Senjata Pindad Tulang Punggung TNI
A
A
A
BANDUNG - Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengungkapkan kegembiraannya saat menerima kontingen penembak TNI AD yang berlaga dalam lomba tembak internasional ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) di Vietnam (8/12).
Sebenarnya kegembiraan atas hasil perlombaan sudah biasa karena kontingen TNI AD yang diwakili Kopassus enam kali berturut-turut selalu menjadi jawara. Tapi pada perlombaan terakhir, Indonesia meraup 29 medali emas. Jumlah tersebut jauh melebihi target 22 medali emas. Gatot kian berbunga-bunga karena perolehan tersebut adalah yang terbesar sepanjang perhelatan AARM.
Dalam dunia militer dikenal adanya adagium man behind the gun. Kemenangan tersebut sudah barang tentu karena profesionalitas prajurit. Namun tidak dapat dimungkiri, profesionalitas tidak bisa membawa hasil optimal tanpa diimbangi dengan kualitas persenjataan yang ditenteng prajurit dan senjata tersebut adalah SS2 buatan anak negeri, dalam hal ini PT Pindad.
Senjata pengembangan SS2 itu pulalah yang selalu menghadirkan kebanggaan dalam perlombaan resmi maupun tidak resmi. Selain AARM, SS2 dengan sejumlah variannya juga selalu menjadi tulang punggung TNI AD dalam meraih hasil maksimal di ajang Australian Army Skill at Arms Meetng (AASM) yang rutin digelar Negeri Kanguru dan Brunei International Skill Arms Meet yang digelar Angkatan Bersenjata Diraja Brunei.
Begitu pun pada ajang yang digelar di antara pasukan perdamaian PBB di Lebanon dan Kongo. Fakta tersebut menunjukkan kehebatan SS2. Keakuratan dan sisi kualitas lain menjamin ketangguhan SS2 untuk bisa bersaing atau bahkan melampaui sejumlah senjata produksi negara maju yang menjadi andalan prajurit negara pesaing.
Di antaranya Heckler & Koch HK416 buatan Jerman, Daewoo K11 (Korea Selatan), Barrett REC 7 (Amerika Serikat), AK-103 (Rusia), Steyr AU SIG 552 (Swis), atau QBZ-95 (China). Selain varian SS2, senjata lain yang menjadi andalan prajurit TNI adalah pistol G2-Combat yang mulai digunakan tiga tahun terakhir.
Selain itu, untuk kelas senjata bagi penembak runduk, PT Pindad juga mempunyai jagoan baru, yakni SPR2. Kehadiran SPR2 cukup mengagetkan negara lain karena yang memproduksi senjata kelas tersebut baru segelintir negara. Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Kolonel Inf Djundan Eko Bintoro mengakui, kualitas alat utama sistem senjata (alutsista) buatan PT Pindad sangat diperhitungkan negara-negara lain.
Kemenangan yang diraih dalam sejumlah kejuaraan tembak tingkat internasional adalah bukti ketangguhan senjata buatan Pindad. ”Kalau untuk senjata ringan seperti SS2 dan variannya buatan Pindad terbaik. Buktinya kita selalu menang juara satu dalam setiap kejuaraan,” katanya.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispen AU) Marsma TNI Hadi Tjahjanto mengakui senjata buatan PT Pindad cukup bagus. Dia pun mengungkapkan, Paskhas TNI AU menggunakan senjata buatan BUMN tersebut. ”Seluruh senjata organik Paskhas menggunakan senjata buatan Pindad berikut amunisinya,” ujar dia tadi malam.
Pihak PT Pindad sendiri berkomitmen untuk terus mengembangkan kualitas produk. Kepala Departemen Administrasi dan Hubungan Pelanggan Pindad, Mahesa Ariya Nebo, menjelaskan, ada atau tidak ada pesanan secara khusus dari tentara, pihaknya akan terus melakukan inovasi. Pindad juga terus mengembangkan kompetensi SDM-nya untuk mendukung laju pertumbuhan perusahaan.
