Komnas HAM Ragukan Program Nawa Cita Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai penuntasan dan pengungkapan kasus-kasus pelanggaran HAM berat jalan di tempat. Mulai rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga diteruskan penggantinya Joko Widodo (Jokowi).
Komnas HAM bahkan ragu dengan sikap pemerintah Jokowi untuk menuntaskan kasus-kasus HAM berat seperti tertuang dalam program Nawa Cita.
"Berdasarkan pengalaman rezim pemerintahan sebelumnya, berbagai janji upaya penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu dan komitmennya bagi reformasi hukum dan kelembagaan bagi penguatan HAM sangat jauh dari harapan," ujar Komisioner Komnas HAM Nur khoiron saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa (23/12/2014).
Menurutnya, penuntasan kasus HAM seperti tertuang dalam program Nawa Cita masih perlu diuji kebenarannya. Sebab, kebijakan pemerintah Jokowi untuk memberikan kepastian kepada pihak korban dinilai belum memihak.
Kata Khoiron, sebanyak sembilan dokumen yang berisi tentang penyelidikan kasus-kasus HAM berat belum disikapi secara masif oleh pemerintah. Upaya komunikasi yang dilakukan Komnas HAM yang mendesak pemerintah untuk serius mengusut para pelakunya pun jalan di tempat.
"Berbagai komunikasi politik Komnas HAM bersama dengan Menko Polhukam, kejaksaan dan Menkumham berakhir dalam kebuntuan karena tidak ada isyarat apapun dari Istana untuk menyatakan dukungan bagi proses penyelesaian," ungkapnya.
Keraguan itu semakin bertambah, ketika pemerintah membatasi agenda penuntasan kasus-kasus HAM yang dipresentasikan melalui kegiatan pemutaran film 'senyap'. Komnas HAM menyayangkan sikap aparat keamanan yang membubarkan pemutaran film tersebut.
Padahal, lanjut Khoiron, dalam lokakarya Komnas HAM tanggal 10 Desember 2014, yang dihadiri Jokowi dan wakilnya Jusuf Kalla, pemerintah mengklaim mempunyai komitmen kuat untuk mengungkap dan menuntaskan kasus-kasus HAM berat di Indonesia. Namun, pembubaran pemutaran film senyap itu menjadi kontra produktif pemerintah dalam menuntaskan 'hutang' kasus-kasus HAM berat.
"Seluruh penyebarluasan informasi terkait HAM sebenarnya ditujukan dalam rangka menjaga momentum agenda bangsa dalam penyelesaian persoalan HAM di Indonesia," imbuhnya.
Pemerintah Jokowi-JK mencantumkan penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM dalam program Nawa Cita. Dalam program itu salah satu poin menyebutkan, "Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, terpercaya, dimana salah satu program prioritasnya adalah penyelesaian secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu".
Komnas HAM bahkan ragu dengan sikap pemerintah Jokowi untuk menuntaskan kasus-kasus HAM berat seperti tertuang dalam program Nawa Cita.
"Berdasarkan pengalaman rezim pemerintahan sebelumnya, berbagai janji upaya penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu dan komitmennya bagi reformasi hukum dan kelembagaan bagi penguatan HAM sangat jauh dari harapan," ujar Komisioner Komnas HAM Nur khoiron saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa (23/12/2014).
Menurutnya, penuntasan kasus HAM seperti tertuang dalam program Nawa Cita masih perlu diuji kebenarannya. Sebab, kebijakan pemerintah Jokowi untuk memberikan kepastian kepada pihak korban dinilai belum memihak.
Kata Khoiron, sebanyak sembilan dokumen yang berisi tentang penyelidikan kasus-kasus HAM berat belum disikapi secara masif oleh pemerintah. Upaya komunikasi yang dilakukan Komnas HAM yang mendesak pemerintah untuk serius mengusut para pelakunya pun jalan di tempat.
"Berbagai komunikasi politik Komnas HAM bersama dengan Menko Polhukam, kejaksaan dan Menkumham berakhir dalam kebuntuan karena tidak ada isyarat apapun dari Istana untuk menyatakan dukungan bagi proses penyelesaian," ungkapnya.
Keraguan itu semakin bertambah, ketika pemerintah membatasi agenda penuntasan kasus-kasus HAM yang dipresentasikan melalui kegiatan pemutaran film 'senyap'. Komnas HAM menyayangkan sikap aparat keamanan yang membubarkan pemutaran film tersebut.
Padahal, lanjut Khoiron, dalam lokakarya Komnas HAM tanggal 10 Desember 2014, yang dihadiri Jokowi dan wakilnya Jusuf Kalla, pemerintah mengklaim mempunyai komitmen kuat untuk mengungkap dan menuntaskan kasus-kasus HAM berat di Indonesia. Namun, pembubaran pemutaran film senyap itu menjadi kontra produktif pemerintah dalam menuntaskan 'hutang' kasus-kasus HAM berat.
"Seluruh penyebarluasan informasi terkait HAM sebenarnya ditujukan dalam rangka menjaga momentum agenda bangsa dalam penyelesaian persoalan HAM di Indonesia," imbuhnya.
Pemerintah Jokowi-JK mencantumkan penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM dalam program Nawa Cita. Dalam program itu salah satu poin menyebutkan, "Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, terpercaya, dimana salah satu program prioritasnya adalah penyelesaian secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu".
(kri)