Minyak Pelicin Masa Depan
A
A
A
Pada 17 November 2014, lahir kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara yang membuat seluruh rakyat pusing tujuh keliling. Belum genap sebulan memimpin Indonesia, Jokowi sudah menuai kontroversi dengan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) di saat harga minyak dunia turun pula.
Hal ini berakibat pengangguran dan kenaikan harga kebutuhan pokok, bahkan sudah naik ketika isu naiknya harga BBM menguat. Meskipun pengusaha menaikkan nilai jual mereka yang akan ditanggung para konsumen, daya beli masyarakat untuk kebutuhan tersier tetap menurun. Untukitu, pengusaha tetaplah menanggung dampak dari kenaikan harga BBM meskipun sedikit.
Baru empat hari pasca pengumuman kebijakan ”maut” tersebut, dampak mulai dirasakan masyarakat, terutama kelas bawah sudah sangat tampak. Nelayan kesulitan membeli bahan bakar, para pengusaha kecil turun omzet karena daya beli masyarakat menurun, dan masih banyak lagi dampak kenaikan harga BBM.
Berbagai macam kritik telah ditujukan kepada Kepala Negara, belum lagi sederetan aksi yang dilakukan berbagai macam organisasi masyarakat dan mahasiswa, mulai aksi damai hingga anarkistis. Namun, ini tak mengubah kebijakan Jokowi dan pemerintahan barunya. Alasan standar pemerintah menarik subsidi BBM karena APBN yang jebol tidaklah dapat diterima.
Masalahnya harga minyak dunia saat ini sedang turun, sehingga alasan tersebut sangat tidak rasional. Alasan lainnya adalah subsidi BBM yang tidak tepat sasaran. Belum lagi alasan pemerintah merelokasi dana subsidi BBM untuk pembangunan infrastruktur yang masih diragukan.
Masyarakat Indonesia sudah telanjur trauma dengan berbagai macam kasus pencurian uang negara oleh para aparat pemerintahan. Dengan adanya relokasi dana tersebut, transparansi kas negara sangat dibutuhkan.
Hal ini berakibat pengangguran dan kenaikan harga kebutuhan pokok, bahkan sudah naik ketika isu naiknya harga BBM menguat. Meskipun pengusaha menaikkan nilai jual mereka yang akan ditanggung para konsumen, daya beli masyarakat untuk kebutuhan tersier tetap menurun. Untukitu, pengusaha tetaplah menanggung dampak dari kenaikan harga BBM meskipun sedikit.
Baru empat hari pasca pengumuman kebijakan ”maut” tersebut, dampak mulai dirasakan masyarakat, terutama kelas bawah sudah sangat tampak. Nelayan kesulitan membeli bahan bakar, para pengusaha kecil turun omzet karena daya beli masyarakat menurun, dan masih banyak lagi dampak kenaikan harga BBM.
Berbagai macam kritik telah ditujukan kepada Kepala Negara, belum lagi sederetan aksi yang dilakukan berbagai macam organisasi masyarakat dan mahasiswa, mulai aksi damai hingga anarkistis. Namun, ini tak mengubah kebijakan Jokowi dan pemerintahan barunya. Alasan standar pemerintah menarik subsidi BBM karena APBN yang jebol tidaklah dapat diterima.
Masalahnya harga minyak dunia saat ini sedang turun, sehingga alasan tersebut sangat tidak rasional. Alasan lainnya adalah subsidi BBM yang tidak tepat sasaran. Belum lagi alasan pemerintah merelokasi dana subsidi BBM untuk pembangunan infrastruktur yang masih diragukan.
Masyarakat Indonesia sudah telanjur trauma dengan berbagai macam kasus pencurian uang negara oleh para aparat pemerintahan. Dengan adanya relokasi dana tersebut, transparansi kas negara sangat dibutuhkan.
(bbg)