”Kunci keberhasilan industri manufaktur tidak terlepas dari kualifikasi SDM yang terlatih dan profesional,” sebut Nebo. Menurutdia, dalammengembangkanproduk, Pindad melakukannya dengan serius. Sebelum mengembangkan produk berkualitas, Pindad terlebih dahulu melakukan banding produk dengan yang sedang menjadi tren di dunia alutsista. Banding produk diperlukan guna meningkatkan daya saing produk itu sendiri.
”Agar Pindad tidak sampai ketinggalan dalam pengembangan produknya. Cara ini dirasa efektif mengingat peningkatan sumber daya manusia secara langsung selain memerlukan biaya yang tidak sedikit, juga waktunya lama,” ujarnya. Sebelum diproduksi massal, Pindad juga menggelar serangkaian pengujian kualitas senjata. Prosesnya tak pernah lepas dari pendapat tentara sebagai pengguna.
Untuk ini, ada cerita unik saat pengujian kualitas SS2 pada 2003. Direktur Utama Pindad kala itu, Budi Santoso, yang tengah bingung menentukan desain akhir senjata serbu SS2 mencoba memecahkan hal itu dengan mengajak anaknya yang masih duduk di bangku kelas 4 SD, Dito. Menurut dia, Dito diminta Budi untuk mencoba kualitas SS2 dengan asumsi Dito sering kali main video game sehingga tidak asing dengan bentuk senjata.
Ternyata Dito berhasil menembak sasaran walaupun tidak tepat sempurna. Ini menandakan kualitas SS2 karena digunakan anak-anak saja bisa dengan nyaman dan mengenai sasaran, apalagi oleh tentara yang sudah terlatih. ”Pengembangan sebuah senjata bisa mencapai dua hingga tiga tahun sebelum akhirnya diproduksi massal,” beber Nebo.
Kembangkan SPR-2
Raihan positif yang dicapai Pindad tidak membuat perusahaan tersebut berpuas diri. Capaian yang patut diapresiasi dalam membuat senjata adalah keberhasilan membuat senapan penembak runduk yang dinamai SPR-2 12,7mm. Kemampuan ini pun meneguhkan posisi Indonesia sebagai produsen senjata yang diakui.
Betapa tidak, senjata jenis ini hanya bisa diproduksi Amerika Serikat, Inggris, dan Afrika Selatan. Senjata mematikan yang mengguncang dunia itu memiliki jangkauan tembak sejauh 2 km. Dengan menggunakan amunisi kaliber 12,7mm, jarak tembak efektif SPR-2 sekitar 1,8 km. Artinya, dalam kondisi senjata normal, sasaran dengan jarak sekitar 1,8 km dapat dikenai tembakan oleh pengguna berkemampuan standar.
Nebo menuturkan, SPR-2 dibuat untuk memenuhi kebutuhan strategi peperangan masa kini yang menghendaki penghilangan objek tertentu sebelum serangan dalam jarak dekat. Sebelumnya Pindad juga pernah mengembangkan sniper SPR-3 dengan jangkauan tembak lebih dekat, yakni cuma sekitar 1 km.
Kepala Departemen Komunikasi Pindad Sena Maulana mengungkap program terbaru Pindad, di antaranya pengembangan senapan tempur kaliber 762 x 51 mm. Sejauh ini Pindad sudah menyelesaikan pembuatan prototipenya sebanyak tiga unit. Senapan tempur yang belum punya nama tersebut memiliki daya jangkau tembakan pasukan reguler yang semula hanya 400 meter kini bisa berkisar antara 600 meter sampai 800 meter, bahkan bisa 1.000 meter.
”Pindad mengembangkan senjata untuk memenuhi kebutuhan TNI sesuai dengan requirement dari pengguna TNI dan Polri. Beberapa loncatan teknologi sudah dilaksanakan dan bagi kami merupakan penambah semangat untuk kemajuan ke depan,” tuturnya. Pemerhati militer dari Universitas Padjadjaran Muradi menilai produksi senjata yang dikembangkan Pindad untuk kelas ringan-menengah masih lebih berkualitas dibandingkan dengan negara-negara lain.
”Setelah saya ke beberapa negara seperti Turki, saya lihat kualitas produk alutsista di sana beberapa masih di bawah produk Pindad. Hanya saja memang untuk kelas berat belum mampu bersaing. Bukan karena tidak mampu SDM (sumber daya manusia)-nya, tetapi karena hal lain seperti keterbatasan anggaran,” tuturnya.
