Pilkada Serentak Bisa Tambah 100 Daerah
A
A
A
JAKARTA - Daerah yang akan menggelar pilkada serentak dipastikan bertambah 100 jika jadwal pilkada serentak 2015 diundur ke 2016. Awalnya, 100 daerah ini akan diikutkan pada pilkada serentak tahap II pada 2018.
Namun, jika pilkada serentak tahap I digelar pada 2016, seluruh daerah tersebut tidak perlu lagi menunggu dua tahun untuk memilih kepala daerah definitif. Seluruh kepala daerah pada 100 daerah ini akan berakhir masa jabatannya pada 2016.
“Jadi nanti totalnya ada 304 daerah yang bisa ikut pilkada serentak 2016,” ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kemarin. Pemunduran jadwal pilkada ke 2016 itu tidak hanya memberikan waktu yang lebih luas kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melakukan persiapan secara baik, tapi daerah juga tidak perlu dipimpin oleh pejabat pelaksana tugas (plt) dalam waktu yang lama.
Jika 100 daerah ini harus ikut pilkada serentak pada 2018, daerah tersebut akan dipimpin oleh plt kepala daerah selama sekitar dua tahun. “Jadi tidak perlu lagi ada pejabat plt karena pilkada masih bisa dilaksanakan sesuai berakhirnya masa tugas kepala daerah yang menjabat,” kata Titi.
Diketahui, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merencanakan akan menggelar pilkada serentak selama tiga tahap. Rencana awal, pilkada serentak 2015 akan diikuti 204 daerah. Selanjutnya pilkada serentak pada 2018 diikuti 285 daerah. Khusus pilkada serentak pada 2018, itu merupakan penggabungan pilkada pada 2016 sebanyak 100 daerah, 2017 (67), dan 2018 (118).
Pemerintah akan menggelar pilkada serentak untuk seluruh provinsi, kabupaten dan kota se-Indonesia pada 2020 yang diikuti 542 daerah. Sebelumnya Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan efisiensi dan efektivitas akan dicapai jika pilkada digelar serentak. Efisiensi dan efektivitas itu makin besar jika jumlah daerah yang menggelar pilkada serentak juga semakin banyak.
Komisioner KPU Ida Budhiati menilai pemunduran jadwal pilkada ke 2016 dapat membuat persiapan KPU lebih matang. Diketahui, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang akan menjadi payung hukum pilkada serentak baru dibahas DPR pada Januari 2015.
Jika perppu disetujui berlaku pada Februari, KPU baru bisa melaksanakan tahapan pendaftaran bakal calon kepala daerah pada Maret 2015. Kondisi itu memaksa KPU harus menggelar pilkada serentak pada Desember 2015. “Jika diundur tentu jadi lebih bisa diatur, tidak hanya bagi penyelenggara tetapi juga para bakal calon. Kalau pilkadanya 2015, waktu yang dimiliki penyelenggara dan calon peserta memang sangat singkat bahkan untuk memulai tahapan waktu sangat terbatas,” ungkap Ida. Presiden
Bisa Buat Perppu Baru
Sejauh ini perdebatan soal pemunduran jadwal pilkada masih bergulir. Sebagian kalangan menilai tidak mudah karena perppu mengatur pilkada harus dilaksanakan pada 2015. Pada Pasal 201 perppu tersebut disebutkan, pemungutan suara serentak dalam pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang masa jabatannya berakhir pada 2015 dilaksanakan di hari dan bulan yang sama pada 2015.
Namun, Presiden Joko Widodo dinilai bisa membuat perppu baru untuk mengatur pengunduran jadwal tersebut. Pembuatan perppu dinilai tidak memakan waktu yang panjang jika dibandingkan merevisi undang-undang. “Jika memang KPU tidak dapat menyelenggarakan pilkada secara serentak pada 2015, pemerintah bisa mengeluarkan perppu lagi. Saya melihat proses legislasi lebih baik melalui perppu,” ujar Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pemekaran dan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng.
Menurut dia, alasan ketidakmampuan KPU untuk menyelenggarakan pilkada dalam kondisi waktu yang mepet dapat menjadi alasan yang genting untuk presiden mengeluarkan perppu. Perppu inilah yang akan menjadi payung hukum penyelenggaraan pilkada pada 2016.
Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Politik Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh mengatakan, merevisi waktu pilkada bukanlah hal yang rumit. Namun, dia mengakui bahwa hal ini sangat bergantung pada proses politik di DPR. “Kalau memang sudah ada kesepakatan dengan DPR itu bisa cepat seperti saat merevisi UU MD3. Kalau mau diubah maka perppu sekarang harus disetujui dulu,” katanya.
