Pertamina EP Bantah Terkait dengan Kasus Korupsi Bangkalan
A
A
A
JAKARTA - Komisaris Pertamina EP Denny Indrayana membantah adanya keterkaitan PT Pertamina EP dengan kasus dugaan suap jual beli gas alam untuk Gresik dan Gili Timur di Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
"Itu terkait pada pertamina yang lain, anak perusahaan Pertamina yg lain, bukan Pertamina EP. Enggak ada terkait EP di situ," ujar Denny usai menyerahkan LHKPN di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2014).
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) itu menjelaskan, tidak ada kaitannya Pertamina EP dengan korupsi di Bangkalan karena ada dua anak perusahaan untuk Pertamina EP tersebut.
"Tapi kan itu beda perusahaan, kan itu dua anak perusahaan yg berbeda," pungkas Denny.
Namun, Denny berkelit saat disinggung soal sudah dipanggilnya para petinggi PT Pertamina EP oleh penyidik KPK dan soal kontrak kerja jual beli gas antara Pertamina EP dengan PT Media Karya Sentosa.
"Ya bisa saja (para petinggi dipanggil KPK). Tapi kaitannya tidak langsung dengan Pertamina EP. Yang lebih paham itu (jual beli gas) teman-teman direksi. Yang lebih paham kalau operasional itu teman-teman direksi," tandasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, dalam kasus ini penyidik KPK telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan petinggi PT Pertamina EP yaitu Presiden Direktur (Presdir) PT Pertamina EP Tri Siwindono mangkir dari panggilan KPK. Bukan hanya Tri, Direktur PT Pertamina EP Haposan Napitupulu juga sama.
Kemarin malam, keduanya telah memenuhi panggilan KPK. Salah satunya sempat menjawab pertanyaan dari wartawan.
"Saya pusing. Tanya ke atas (penyidik KPK), ke atas," kata Tri saat duduk di kursi mobil di depan Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 18 Desember 2014.
Sebelumnya juga, KPK mengaku sedang mendalami adanya kaitan PT Pertamina EP dengan kasus ini. "Iya dong (akan didalami), sejauh mana penyimpangannya," ujar Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa 16 Desember 2014.
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut yaitu Ketua DPRD Bangkalan KH Fuad Amin Imron, Direktur PT MKS Antonio Bambang Djatmiko (ABD), Ajudan Fuad yaitu Abdul Rouf dan TNI AL berpangkat Kopral Satu (Koptu) Darmono.
KPK menduga, Fuad Amin telah menerima uang dari Antonio Bambang Djatmiko (ABD). Rouf sebagai ajudan, ditugaskan oleh Fuad menerima uang dari ABD yang menugaskan oknum TNI AL berpangkat Kopral Satu (Koptu) Darmono yang juga sebagai perantara pemberi.
Atas kronologi tersebut maka, Fuad Amin sebagai penerima suap dan Rouf sebagai perantara penerima suap, disangkakan Pasal 12 huruf a huruf b, Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 juntco dan Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Kemudian terhadap Antonio sebagai pemberi suap disangkakan Pasal 5 Ayat 1 huruf a serta Pasal 5 Ayat 1 huruf b, juntco Pasal 13 juntco Pasal 55. Sedangkan untuk Koptu Darmono, KPK menyerahkan untuk diadili di Pengadilan Militer.
"Itu terkait pada pertamina yang lain, anak perusahaan Pertamina yg lain, bukan Pertamina EP. Enggak ada terkait EP di situ," ujar Denny usai menyerahkan LHKPN di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2014).
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) itu menjelaskan, tidak ada kaitannya Pertamina EP dengan korupsi di Bangkalan karena ada dua anak perusahaan untuk Pertamina EP tersebut.
"Tapi kan itu beda perusahaan, kan itu dua anak perusahaan yg berbeda," pungkas Denny.
Namun, Denny berkelit saat disinggung soal sudah dipanggilnya para petinggi PT Pertamina EP oleh penyidik KPK dan soal kontrak kerja jual beli gas antara Pertamina EP dengan PT Media Karya Sentosa.
"Ya bisa saja (para petinggi dipanggil KPK). Tapi kaitannya tidak langsung dengan Pertamina EP. Yang lebih paham itu (jual beli gas) teman-teman direksi. Yang lebih paham kalau operasional itu teman-teman direksi," tandasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, dalam kasus ini penyidik KPK telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan petinggi PT Pertamina EP yaitu Presiden Direktur (Presdir) PT Pertamina EP Tri Siwindono mangkir dari panggilan KPK. Bukan hanya Tri, Direktur PT Pertamina EP Haposan Napitupulu juga sama.
Kemarin malam, keduanya telah memenuhi panggilan KPK. Salah satunya sempat menjawab pertanyaan dari wartawan.
"Saya pusing. Tanya ke atas (penyidik KPK), ke atas," kata Tri saat duduk di kursi mobil di depan Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 18 Desember 2014.
Sebelumnya juga, KPK mengaku sedang mendalami adanya kaitan PT Pertamina EP dengan kasus ini. "Iya dong (akan didalami), sejauh mana penyimpangannya," ujar Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa 16 Desember 2014.
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut yaitu Ketua DPRD Bangkalan KH Fuad Amin Imron, Direktur PT MKS Antonio Bambang Djatmiko (ABD), Ajudan Fuad yaitu Abdul Rouf dan TNI AL berpangkat Kopral Satu (Koptu) Darmono.
KPK menduga, Fuad Amin telah menerima uang dari Antonio Bambang Djatmiko (ABD). Rouf sebagai ajudan, ditugaskan oleh Fuad menerima uang dari ABD yang menugaskan oknum TNI AL berpangkat Kopral Satu (Koptu) Darmono yang juga sebagai perantara pemberi.
Atas kronologi tersebut maka, Fuad Amin sebagai penerima suap dan Rouf sebagai perantara penerima suap, disangkakan Pasal 12 huruf a huruf b, Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 juntco dan Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Kemudian terhadap Antonio sebagai pemberi suap disangkakan Pasal 5 Ayat 1 huruf a serta Pasal 5 Ayat 1 huruf b, juntco Pasal 13 juntco Pasal 55. Sedangkan untuk Koptu Darmono, KPK menyerahkan untuk diadili di Pengadilan Militer.
(kri)