Menaker Akan Melegalkan TKI Ilegal
A
A
A
MAKASSAR - Menteri Tenaga Kerja M Hanif Dhakiri akan mengupayakan tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal dapat dilegalkan. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi tindakan pemulangan TKI ilegal.
Pernyataan itu disampaikan Hanif seusai penandatanganan prasasti Pencanangan Kawasan Industri Makassar (KIMA) sebagai Zona Bebas Pekerja Anak di Kantor PT KIMA di Makassar, Sulawesi Selatan, kemarin. Menurut Hanif, untuk melegalisasikan para TKI ilegal itu perlu ada dorongan, komunikasi, dan koordinasi dengan negara penempatan agar TKI yang tidak berdokumen menjadi berdokumen.
“Kami akan berusaha membuatkan dokumen bagi mereka sehingga menjadi legal. Kalau misalnya tidak bisa karena satu dan lain hal sehingga mereka tetap dipulangkan, maka perlu disiapkan lapangan pekerjaan,” ujarnya. Hanif menambahkan, upaya lain yang harus dilakukan adalah menutup akses pintu keluar ilegal dari Indonesia ke luar negeri, baik yang resmi maupun pintu keluar “jalan tikus”.
Untuk itu, dia mengaku telah berkoordinasi dan bekerja sama dengan beberapa pihak, yakni dengan BNP2TKI, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Imigrasi, dan pihak lain yang terkait. Hanif mengatakan bahwa dia memberi apresiasi kepada Pemprov Sulawesi Selatan dan Pemkot Makassar atas inisiatif terselenggaranya acara Pendeklarasian Zona Bebas Pekerja Anak di Kawasan Industri Makassar (KIMA) tersebut.
Menurutnya, deklarasi tersebut merupakan bentuk keberpihakan, kepedulian, dan dukungan terhadap berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa melalui pendekatan pencegahan dan penghapusan pekerja anak di kawasan industri. “Saya ucapkan selamat atas pengukuhan saudara-saudara sebagai Kader Norma Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Selatan,” ucapnya.
Hanif menuturkan, tidak semua anak Indonesia mempunyai kesempatan memperoleh hak penuh dan menikmati hidup sebagai anak, terutama anak-anak yang terlahir dari keluarga miskin. Biasanya anak dari keluarga miskin atau rumah tangga sangat miskin telah dilibatkan dalam dunia kerja sejak usia dini. Hal itu untuk membantu mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan keluarga.
“Karena itu, tidak mengherankan jika banyak pihak yang berpendapat bahwa faktor kemiskinan menjadi penyumbang terbesar munculnya fenomena pekerja anak,” tuturnya. Hanif juga yakin ketidakberdayaan orang tua dalam memenuhi kebutuhan keluarga, memaksa anak-anak mereka terlibat dalam pekerjaan yang membahayakan, atau bahkan terjerumus dalam bentukbentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu’mang mengatakan, sejak awal pemerintahnya sudah berkomitmen mengurangi jumlah pekerja anak di wilayahnya. Bahkan, Pemprov Sulsel sudah bekerja sama dengan organisasi buruh internasional (ILO) untuk menekan angka pekerja anak di kawasan industri.
“Saya sampaikan kepada Bapak Menteri, kami sudah bekerja sama dengan ILO untuk mengentaskan masalah pekerja anak,” ujarnya. Hal sama juga dikatakan Wakil Wali Kota Makassar Syamsu Rizal. Anak-anak tidak seharusnya berada apalagi bekerja di kawasan Industri. Anakanak seharusnya bersekolah dan bermain bersama temannya.
“Kami harus bersama-sama mengentaskan pekerja anak di zona kawasan industri. Saya yakin tindakan tersebut mampu mencegah adanya tindakan eksploitasi terhadap pekerja anak,” ujarnya. Selain dihadiri Wakil Gubernur Sulsel dan Wakil Wali Kota Makassar, acara tersebut juga dihadiri Direktur ILO Jakarta, Ketua dan Pimpinan Apindo, Kadin, PHRI, REI Provinsi Sulawesi Selatan, serta Direktur Utama PT KIMA (Persero) Abdul Muis.
