Tak Lunasi Utang, Tutut Terancam Dipailitkan
A
A
A
JAKARTA - PT Berkah Karya Bersama menegaskan pihak Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) harus memenuhi kewajibannya atas utang sebesar Rp510 miliar terkait perkara kepemilikan saham TPI sesuai putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Jika menolak, Tutut terancam dipailitkan atas ketidakmampuan membayar utang. KuasahukumPTBerkah, Andi F Simangunsong, menyatakan, hingga saat ini pihaknya masih melakukan penagihan terhadap pihak Tutut. Baginya, beban utang sebesar Rp 510 miliar seperti yang termaktub dalam putusan BANI berkekuatan hukum tetap sehingga seharusnya pihak Tutut menerima konsekuensi dan menjalankan putusan tersebut.
Menurut Andi, pihaknya bahkan terpaksa akan melakukan pailit terhadap Tutut jika tidak kooperatif dalam melunasi utangnya tersebut. “Sekarang proses penagihan sedang berjalan. Kalau kubu Tutut menolak, kepailitan merupakan salah satu opsi yang dapat diambil PT Berkah,” ungkap Andi saat dihubungi di Jakarta kemarin. Mengenai batasan waktu yang diberikan kepada pihak Tutut untuk melunasi utang, Andi mengatakan, PT Berkah sudah memperhitungkan itu, namun tidak bisa membeberkan.
“Itu bagian dari strategi,” lanjutnya. Dia menegaskan, putusan BANI berkekuatan hukum tetap sehingga harus dipatuhi. Atas dasar itu, kepemilikan saham TPI sebesar 75% adalah sah milik PT Berkah. Dengan putusan BANI pula, putusan Mahkamah Agung (MA) yang sebelumnya memenangkan Tutut juga dinilai gugur sehingga eksekusi bisa dilakukan dengan mengacu pada putusan BANI.
Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf, menyatakan, putusan BANI memang bisadieksekusisegeramengingat sudah berkekuatan hukum tetap. “Iya, seharusnya bisa cepat (dieksekusi), kan sudah inkracht,” ungkap Asep kemarin.
Terkait tindakan pailit, Asep menyatakan, jika Tutut terindikasi tidak mampu membayar utang yang dibebankan seperti putusan BANI, PT Berkah bisa melakukan itu. Namun, Asep menyatakan, untuk sampai ke tindakan pailit, PT Berkah harus memastikan ada perintah pengadilan untuk eksekusi. Meski putusan BANI berkekuatan hukum tetap, namun tidak memiliki kewenangan eksekusi.
Untuk itu, dia berpandangan PT Berkah harus mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan. Asep mengatakan, perihal pembayaran utang secara hukum perdata dimungkinkan ada.
“Tapi, yang pasti eksekusi dulu. Setelah itu kalau dia (Tutut) tidak memenuhi kewajiban hukumnya, dalam hal ini tidak membayar utang, pailit bisa dilakukan. Pailit itu kan kondisi hukum di mana seseorang tidak mampu melunasi utangnya. Dia tidak bisa mengelak, apa yang diputuskan harus dijalankan,” lanjutnya.
Dalam putusan BANI tertanggal 12 Desember 2014, pihak Tutut dianggap lalai karena tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian bisnis dengan PT Berkah.
Dengan kata lain, Tutut dianggap wanprestasi. BANI menilai Tutut terbukti beriktikad buruk dan melanggar penjanjian bisnis sehingga diwajibkan membayar kerugian utang sebesar Rp510 miliar kepada PT Berkah. Putusan BANI ini berbeda dengan putusan MA yang memenangkan kubu Tutut. Namun, diduga ada kejanggalan dalam putusan MA yang diketuai hakim agung M Saleh dengan hakim anggota Hamdi dan Abdul Manan tersebut.
