Anggota DPR Rawan Manipulasi Laporan Reses
A
A
A
JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menengarai sejumlah oknum anggota DPR tidak menggunakan waktu reses sebagaimana mestinya, yakni untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya.
Research Manager Formappi LuciusKarusmenjelaskan, setiap anggota DPR membawa sekitar Rp150 juta dana untuk membiayai keperluan resesnya sehingga seharusnya ada hasil konkret yang diperoleh. Dia meminta DPR melalui fraksi dan alat kelengkapan Dewan (AKD) seperti Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atau komisi untuk bisa melakukan kontrol dengan meminta laporan secara tertulis agenda reses anggota beserta laporan penggunaan dana.
“Laporan itu bentuk akuntabilitas DPR terhadap publik. Laporan juga penting untuk mengonfirmasi sejauh mana fungsi representasi DPR dipraktikkan oleh anggota,” jelasnya kemarin. Menurut dia, aturannya setiap habis reses tiap anggota DPR memang wajib membuat laporan kegiatan ke fraksi. Namun yang dinilai perlu didorong adalah bagaimana laporan-laporan tersebut bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
“Untuk menjamin kebenarannya mestinya anggota tidak hanya melaporkan kepada fraksi saja kegiatannya. Mereka harus membuat catatan untuk disampaikan kepada publik,” papar Lucius. Lucius berpendapat, kalau laporan hanya ditujukan kepada fraksi, kecenderungan untuk memanipulasi kegiatan selalu terbuka dan fraksi yang condong melindungi anggotanya tidak ingin memberitahukan ke publik tentang laporan anggotanya.
Lebih jauh dia menjelaskan, berdasarkan data Formappi pada reses 2012, sekitar 70% anggota DPR tidak turun ke dapil. Jadi, menurut data itu, banyak anggota menggunakan reses untuk aktivitas pribadi yang bukan dalam rangka fungsinya sebagai wakil rakyat. Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Teguh Juwarno mengatakan, pada reses perdana ini dirinya bersama sejumlah anggota Fraksi PAN lainnya mengembangkan konsep Pandora atau Panggung Pendapa Rakyat.
“Konsepnya menyerap aspirasi langsung dari konstituen sekaligus sebagai bahan sikap politik anggota DPR terhadap isu-isu nasional. Apa yang disampaikan tersebut menjadi sikap politik anggota legislatif untuk diperjuangkan,” ujar Teguh kemarin.
Menurut dia, langkah tersebut sekaligus untuk menjawab keluhan bahwa anggota DPR tidak pernah turun ke dapil atau hanya datang kalau mendekati waktu pemilu. “Kali ini konstituen diundang secara sukarela. Kami bikin di pendapa, tapi bisa juga di pasar dengan memakai tenda,” ujarnya.
Kiswondari
Research Manager Formappi LuciusKarusmenjelaskan, setiap anggota DPR membawa sekitar Rp150 juta dana untuk membiayai keperluan resesnya sehingga seharusnya ada hasil konkret yang diperoleh. Dia meminta DPR melalui fraksi dan alat kelengkapan Dewan (AKD) seperti Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atau komisi untuk bisa melakukan kontrol dengan meminta laporan secara tertulis agenda reses anggota beserta laporan penggunaan dana.
“Laporan itu bentuk akuntabilitas DPR terhadap publik. Laporan juga penting untuk mengonfirmasi sejauh mana fungsi representasi DPR dipraktikkan oleh anggota,” jelasnya kemarin. Menurut dia, aturannya setiap habis reses tiap anggota DPR memang wajib membuat laporan kegiatan ke fraksi. Namun yang dinilai perlu didorong adalah bagaimana laporan-laporan tersebut bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
“Untuk menjamin kebenarannya mestinya anggota tidak hanya melaporkan kepada fraksi saja kegiatannya. Mereka harus membuat catatan untuk disampaikan kepada publik,” papar Lucius. Lucius berpendapat, kalau laporan hanya ditujukan kepada fraksi, kecenderungan untuk memanipulasi kegiatan selalu terbuka dan fraksi yang condong melindungi anggotanya tidak ingin memberitahukan ke publik tentang laporan anggotanya.
Lebih jauh dia menjelaskan, berdasarkan data Formappi pada reses 2012, sekitar 70% anggota DPR tidak turun ke dapil. Jadi, menurut data itu, banyak anggota menggunakan reses untuk aktivitas pribadi yang bukan dalam rangka fungsinya sebagai wakil rakyat. Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Teguh Juwarno mengatakan, pada reses perdana ini dirinya bersama sejumlah anggota Fraksi PAN lainnya mengembangkan konsep Pandora atau Panggung Pendapa Rakyat.
“Konsepnya menyerap aspirasi langsung dari konstituen sekaligus sebagai bahan sikap politik anggota DPR terhadap isu-isu nasional. Apa yang disampaikan tersebut menjadi sikap politik anggota legislatif untuk diperjuangkan,” ujar Teguh kemarin.
Menurut dia, langkah tersebut sekaligus untuk menjawab keluhan bahwa anggota DPR tidak pernah turun ke dapil atau hanya datang kalau mendekati waktu pemilu. “Kali ini konstituen diundang secara sukarela. Kami bikin di pendapa, tapi bisa juga di pasar dengan memakai tenda,” ujarnya.
Kiswondari
(ars)