Kurniawan eka mulyana
Pernyataan itu disampaikan Hanif seusai penandatanganan prasasti Pencanangan Kawasan Industri Makassar (KIMA) sebagai Zona Bebas Pekerja Anak di Kantor PT KIMA di Makassar, Sulawesi Selatan, kemarin. Menurut Hanif, untuk melegalisasikan para TKI ilegal itu perlu ada dorongan, komunikasi, dan koordinasi dengan negara penempatan agar TKI yang tidak berdokumen menjadi berdokumen.
“Kami akan berusaha membuatkan dokumen bagi mereka sehingga menjadi legal. Kalau misalnya tidak bisa karena satu dan lain hal sehingga mereka tetap dipulangkan, maka perlu disiapkan lapangan pekerjaan,” ujarnya. Hanif menambahkan, upaya lain yang harus dilakukan adalah menutup akses pintu keluar ilegal dari Indonesia ke luar negeri, baik yang resmi maupun pintu keluar “jalan tikus”.
Untuk itu, dia mengaku telah berkoordinasi dan bekerja sama dengan beberapa pihak, yakni dengan BNP2TKI, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Imigrasi, dan pihak lain yang terkait. Hanif mengatakan bahwa dia memberi apresiasi kepada Pemprov Sulawesi Selatan dan Pemkot Makassar atas inisiatif terselenggaranya acara Pendeklarasian Zona Bebas Pekerja Anak di Kawasan Industri Makassar (KIMA) tersebut.
Menurutnya, deklarasi tersebut merupakan bentuk keberpihakan, kepedulian, dan dukungan terhadap berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa melalui pendekatan pencegahan dan penghapusan pekerja anak di kawasan industri. “Saya ucapkan selamat atas pengukuhan saudara-saudara sebagai Kader Norma Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Selatan,” ucapnya.
Hanif menuturkan, tidak semua anak Indonesia mempunyai kesempatan memperoleh hak penuh dan menikmati hidup sebagai anak, terutama anak-anak yang terlahir dari keluarga miskin. Biasanya anak dari keluarga miskin atau rumah tangga sangat miskin telah dilibatkan dalam dunia kerja sejak usia dini. Hal itu untuk membantu mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan keluarga.
“Karena itu, tidak mengherankan jika banyak pihak yang berpendapat bahwa faktor kemiskinan menjadi penyumbang terbesar munculnya fenomena pekerja anak,” tuturnya. Hanif juga yakin ketidakberdayaan orang tua dalam memenuhi kebutuhan keluarga, memaksa anak-anak mereka terlibat dalam pekerjaan yang membahayakan, atau bahkan terjerumus dalam bentukbentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu’mang mengatakan, sejak awal pemerintahnya sudah berkomitmen mengurangi jumlah pekerja anak di wilayahnya. Bahkan, Pemprov Sulsel sudah bekerja sama dengan organisasi buruh internasional (ILO) untuk menekan angka pekerja anak di kawasan industri.
“Saya sampaikan kepada Bapak Menteri, kami sudah bekerja sama dengan ILO untuk mengentaskan masalah pekerja anak,” ujarnya. Hal sama juga dikatakan Wakil Wali Kota Makassar Syamsu Rizal. Anak-anak tidak seharusnya berada apalagi bekerja di kawasan Industri. Anakanak seharusnya bersekolah dan bermain bersama temannya.
“Kami harus bersama-sama mengentaskan pekerja anak di zona kawasan industri. Saya yakin tindakan tersebut mampu mencegah adanya tindakan eksploitasi terhadap pekerja anak,” ujarnya. Selain dihadiri Wakil Gubernur Sulsel dan Wakil Wali Kota Makassar, acara tersebut juga dihadiri Direktur ILO Jakarta, Ketua dan Pimpinan Apindo, Kadin, PHRI, REI Provinsi Sulawesi Selatan, serta Direktur Utama PT KIMA (Persero) Abdul Muis.
Kurniawan eka mulyana
(bbg)