Barang Mewah Dihadang Pajak

Minggu, 28 Desember 2014 - 13:17 WIB
Barang Mewah Dihadang Pajak
Barang Mewah Dihadang Pajak
A A A
Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk menaikkan pendapatan pajak guna menambah anggaran belanja negara. Salah satu yang dinilai efektif adalah mengenakan pajak super tinggi bagi barang-barang mewah.

Kenaikan pajak barang mewah (PPnBM) tidak banyak terdengar, namun dampaknya sangat dirasakan bagi pengusaha dan pengguna kendaraan yang dinilai mewah. Kenaikan harga yang signifikan dikhawatirkan akan mengganggu bisnis dan memunculkan penyelundupan.

Tarif baru PPnBM yang sudah ditetapkan beberapa bulan lalu membuat harga naik drastis. Tarif pajak bisa melebihi harga pokok dari sebuah barang mewah karena tarif yang dikenakan bisa mencapai 125%. Tarif PPnBM, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.011/2014, bervariasi mulai dari 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, hingga 125%.

Dalam permenkeu tersebut ada perincian tentang masing-masing item yang dikenakan pajak tertentu. Pajak 75% misalnya dikenakan untuk kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi advance diesel/petrol engine, dual petrol gas engine, (converter kit CNG/ LGV), biofuel engine, hybrid engine, CNG/ LGV dedicated engine, dengan konsumsi bahan bakar minyak mulai dari 20 kilometer per liter sampai 28 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu.

Sementara pajak 50% diberlakukan untuk kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi advance diesel/petrol engine, dual petrol gas engine, (converter kit CNG/ LGV), biofuel engine, hybrid engine, CNG/ LGV dedicated engine, dengan konsumsi bahan bakar minyak lebih dari 28 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu.

Tarif lebih besar hingga 125% diberikan kepada kendaraan mewah seperti brand terkenal Harley-Davidson, Lamborghini, Ferrari dan lainnya. Kalangan pencinta Harley-Davidson mengang g a p tarif ini cukup tinggi. Harga kendaraan di Indonesia bisa lebih dari dua kali lipat harga asli. Harga motor Harley-Davidson yang sebelumnya sekitar Rp500 jutaan menjadi Rp800 juta setelah tarif PPnBM dinaikkan.

“Dengan harga yang melonjak akibat kenaikan pajak, para penyuka motor-motor Harley tidak surut niatnya untuk menggunakan barang baru. Kemudian bagaimana cara mendapatkan, tetapi tidak dengan harga yang semahal itu? Bisa saja ada yang menggunakan kesempatan dengan mengandalkan penyelundupan,” ungkap Presiden Direktur Mabua Harley-Davidson Djonnie Rahmat.

Djonnie menilai, kenaikan tarif PPnBM tidak sejalan dengan semangat pertumbuhan ekonomi karena bisa membuat bisnis lesu. “Di Indonesia motor-motor seperti Harley dianggap barang mewah. Motor di atas 500 cc sudah dianggap sebagai barang mewah,” katanya. Agar harga tetap terjangkau, Djonnie menawarkan strategi kredit kepada calon konsumennya.

Tawaran ini menjadi lebih menarik karena melalui lembaga pembiayaan nonbank atau tanpa bunga. Konsumen bisa hanya membayar sebesar 65% terlebih dahulu, sedangkan sisanya dibayar tahun depan. Promo lain yang dilakukan Djonnie adalah layanan servis gratis bagi pengguna Harley-Davidson selama dua tahun kemudian pergantian spare part tertentu pada tahun ketiga.

“Kita tetap menjaga lifestyle dari Harley seperti melakukan touring yang sampai sekarang terus berjalan,” ungkap Djonnie. Keberatan terhadap penerapan tarif baru PPnBM ini juga disampaikan Yunadi, perwakilan dari Harley Owners Group (HOG) Jakarta. “Pemerintah dengan maksud mendapatkan pemasukan yang lebih besar, menaikkan menjadi Rp500 juta per motor, tetapi yang diimpor Mabua ke Indonesia bukan 1.000, tetapi 100 sehingga tidak mencapai sasaran,” kata Yunadi.

Kekhawatiran penurunan penjualan seiring tarif baru PPnBM terbukti. Penjualan produk Harley-Davidson misalnya turun hingga 60%. Pengamat automotif Suhari Sargo memandang, kenaikan PPnBM memang untuk menaikkan pendapatan negara dan menekan permintaan atas mobilmobil mewah atau motor-motor mewah.

Menurutnya, penurunan penjualan kendaraan mewah harus dilihat dulu penyebabnya secara objektif. “Apakah karena PPnBM tadi atau karena perekonomian kita sehingga daya beli yang menurun? Beberapa bulan terakhir memang berat ditambah nilai tukar dan segala macam,” ucapnya. Suhari menambahkan, kendaraan mewah segmen pasarnya berbeda.

“Kalau mobil mewah atau moge (motor gede) memang untuk kalangan atas di mana daya beli sangat kuat. Barang mewah kan kategori sekunder atau tersier. Lain halnya dengan lapisan bawah yang kehidupannya benar-benar berubah saat harga BBM naik,” tuturnya.

Islahuddin/Oktiani endarwati
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4359 seconds (0.1#10.140)