Fauzan genkidama/Sucipto/Ilham safutra
Sebenarnya kegembiraan atas hasil perlombaan sudah biasa karena kontingen TNI AD yang diwakili Kopassus enam kali berturut-turut selalu menjadi jawara. Tapi pada perlombaan terakhir, Indonesia meraup 29 medali emas. Jumlah tersebut jauh melebihi target 22 medali emas. Gatot kian berbunga-bunga karena perolehan tersebut adalah yang terbesar sepanjang perhelatan AARM.
Dalam dunia militer dikenal adanya adagium man behind the gun. Kemenangan tersebut sudah barang tentu karena profesionalitas prajurit. Namun tidak dapat dimungkiri, profesionalitas tidak bisa membawa hasil optimal tanpa diimbangi dengan kualitas persenjataan yang ditenteng prajurit dan senjata tersebut adalah SS2 buatan anak negeri, dalam hal ini PT Pindad.
Senjata pengembangan SS2 itu pulalah yang selalu menghadirkan kebanggaan dalam perlombaan resmi maupun tidak resmi. Selain AARM, SS2 dengan sejumlah variannya juga selalu menjadi tulang punggung TNI AD dalam meraih hasil maksimal di ajang Australian Army Skill at Arms Meetng (AASM) yang rutin digelar Negeri Kanguru dan Brunei International Skill Arms Meet yang digelar Angkatan Bersenjata Diraja Brunei.
Begitu pun pada ajang yang digelar di antara pasukan perdamaian PBB di Lebanon dan Kongo. Fakta tersebut menunjukkan kehebatan SS2. Keakuratan dan sisi kualitas lain menjamin ketangguhan SS2 untuk bisa bersaing atau bahkan melampaui sejumlah senjata produksi negara maju yang menjadi andalan prajurit negara pesaing.
Di antaranya Heckler & Koch HK416 buatan Jerman, Daewoo K11 (Korea Selatan), Barrett REC 7 (Amerika Serikat), AK-103 (Rusia), Steyr AU SIG 552 (Swis), atau QBZ-95 (China). Selain varian SS2, senjata lain yang menjadi andalan prajurit TNI adalah pistol G2-Combat yang mulai digunakan tiga tahun terakhir.
Selain itu, untuk kelas senjata bagi penembak runduk, PT Pindad juga mempunyai jagoan baru, yakni SPR2. Kehadiran SPR2 cukup mengagetkan negara lain karena yang memproduksi senjata kelas tersebut baru segelintir negara. Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Kolonel Inf Djundan Eko Bintoro mengakui, kualitas alat utama sistem senjata (alutsista) buatan PT Pindad sangat diperhitungkan negara-negara lain.
Kemenangan yang diraih dalam sejumlah kejuaraan tembak tingkat internasional adalah bukti ketangguhan senjata buatan Pindad. ”Kalau untuk senjata ringan seperti SS2 dan variannya buatan Pindad terbaik. Buktinya kita selalu menang juara satu dalam setiap kejuaraan,” katanya.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispen AU) Marsma TNI Hadi Tjahjanto mengakui senjata buatan PT Pindad cukup bagus. Dia pun mengungkapkan, Paskhas TNI AU menggunakan senjata buatan BUMN tersebut. ”Seluruh senjata organik Paskhas menggunakan senjata buatan Pindad berikut amunisinya,” ujar dia tadi malam.
Pihak PT Pindad sendiri berkomitmen untuk terus mengembangkan kualitas produk. Kepala Departemen Administrasi dan Hubungan Pelanggan Pindad, Mahesa Ariya Nebo, menjelaskan, ada atau tidak ada pesanan secara khusus dari tentara, pihaknya akan terus melakukan inovasi. Pindad juga terus mengembangkan kompetensi SDM-nya untuk mendukung laju pertumbuhan perusahaan.
”Kunci keberhasilan industri manufaktur tidak terlepas dari kualifikasi SDM yang terlatih dan profesional,” sebut Nebo. Menurutdia, dalammengembangkanproduk, Pindad melakukannya dengan serius. Sebelum mengembangkan produk berkualitas, Pindad terlebih dahulu melakukan banding produk dengan yang sedang menjadi tren di dunia alutsista. Banding produk diperlukan guna meningkatkan daya saing produk itu sendiri.