Dian ramdhani/Dita angga
Namun, jika pilkada serentak tahap I digelar pada 2016, seluruh daerah tersebut tidak perlu lagi menunggu dua tahun untuk memilih kepala daerah definitif. Seluruh kepala daerah pada 100 daerah ini akan berakhir masa jabatannya pada 2016.
“Jadi nanti totalnya ada 304 daerah yang bisa ikut pilkada serentak 2016,” ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kemarin. Pemunduran jadwal pilkada ke 2016 itu tidak hanya memberikan waktu yang lebih luas kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melakukan persiapan secara baik, tapi daerah juga tidak perlu dipimpin oleh pejabat pelaksana tugas (plt) dalam waktu yang lama.
Jika 100 daerah ini harus ikut pilkada serentak pada 2018, daerah tersebut akan dipimpin oleh plt kepala daerah selama sekitar dua tahun. “Jadi tidak perlu lagi ada pejabat plt karena pilkada masih bisa dilaksanakan sesuai berakhirnya masa tugas kepala daerah yang menjabat,” kata Titi.
Diketahui, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merencanakan akan menggelar pilkada serentak selama tiga tahap. Rencana awal, pilkada serentak 2015 akan diikuti 204 daerah. Selanjutnya pilkada serentak pada 2018 diikuti 285 daerah. Khusus pilkada serentak pada 2018, itu merupakan penggabungan pilkada pada 2016 sebanyak 100 daerah, 2017 (67), dan 2018 (118).
Pemerintah akan menggelar pilkada serentak untuk seluruh provinsi, kabupaten dan kota se-Indonesia pada 2020 yang diikuti 542 daerah. Sebelumnya Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan efisiensi dan efektivitas akan dicapai jika pilkada digelar serentak. Efisiensi dan efektivitas itu makin besar jika jumlah daerah yang menggelar pilkada serentak juga semakin banyak.
Komisioner KPU Ida Budhiati menilai pemunduran jadwal pilkada ke 2016 dapat membuat persiapan KPU lebih matang. Diketahui, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang akan menjadi payung hukum pilkada serentak baru dibahas DPR pada Januari 2015.
Jika perppu disetujui berlaku pada Februari, KPU baru bisa melaksanakan tahapan pendaftaran bakal calon kepala daerah pada Maret 2015. Kondisi itu memaksa KPU harus menggelar pilkada serentak pada Desember 2015. “Jika diundur tentu jadi lebih bisa diatur, tidak hanya bagi penyelenggara tetapi juga para bakal calon. Kalau pilkadanya 2015, waktu yang dimiliki penyelenggara dan calon peserta memang sangat singkat bahkan untuk memulai tahapan waktu sangat terbatas,” ungkap Ida. Presiden
Bisa Buat Perppu Baru
Sejauh ini perdebatan soal pemunduran jadwal pilkada masih bergulir. Sebagian kalangan menilai tidak mudah karena perppu mengatur pilkada harus dilaksanakan pada 2015. Pada Pasal 201 perppu tersebut disebutkan, pemungutan suara serentak dalam pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang masa jabatannya berakhir pada 2015 dilaksanakan di hari dan bulan yang sama pada 2015.
Namun, Presiden Joko Widodo dinilai bisa membuat perppu baru untuk mengatur pengunduran jadwal tersebut. Pembuatan perppu dinilai tidak memakan waktu yang panjang jika dibandingkan merevisi undang-undang. “Jika memang KPU tidak dapat menyelenggarakan pilkada secara serentak pada 2015, pemerintah bisa mengeluarkan perppu lagi. Saya melihat proses legislasi lebih baik melalui perppu,” ujar Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pemekaran dan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng.
Menurut dia, alasan ketidakmampuan KPU untuk menyelenggarakan pilkada dalam kondisi waktu yang mepet dapat menjadi alasan yang genting untuk presiden mengeluarkan perppu. Perppu inilah yang akan menjadi payung hukum penyelenggaraan pilkada pada 2016.
Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Politik Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh mengatakan, merevisi waktu pilkada bukanlah hal yang rumit. Namun, dia mengakui bahwa hal ini sangat bergantung pada proses politik di DPR. “Kalau memang sudah ada kesepakatan dengan DPR itu bisa cepat seperti saat merevisi UU MD3. Kalau mau diubah maka perppu sekarang harus disetujui dulu,” katanya.
Dian ramdhani/Dita angga
(bbg)