Monorel Kembali Dibatalkan

Senin, 12 Januari 2015 - 11:39 WIB
Monorel Kembali Dibatalkan
Monorel Kembali Dibatalkan
A A A
JAKARTA - Lika-liku pembangunan monorel di Ibu Kota tampaknya belum berakhir. Sempat dilanjutkan dengan seremoni regroundbreaking, pembangunan transportasi massal ini kembali terancam mandek.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berencana membatalkan pengerjaan monorel yang akan dilakukan PT Jakarta Monorail (JM) sebab desain pembuatan depo di Waduk Setiabudi dan Tanah Abang, Jakarta Pusat tidak sesuai dengan tata ruang Kota Jakarta.

“Pembuatan depo di Waduk Setiabudi dapat menyebabkan waduk jebol dan mengakibatkan banjir. Apalagi PT JM juga meminta satu ruas jalan di Tanah Abang untuk dibangun fondasi depo,” katanya kemarin. Ahok menjelaskan, setelah mengkaji tata ruang terkait permintaan izin pembuatan depo di Waduk Setiabudi dan Tanah Abang, pihaknya terpaksa membatalkan pengerjaan monorel.

Pembangunan depo di atas penampungan air bisa mengulang kejadian jebolnya tanggul Latuharhari yang menyebabkan banjir di Jalan MH Thamrin tahun lalu. Begitu juga dengan pembuatan fondasi di satu ruas jalan Tanah Abang yang pastinya akan menimbulkan titik kepadatan arus lalu lintas baru. Kendati demikian, Ahok berjanji melanjutkan proyek transportasi massal berbasis rel ini bila PT JM menyerahkan kembali desain pembuatan depo dengan lokasi tidak merusak tata ruang.

Jika tidak, pihaknya akan melakukan lelang tender kepada perusahaan swasta lain yang berminat membangun monorel di Jakarta. “Saya tidak setuju dengan rencana PT JM tersebut. Pak Presiden juga tidak setuju. Kalau mau lanjut, silakan cari lokasi depo lain,” ungkapnya. Direktur PT Jakarta Monorail (PT JM) Sukmawati Syukur mengaku heran mendengar pernyataan Ahok tersebut.

Ini karena teknis termasuk ide pembuatan depo itu didapat dari tim Pemprov DKI Jakarta dan konsultan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Di dalam perjanjian kerja sama (PKS) antara PT JM dan Pemprov DKI Jakarta, masalah lokasi depo dan pengadaan lahan bahkan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta.

“Semua sudah dibahas bersama sebelum desain kami serahkan. Tapi, memang Pak Ahok enggak pernah hadir. Kami heran kalau masalah depo jadi alasan pemutusan kontrak. Soal teknis selalu banyak alternatif solusinya,” ucapnya. Sukmawati menjelaskan, sejak Oktober 2014 Ahok kerap mengancam membatalkan perjanjian kerja sama yang dibuat kembali awal tahun lalu. Dengan kondisi ini, dia pun pesimistis dapat melanjutkan proyek monorel yang ditargetkan rampung pada 2018.

Menurutnya, kendala utama dalam pengerjaan monorel adalah tidak mendapat dukungan gubernur. Sukmawati menuturkan, semua pembangunan di Jakarta pasti menemui masalah bila tidak didukung gubernur. “Kami tidak mau komentar apakah akan melanjut proyek tersebut atau tidak. Kita lihat saja apa isi surat resmi gubernur nanti. Masalah apa pun kalau didukung gubernur, bisa jalan kok ,” ujarnya.

Monorel di Jakarta terbagi dalam dua jalur. Rute jalur hijau (green line) yakni Semanggi- C a s a b l a n c a - K u n i n g a n - Semanggi dan jalur biru (blue line) meliputi Kampung Melayu-Casablanca-Tanah Abang-Roxy. Namun, pembangunan proyek ini tersendat-sendat. Harapan sempat muncul saat seremoni pemasangan batu pertama di Tugu 66, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Oktober 2013.

Namun, setelah batu pertama dipancangkan belum berlanjut ke batu kedua. Alihalih terlihat ada struktur konstruksinya, area konstruksi yang dipagari itu telah ditumbuhi ilalang. Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi meminta Ahok lebih selektif menyeleksi perusahaan swasta yang mampu mewujudkan moda transportasi massal tersebut.

Apalagi bila tidak dibantu swasta, Jakarta tidak bisa mewujudkan program mengatasi kepadatan arus lalu lintas dengan memperbanyak moda transportasi massal. “Kita butuh swasta yang mampu bekerja sama untuk membangun moda transportasi massal, khususnya yang terintegrasi dengan pelaksanaan Asian Games 2018,” ungkapnya.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia Roy Valiant Salomo mengatakan, pembatalan proyek besar yang sudah disepakati dengan penandatanganan perjanjian itu sama saja dengan menghambat proyek tersebut. Apabila proyek monorel benar-benar dibatalkan Pemprov DKI Jakarta, Ahok harus mengevaluasi secara komprehensif mengenai rancangan teknis, administrasi, dan sebagainya sebelum penandatanganan kerja sama dilakukan.

“Sebagai pengawas, gubernur berhak membatalkan proyek bila terjadi kesalahan ataupun penyelewengan anggaran sekalipun. Namun, jangan sampai pembatalan tersebut setelah ada perjanjian kerja sama,” katanya. Monorel, lanjut Roy, merupakan proyek besar yang membutuhkan koordinasi yang baik antara pelaksana dan pemilik proyek.

Terlebih monorel merupakan proyek komitmen Pemprov DKI Jakarta dengan pemerintah pusat untuk menekan kemacetan Ibu Kota yang kian parah.

Bima setiyadi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8745 seconds (0.1#10.140)