PN Bisa Eksekusi Paksa Putusan BANI

Selasa, 30 Desember 2014 - 09:41 WIB
PN Bisa Eksekusi Paksa Putusan BANI
PN Bisa Eksekusi Paksa Putusan BANI
A A A
JAKARTA - Pengadilan negeri (PN) bisa segera mengeksekusi putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dalam kasus sengketa kepemilikan saham TPI karena sifatnya berkekuatan hukum tetap.

Eksekusi bisa dilakukan apabila nanti pihak Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) dua kali mengabaikan teguran pengadilan. Pakar hukum bisnis Frans Hendra Winarta mengatakan, pengadilan negeri bahkan bisa melakukan upaya paksa agar Tutut mau menjalankan putusan BANI tersebut.

Namun, menurut dia, sesuai prosedurnya, PT Berkah Karya Bersama harus terlebih dulu mendaftarkan atau mengajukan permohonan eksekusi putusan BANI tersebut ke pengadilan. Nantinya dengan dasar bahwa putusan BANI sudah terdaftar dan memiliki kekuatan hukum tetap, ketua pengadilan negeri akan memberikan teguran kepada pihak Tutut untuk melaksanakan putusan itu.

Apabila teguran sudah diberikan dua kali dan pihak Tutut tetap mengabaikan, tidak ada alasan bagi pengadilan untuk tidak melakukan eksekusi. “Istilahnya aanmaning (teguran) itu ditunggu sampai dua kali. Kalau tidak juga dilakukan, ya, dieksekusi. Artinya putusan BANI yang berkekuatan hukum tetap itu didaftarkan dulu, setelah itu sudah punya kekuatan untuk dieksekusi,” ungkap Frans di Jakarta kemarin.

Menurut dia, dalam teorinya, semua putusan yang berkekuatan hukum tetap seharusnya dapat dieksekusi. Dalam kasus TPI, cepat atau lambat, eksekusi BANI dapat dilakukan, tergantung pada pendaftaran permohonan yang dilayangkan PT Berkah. Frans menambahkan, eksekusi yang dilakukan pengadilan nanti harus 100% sesuai dengan putusan BANI.

Dalam eksekusinya pengadilan tidak punya wewenang untuk mengubah putusan tersebut. Frans juga mengingatkan, arbitrase adalah jalur penyelesaian sengketa hukum yang diakui oleh negara sehingga semua pihak termasuk penegak hukum seperti pengadilan harus menghargai keputusan BANI.

“Putusan BANI sama tingginya dengan pengadilan dan bersifat final and binding (final dan mengikat) sehingga tidak ada alasan untuk tidak melaksanakannya,” kata Frans. Sesuai putusan BANI, eksekusi terhadap Tutut itu berupa pengakuan atas 75% saham milik PT Berkah dan kewajiban Tutut membayar kelebihan bayar yang dilakukan PT Berkah.

BANI menilai pihak Tutut terbukti melakukan iktikad buruk dan melanggar penjanjian bisnis karenanya dia diminta membayar kerugian utang sebesar Rp510 miliar kepada PT Berkah. Tutut juga diwajibkan membayar Rp2,3 miliar sebagai bagian dari biaya sengketa di BANI yang ketika di awal sidang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh PT Berkah sebesar Rp4,6 miliar.

Setelah putusan BANI dijatuhkan pada 12 Desember 2014, kubu Tutut terkesan tidak mau menjalankan putusan arbitrase itu. Salah satu putusan BANI itu adalah Tutut bersalah karena dianggap melakukan wanprestasi atas surat kuasa yang telah diberikan kepada PT Berkah. Kendati demikian, Frans mengingatkan, sering kali pihak pengadilan tidak melaksanakan eksekusi apabila tidak ada barang untuk disita.

Selain itu, berdasarkan pengalamannya, cukup banyak kasus di mana pengadilan tidak berani mengeksekusi dengan berbagai pertimbangan. Bahkan, pengadilan terkadang tidak melakukan eksekusi karena ada intervensi politik. Dia mengingatkan hal itu karena dalam kasus sengketa kepemilikan saham TPI ini yang terlibat adalah pihak yang pernah berkuasa.

“Teorinya kalau berkekuatan hukum tetap harus dieksekusi, tapi hukum di negara ini kan sering kali tidak diindahkan karena adanya intervensi,” lanjutnya. Putusan BANI dalam kasus sengketa kepemilikan saham TPI ini berbeda dengan putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya yang memenangkan kubu Tutut.

Namun diduga ada kejanggalan dalam putusan MA yang diketuai hakim agung M Saleh dengan hakim anggota Hamdi dan Abdul Manan tersebut. Langkah MA yang memutus kasus TPI tersebut kontroversial dan dinilai melanggar UU Nomor 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sebab kasus yang telah ditangani BANI seharusnya tidak lagi ditangani pengadilan negeri.

Kuasa Hukum PT Berkah Andi F Simangunsong menyatakan hingga saat ini pihaknya tengah melakukan penagihan terhadap pihak Tutut. Baginya, beban utang sebesar Rp510 miliar seperti yang termaktub dalam putusan BANI telah berkekuatan hukum tetap sehingga pihak Tutut harus menjalankan putusan tersebut. “Sekarang proses penagihan sedang berjalan. Kalau kubu Tutut menolak, maka kepailitan merupakan salah satu opsi yang dapat diambil oleh PT Berkah,” ungkap Andi.

Nurul adriyana/Danti daniel
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1571 seconds (0.1#10.140)