Nigeria Panggil Duta Besar RI soal Eksekusi Mati
A
A
A
JAKARTA - Reaksi keras atas pelaksanaan hukuman mati para terpidana kasus narkoba terus ditunjukkan negara-negara asing. Setelah Pemerintah Brasil dan Belanda memanggil pulang duta besarnya di Jakarta sebagai bentuk protes, Nigeria juga menyampaikan kekecewaannya.
Pemerintah Nigeria telah memanggil Duta Besar RI di Abuja dan meminta penjelasan mengenai hal tersebut. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menyatakan Pemerintah Indonesia telah memberikan keterangan detail mengenai putusan tersebut. “KBRI menerangkan perihal penolakan grasi oleh Presiden dan pelaksanaan eksekusi tersebut,” ujar Juru Bicara KementerianLuarNegeri Arrmanantha Nassir di Jakarta kemarin.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeksekusi enam terpidana mati kasus narkoba Minggu (18/1) lalu. Mereka Ang Kim Soei alias Kim Ho alias Tommi Wijaya (warga negara Belanda), Marco Archer Cardoso Mareira (Brasil), Namaona Denis (Malawi), Daniel Enemua (Nigeria), Tran Thi Bich (Vietnam), dan Rani Andriani (Indonesia).
“Pemerintah sangat kecewa. Eksekusi itu dilakukan meski ada permintaan terus-menerus untuk memberikan pengampunan( kepadaterpidana),” kata Juru Bicara Kemlu Nigeria Ogbole Amedu Ode seperti dikutip Reuters. Dia mengungkapkan, atas langkah Indonesia itu pihaknya menyampaikan simpati dan duka cita mendalam kepada keluarga korban. Jaksa Agung M Prasetyo sebelumnya menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia akan terus melanjutkan eksekusi mati.
Berbagai tekanan, baik dari dalam maupun luar negeri, tidak lantas membuat pemerintah kendur. Eksekusi mati merupakan upaya penegakan hukum di tengah situasi darurat narkoba di Tanah Air. Berdasarkan data di Kejagung, 64 terpidana mati kasus narkoba kini menunggu eksekusi. Sebagian besar merupakan warga negara asing (WNA). Adapun Badan Narkotika Nasional (BNN) sebelumnya menyatakan, dari sejumlah penangkapan sindikat narkoba internasional, mayoritas dari Nigeria. Berikutnya dari Malaysia.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan, pelaksanaan hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba jangan hanya dilihat dari sisi warga suatu negara, tapi harus pula dilihat sebagai kejahatan lintas negara yang dampaknya sangat merusak warga negara dalam jumlah besar. Pemerintah Indonesia memutuskan melalukan eksekusi mati kepada terpidana kasus narkoba karena dampak dari peredaran narkoba merusak generasi muda Indonesia.
“Dari narkoba, ada sekitar 40 orang yang meninggal dunia setiap hari,” katanya. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat BNN Kombes Pol Sumirat Dwiyanto memaparkan, sikap tegas Indonesia soal hukuman mati juga merujuk pada Singapura yang dinilai berhasil menekan kejahatan obat-obatan terlarang itu. “Siapa pun yang memasukkan narkoba ke sana, termasuk kemarin ada warga Australia, dieksekusi mati. Akhirnya apa? Peredaran narkotika di Singapura itu jarang sekali,” ujar dia.
Muh shamil/Ant
Pemerintah Nigeria telah memanggil Duta Besar RI di Abuja dan meminta penjelasan mengenai hal tersebut. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menyatakan Pemerintah Indonesia telah memberikan keterangan detail mengenai putusan tersebut. “KBRI menerangkan perihal penolakan grasi oleh Presiden dan pelaksanaan eksekusi tersebut,” ujar Juru Bicara KementerianLuarNegeri Arrmanantha Nassir di Jakarta kemarin.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeksekusi enam terpidana mati kasus narkoba Minggu (18/1) lalu. Mereka Ang Kim Soei alias Kim Ho alias Tommi Wijaya (warga negara Belanda), Marco Archer Cardoso Mareira (Brasil), Namaona Denis (Malawi), Daniel Enemua (Nigeria), Tran Thi Bich (Vietnam), dan Rani Andriani (Indonesia).
“Pemerintah sangat kecewa. Eksekusi itu dilakukan meski ada permintaan terus-menerus untuk memberikan pengampunan( kepadaterpidana),” kata Juru Bicara Kemlu Nigeria Ogbole Amedu Ode seperti dikutip Reuters. Dia mengungkapkan, atas langkah Indonesia itu pihaknya menyampaikan simpati dan duka cita mendalam kepada keluarga korban. Jaksa Agung M Prasetyo sebelumnya menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia akan terus melanjutkan eksekusi mati.
Berbagai tekanan, baik dari dalam maupun luar negeri, tidak lantas membuat pemerintah kendur. Eksekusi mati merupakan upaya penegakan hukum di tengah situasi darurat narkoba di Tanah Air. Berdasarkan data di Kejagung, 64 terpidana mati kasus narkoba kini menunggu eksekusi. Sebagian besar merupakan warga negara asing (WNA). Adapun Badan Narkotika Nasional (BNN) sebelumnya menyatakan, dari sejumlah penangkapan sindikat narkoba internasional, mayoritas dari Nigeria. Berikutnya dari Malaysia.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan, pelaksanaan hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba jangan hanya dilihat dari sisi warga suatu negara, tapi harus pula dilihat sebagai kejahatan lintas negara yang dampaknya sangat merusak warga negara dalam jumlah besar. Pemerintah Indonesia memutuskan melalukan eksekusi mati kepada terpidana kasus narkoba karena dampak dari peredaran narkoba merusak generasi muda Indonesia.
“Dari narkoba, ada sekitar 40 orang yang meninggal dunia setiap hari,” katanya. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat BNN Kombes Pol Sumirat Dwiyanto memaparkan, sikap tegas Indonesia soal hukuman mati juga merujuk pada Singapura yang dinilai berhasil menekan kejahatan obat-obatan terlarang itu. “Siapa pun yang memasukkan narkoba ke sana, termasuk kemarin ada warga Australia, dieksekusi mati. Akhirnya apa? Peredaran narkotika di Singapura itu jarang sekali,” ujar dia.
Muh shamil/Ant
(bbg)