”Agar Pindad tidak sampai ketinggalan dalam pengembangan produknya. Cara ini dirasa efektif mengingat peningkatan sumber daya manusia secara langsung selain memerlukan biaya yang tidak sedikit, juga waktunya lama,” ujarnya. Sebelum diproduksi massal, Pindad juga menggelar serangkaian pengujian kualitas senjata. Prosesnya tak pernah lepas dari pendapat tentara sebagai pengguna.
Untuk ini, ada cerita unik saat pengujian kualitas SS2 pada 2003. Direktur Utama Pindad kala itu, Budi Santoso, yang tengah bingung menentukan desain akhir senjata serbu SS2 mencoba memecahkan hal itu dengan mengajak anaknya yang masih duduk di bangku kelas 4 SD, Dito. Menurut dia, Dito diminta Budi untuk mencoba kualitas SS2 dengan asumsi Dito sering kali main video game sehingga tidak asing dengan bentuk senjata.
Ternyata Dito berhasil menembak sasaran walaupun tidak tepat sempurna. Ini menandakan kualitas SS2 karena digunakan anak-anak saja bisa dengan nyaman dan mengenai sasaran, apalagi oleh tentara yang sudah terlatih. ”Pengembangan sebuah senjata bisa mencapai dua hingga tiga tahun sebelum akhirnya diproduksi massal,” beber Nebo.
Kembangkan SPR-2
Raihan positif yang dicapai Pindad tidak membuat perusahaan tersebut berpuas diri. Capaian yang patut diapresiasi dalam membuat senjata adalah keberhasilan membuat senapan penembak runduk yang dinamai SPR-2 12,7mm. Kemampuan ini pun meneguhkan posisi Indonesia sebagai produsen senjata yang diakui.
Betapa tidak, senjata jenis ini hanya bisa diproduksi Amerika Serikat, Inggris, dan Afrika Selatan. Senjata mematikan yang mengguncang dunia itu memiliki jangkauan tembak sejauh 2 km. Dengan menggunakan amunisi kaliber 12,7mm, jarak tembak efektif SPR-2 sekitar 1,8 km. Artinya, dalam kondisi senjata normal, sasaran dengan jarak sekitar 1,8 km dapat dikenai tembakan oleh pengguna berkemampuan standar.
Nebo menuturkan, SPR-2 dibuat untuk memenuhi kebutuhan strategi peperangan masa kini yang menghendaki penghilangan objek tertentu sebelum serangan dalam jarak dekat. Sebelumnya Pindad juga pernah mengembangkan sniper SPR-3 dengan jangkauan tembak lebih dekat, yakni cuma sekitar 1 km.
Kepala Departemen Komunikasi Pindad Sena Maulana mengungkap program terbaru Pindad, di antaranya pengembangan senapan tempur kaliber 762 x 51 mm. Sejauh ini Pindad sudah menyelesaikan pembuatan prototipenya sebanyak tiga unit. Senapan tempur yang belum punya nama tersebut memiliki daya jangkau tembakan pasukan reguler yang semula hanya 400 meter kini bisa berkisar antara 600 meter sampai 800 meter, bahkan bisa 1.000 meter.
”Pindad mengembangkan senjata untuk memenuhi kebutuhan TNI sesuai dengan requirement dari pengguna TNI dan Polri. Beberapa loncatan teknologi sudah dilaksanakan dan bagi kami merupakan penambah semangat untuk kemajuan ke depan,” tuturnya. Pemerhati militer dari Universitas Padjadjaran Muradi menilai produksi senjata yang dikembangkan Pindad untuk kelas ringan-menengah masih lebih berkualitas dibandingkan dengan negara-negara lain.
”Setelah saya ke beberapa negara seperti Turki, saya lihat kualitas produk alutsista di sana beberapa masih di bawah produk Pindad. Hanya saja memang untuk kelas berat belum mampu bersaing. Bukan karena tidak mampu SDM (sumber daya manusia)-nya, tetapi karena hal lain seperti keterbatasan anggaran,” tuturnya.
Fauzan genkidama/Sucipto/Ilham safutra
(bbg)