Diperiksa KPK, Sekretaris Dirjen ESDM Ditanya Soal Anggaran
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Arif Indarto usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi kegiatan sosialisasi sepeda sehat dan perawatan Gedung Kantor SESDM. Dengan tersangka mantan Sekjen ESDM Waryono Karno (WK).
Ketika disinggung mengenai materi pemeriksaan, Arif mengaku ditanya seputar anggaran oleh penyidik KPK. "Terkait bagaimana prosesnya, terus ada revisi dan sebagainya, dan sebagainya, begitu," ujar Arief di depan pintu gerbang KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2014).
Namun, Arief mengaku tidak mengetahui terkait adanya perintah/permintaan soal penambahan dana opersional dari mantan Menteri ESDM Jero Wacik. "Oh, itu enggak ada, enggak ada," pungkas Arief.
Menanggapi penahanan Waryono Karno kemarin, Arief mengungkapkan itu sudah menjadi kewenangan KPK. "Iya kalau itu kan terserah KPK," tandasnya.
Malam tadi, Waryono resmi ditahan oleh KPK di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Timur, Cabang KPK di Pomdam Jaya, Guntur.
"Tersangka WK (Waryono Karno) ditahan untuk 20 hari pertama," kata Johan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 18 Desember 2014 tadi malam.
Seperti diketahui, kasus ini adalah kasus lanjutan dari kasus yang disangkakan kepada Waryono dalam dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait kegiatan di Kementerian ESDM.
Waryono merupakan tersangka dengan dua surat perintah penyidikan (Sprindik) yakni penerimaan gratifikasi dan markup anggaran kesetjenan. Kasus gratifikasi ini merupakan pengembangan dari kasus suap atas mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.
KPK menemukan uang USD200 ribu di ruang kerja Waryono, saat menggeledah Setjen ESDM. Uang itu rupanya menjadi pintu masuk dari penyidikan kasus ini.
Pasalnya, uang itu menjadi bagian pemberian Rudi yang sebelumnya diminta Waryono untuk kepentingan pemberian uang kepada Komisi VII DPR. Atas kasus tersebut, Waryono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf B dan atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Ketika disinggung mengenai materi pemeriksaan, Arif mengaku ditanya seputar anggaran oleh penyidik KPK. "Terkait bagaimana prosesnya, terus ada revisi dan sebagainya, dan sebagainya, begitu," ujar Arief di depan pintu gerbang KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2014).
Namun, Arief mengaku tidak mengetahui terkait adanya perintah/permintaan soal penambahan dana opersional dari mantan Menteri ESDM Jero Wacik. "Oh, itu enggak ada, enggak ada," pungkas Arief.
Menanggapi penahanan Waryono Karno kemarin, Arief mengungkapkan itu sudah menjadi kewenangan KPK. "Iya kalau itu kan terserah KPK," tandasnya.
Malam tadi, Waryono resmi ditahan oleh KPK di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Timur, Cabang KPK di Pomdam Jaya, Guntur.
"Tersangka WK (Waryono Karno) ditahan untuk 20 hari pertama," kata Johan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 18 Desember 2014 tadi malam.
Seperti diketahui, kasus ini adalah kasus lanjutan dari kasus yang disangkakan kepada Waryono dalam dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait kegiatan di Kementerian ESDM.
Waryono merupakan tersangka dengan dua surat perintah penyidikan (Sprindik) yakni penerimaan gratifikasi dan markup anggaran kesetjenan. Kasus gratifikasi ini merupakan pengembangan dari kasus suap atas mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.
KPK menemukan uang USD200 ribu di ruang kerja Waryono, saat menggeledah Setjen ESDM. Uang itu rupanya menjadi pintu masuk dari penyidikan kasus ini.
Pasalnya, uang itu menjadi bagian pemberian Rudi yang sebelumnya diminta Waryono untuk kepentingan pemberian uang kepada Komisi VII DPR. Atas kasus tersebut, Waryono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf B dan atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
(kri)