Langkah MA yang memutus kasus Televisi Pendidikan Indonesia itu kontroversial dan dinilai melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sebab kasus yang telah ditangani BANI seharusnya tidak boleh lagi ditangani MA.
Nurul adriyana
Jika menolak, Tutut terancam dipailitkan atas ketidakmampuan membayar utang. KuasahukumPTBerkah, Andi F Simangunsong, menyatakan, hingga saat ini pihaknya masih melakukan penagihan terhadap pihak Tutut. Baginya, beban utang sebesar Rp 510 miliar seperti yang termaktub dalam putusan BANI berkekuatan hukum tetap sehingga seharusnya pihak Tutut menerima konsekuensi dan menjalankan putusan tersebut.
Menurut Andi, pihaknya bahkan terpaksa akan melakukan pailit terhadap Tutut jika tidak kooperatif dalam melunasi utangnya tersebut. “Sekarang proses penagihan sedang berjalan. Kalau kubu Tutut menolak, kepailitan merupakan salah satu opsi yang dapat diambil PT Berkah,” ungkap Andi saat dihubungi di Jakarta kemarin. Mengenai batasan waktu yang diberikan kepada pihak Tutut untuk melunasi utang, Andi mengatakan, PT Berkah sudah memperhitungkan itu, namun tidak bisa membeberkan.
“Itu bagian dari strategi,” lanjutnya. Dia menegaskan, putusan BANI berkekuatan hukum tetap sehingga harus dipatuhi. Atas dasar itu, kepemilikan saham TPI sebesar 75% adalah sah milik PT Berkah. Dengan putusan BANI pula, putusan Mahkamah Agung (MA) yang sebelumnya memenangkan Tutut juga dinilai gugur sehingga eksekusi bisa dilakukan dengan mengacu pada putusan BANI.
Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf, menyatakan, putusan BANI memang bisadieksekusisegeramengingat sudah berkekuatan hukum tetap. “Iya, seharusnya bisa cepat (dieksekusi), kan sudah inkracht,” ungkap Asep kemarin.
Terkait tindakan pailit, Asep menyatakan, jika Tutut terindikasi tidak mampu membayar utang yang dibebankan seperti putusan BANI, PT Berkah bisa melakukan itu. Namun, Asep menyatakan, untuk sampai ke tindakan pailit, PT Berkah harus memastikan ada perintah pengadilan untuk eksekusi. Meski putusan BANI berkekuatan hukum tetap, namun tidak memiliki kewenangan eksekusi.
Untuk itu, dia berpandangan PT Berkah harus mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan. Asep mengatakan, perihal pembayaran utang secara hukum perdata dimungkinkan ada.
“Tapi, yang pasti eksekusi dulu. Setelah itu kalau dia (Tutut) tidak memenuhi kewajiban hukumnya, dalam hal ini tidak membayar utang, pailit bisa dilakukan. Pailit itu kan kondisi hukum di mana seseorang tidak mampu melunasi utangnya. Dia tidak bisa mengelak, apa yang diputuskan harus dijalankan,” lanjutnya.
Dalam putusan BANI tertanggal 12 Desember 2014, pihak Tutut dianggap lalai karena tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian bisnis dengan PT Berkah.
Dengan kata lain, Tutut dianggap wanprestasi. BANI menilai Tutut terbukti beriktikad buruk dan melanggar penjanjian bisnis sehingga diwajibkan membayar kerugian utang sebesar Rp510 miliar kepada PT Berkah. Putusan BANI ini berbeda dengan putusan MA yang memenangkan kubu Tutut. Namun, diduga ada kejanggalan dalam putusan MA yang diketuai hakim agung M Saleh dengan hakim anggota Hamdi dan Abdul Manan tersebut.
Langkah MA yang memutus kasus Televisi Pendidikan Indonesia itu kontroversial dan dinilai melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sebab kasus yang telah ditangani BANI seharusnya tidak boleh lagi ditangani MA.
Nurul adriyana
(ars)