional yang didapatkan. “Kalau sudah telanjur, pemerintah harus menyubsidi. Makanya harus ada business plan yang baik. Apakah ada pendapatan dari luar tiket untuk menambah pendapatan dan sebagainya. Itu yang harus dipikirkan,” ungkap Izzul.

Bima setiyadi
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2720 seconds (0.1#10.140)