UN Diganti Evaluasi Nasional
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah tampaknya serius menghapus ujian nasional (UN) yang selalu menuai kontroversi. UN akan diganti menjadi evaluasi nasional (EN). Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan Teuku Ramli Zakaria mengatakan, pihaknya sudah menggelar rapat dengan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud.
Dia mengatakan, saat ini masih dalam tahap usulan UN berganti nama menjadi EN. Diperkirakan minggu depan sudah akan ada kepastian nasib pengganti UN tersebut. ”Kami harap sudah jelas pekan depan. Sampai saat ini rapat-rapat masih berlangsung,” katanya kepada wartawan kemarin di Jakarta. Ramli menjelaskan, pihaknya ingin mengembalikan fungsi ujian sebagai evaluasi pengajaran.
Evaluasi ini mencakup bagaimana melihat kualitas guru dan siswa serta satuan pendidikannya secara keseluruhan. Ramli menerangkan, diharapkan segera ada keputusan atas reformasi UN ini oleh Kemendikbud. Jika memang tidak mencukupi waktunya maka rujukan kelulusan UN akan memakai Permendikbud No 44/ 2014, di mana nilai ujian siswa ditentukan oleh ujian sekolah dan nilai UN dengan perbandingan 50%-50%.
Dirjen Pendidikan Dasar Kemendikbud Hamid Muhammad mengakui ada pembahasan evaluasi UN antara BSNP dan Balitbang. Namun, Hamid tidak bisa menjawab pertanyaan lebih lanjut karena legitimasi UN berada di pembahasan kedua belah pihak tersebut.
”Sampai saat ini masih dibahas, namun masih belum ada keputusan final apakah UN berlanjut atau hanya diganti saja,” jelasnya kepada KORAN SINDO kemarin. Ketua Umum PB Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistiyo berpendapat, sistem ujian nasional memang harus diperbaiki. Evaluasi penilaian yang diharapkan ialah yang lebih menghargai guru, proses pembelajaran, dan prestasi peserta didik secara komprehensif.
Sulis menuturkan, dalam UN yang berlangsung saat ini tidak ada sistem yang mendorong terwujudnya kejujuran dalam pendidikan dan meniadakan kecurangan. Pemerintah juga harus mengevaluasi UN karena tidak mendorong semangat sportivitas dan semangat percaya diri. Praktisi pendidikan dari Uhamka Elin Driana mengaku setuju jika UN hanya pemetaan, sebab dalam 10 tahun terakhir mutu pendidikan pun tidak meningkat.
Bahkan berdasarkan perhitungan PISA dan TIMSS, kemampuan siswa siswi Indonesia dalam matematika dan sains sangat lemah, bahkan berada di peringkat paling bawah dalam 10 tahun terakhir ini. ”UN sebagai syarat kelulusan juga banyak efek negatifnya. Sudah sebaiknya dievaluasi,” ungkapnya.
Koordinator Education Forum ini menambahkan, efek negatif UN dalam proses pembelajaran misalnya siswa hanya diajarkan latihan soal yang diujikan di UN. Hal ini menyebabkan proses kreativitas dan inovasi siswa terhambat. Sekolah pun karena mengkhawatirkan angka kelulusan di sekolahnya rendah, maka melegalkan contek-mencontek hingga memberikan jawaban soal ke anak didiknya.
Namun jika memang UN hanya sebagai evaluasi, terangnya, maka harus jelas evaluasi yang seperti yang akan dihasilkan. Perbaikan sekolah yang saat ini hanya 25% yang memenuhi standar pelayanan minimal pun harus terdefinisi dengan jelas apa kriteria perbaikannya. Kesenjangan mutu dan sarana pendidikan antara di perkotaan dan pedesaan juga harus diberesi. Sementara itu, diskriminasi sekolah favorit dan umum juga harus dihapuskan.
Neneng zubaidah
Dia mengatakan, saat ini masih dalam tahap usulan UN berganti nama menjadi EN. Diperkirakan minggu depan sudah akan ada kepastian nasib pengganti UN tersebut. ”Kami harap sudah jelas pekan depan. Sampai saat ini rapat-rapat masih berlangsung,” katanya kepada wartawan kemarin di Jakarta. Ramli menjelaskan, pihaknya ingin mengembalikan fungsi ujian sebagai evaluasi pengajaran.
Evaluasi ini mencakup bagaimana melihat kualitas guru dan siswa serta satuan pendidikannya secara keseluruhan. Ramli menerangkan, diharapkan segera ada keputusan atas reformasi UN ini oleh Kemendikbud. Jika memang tidak mencukupi waktunya maka rujukan kelulusan UN akan memakai Permendikbud No 44/ 2014, di mana nilai ujian siswa ditentukan oleh ujian sekolah dan nilai UN dengan perbandingan 50%-50%.
Dirjen Pendidikan Dasar Kemendikbud Hamid Muhammad mengakui ada pembahasan evaluasi UN antara BSNP dan Balitbang. Namun, Hamid tidak bisa menjawab pertanyaan lebih lanjut karena legitimasi UN berada di pembahasan kedua belah pihak tersebut.
”Sampai saat ini masih dibahas, namun masih belum ada keputusan final apakah UN berlanjut atau hanya diganti saja,” jelasnya kepada KORAN SINDO kemarin. Ketua Umum PB Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistiyo berpendapat, sistem ujian nasional memang harus diperbaiki. Evaluasi penilaian yang diharapkan ialah yang lebih menghargai guru, proses pembelajaran, dan prestasi peserta didik secara komprehensif.
Sulis menuturkan, dalam UN yang berlangsung saat ini tidak ada sistem yang mendorong terwujudnya kejujuran dalam pendidikan dan meniadakan kecurangan. Pemerintah juga harus mengevaluasi UN karena tidak mendorong semangat sportivitas dan semangat percaya diri. Praktisi pendidikan dari Uhamka Elin Driana mengaku setuju jika UN hanya pemetaan, sebab dalam 10 tahun terakhir mutu pendidikan pun tidak meningkat.
Bahkan berdasarkan perhitungan PISA dan TIMSS, kemampuan siswa siswi Indonesia dalam matematika dan sains sangat lemah, bahkan berada di peringkat paling bawah dalam 10 tahun terakhir ini. ”UN sebagai syarat kelulusan juga banyak efek negatifnya. Sudah sebaiknya dievaluasi,” ungkapnya.
Koordinator Education Forum ini menambahkan, efek negatif UN dalam proses pembelajaran misalnya siswa hanya diajarkan latihan soal yang diujikan di UN. Hal ini menyebabkan proses kreativitas dan inovasi siswa terhambat. Sekolah pun karena mengkhawatirkan angka kelulusan di sekolahnya rendah, maka melegalkan contek-mencontek hingga memberikan jawaban soal ke anak didiknya.
Namun jika memang UN hanya sebagai evaluasi, terangnya, maka harus jelas evaluasi yang seperti yang akan dihasilkan. Perbaikan sekolah yang saat ini hanya 25% yang memenuhi standar pelayanan minimal pun harus terdefinisi dengan jelas apa kriteria perbaikannya. Kesenjangan mutu dan sarana pendidikan antara di perkotaan dan pedesaan juga harus diberesi. Sementara itu, diskriminasi sekolah favorit dan umum juga harus dihapuskan.
Neneng zubaidah
(bbg)