Pemkab Siapkan Relokasi
A
A
A
BANJARNEGARA - Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, menyiapkan lahan untuk merelokasi korban bencana tanah longsor asal Dusun Jemblung yang saat ini masih di tempat pengungsian. Salah satu tempat relokasi yang sudah disepakati yakni lahan bekas Terminal Karangkobar.
“Dalam rapat kemarin ada usulan untuk menggunakan bekas Terminal Karangkobar yang merupakan lahan milik Pemkab Banjarnegara,” kata Wakil Bupati Banjarnegara Hadi Supeno di Posko Bencana Tanah Longsor Dusun Jemblung, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara, yang berlokasi di Kantor PGRI-KPRI, Kecamatan Karangkobar, kemarin Namun, kata dia, luas lahan bekas terminal itu hanya 1.000 meter persegi sehingga tidak mencukupi kebutuhan karena ada 82 keluarga yang harus direlokasi.
Dengan demikian, Pemkab Banjarnegara harus membeli lahan milik warga Desa Karanggondang, Kecamatan Karangkobar, untuk dijadikan tempat relokasi. Menurut dia, pihaknya lebih dulu akan mengecek lahan tersebut dan selanjutnya berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan BPBD Provinsi Jateng terkait dana relokasi.
“Dana relokasi berasal dari BNPB, BPBD Jateng, dan BPBD Banjarnegara, namun belum dihitung. Akan dirapatkan dulu dengan tim gabungan karena kebutuhan per keluarga sekitar Rp125 juta,” katanya. Terkait lokasi bekas longsor di Dusun Jemblung, dia mengatakan bahwa Pemkab Banjarnegara berencana menjadikan itu sebagai lahan konservasi.
“Warga yang tinggal di luar Dusun Jemblung tidak akan direlokasi. Mereka cukup meningkatkan kewaspadaan saja,” ucapnya. Seorang warga Dusun Jemblung, Yati, mengaku siap jika harus direlokasi oleh Pemkab Banjarnegara ke tempat yang lebih aman. Kendati demikian, dia mengharapkan tempat relokasi itu tidak jauh dari Dusun Jemblung.
“Saya punya lahan pertanian sehingga kalau direlokasi terlalu jauh. Saya kesulitan untuk mengurus itu,” kata dia yang tinggal di Posko Pengungsian Desa Ambal, Kecamatan Karangkobar. Sementara itu, upaya pencarian jenazah korban longsor pada Kamis (18/12) dihentikan lebih awal karena hujan lebat sejak pukul 13.00 WIB.
“Hingga saat ini jumlah jenazah yang telah ditemukan sebanyak 86 orang,” kata Kepala Kepolisian Resor Banjarnegara Ajun Komisaris Besar Polisi Wika Hardianto. Berdasarkan data Posko BPBD Banjarnegara, jumlah warga Dusun Jemblung yang tertimbun longsor pada 12 Desember 2014 diperkirakan sebanyak 108 orang. Jumlah tersebut belum termasuk warga luar daerah yang melintas di Jalan Banjarnegara-Karangkobar, Dusun Jemblung, dan turut tertimpa longsor saat bencana tersebut.
Pengungsi Diajak Ngobrol
Para korban selamat bencana tanah longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, harus diajak ngobrol sehingga pikiran mereka tidak kosong. “Jangan sampai para pengungsi ini dibiarkan sendiri, harus diajak ngobrol sehingga mereka dan bisa mengeluarkan unek-uneknya. Atau bisa juga diberikan aktivitas lain. Akan berbahaya bagi psikologi para korban,” kata koordinator tim trauma hilling dari
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Epi Supiadi. Menurutnya, kebanyakan korban bencana hanya mendapat bantuan untuk kebutuhan fisiknya. Sedangkan kebutuhan untuk psikologis kurang mendapat perhatian. “Itulah tugas di sini, memberikan bantuan psikologis kepada para korban.
Terutama di posko ini sebab di posko ini para korban bencana langsung. Traumanya lebih besar dibanding pengungsi lainnya. Selain itu, anak-anak biasanya langsung ditangani dengan sejumlah permainan. Sementara orang dewasa yang selamat justru kadang tidak mendapatkan penanganan psikologi,” ungkapnya di posko pengungsian TPQ Darussalam.
Prahayuda febrianto
“Dalam rapat kemarin ada usulan untuk menggunakan bekas Terminal Karangkobar yang merupakan lahan milik Pemkab Banjarnegara,” kata Wakil Bupati Banjarnegara Hadi Supeno di Posko Bencana Tanah Longsor Dusun Jemblung, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara, yang berlokasi di Kantor PGRI-KPRI, Kecamatan Karangkobar, kemarin Namun, kata dia, luas lahan bekas terminal itu hanya 1.000 meter persegi sehingga tidak mencukupi kebutuhan karena ada 82 keluarga yang harus direlokasi.
Dengan demikian, Pemkab Banjarnegara harus membeli lahan milik warga Desa Karanggondang, Kecamatan Karangkobar, untuk dijadikan tempat relokasi. Menurut dia, pihaknya lebih dulu akan mengecek lahan tersebut dan selanjutnya berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan BPBD Provinsi Jateng terkait dana relokasi.
“Dana relokasi berasal dari BNPB, BPBD Jateng, dan BPBD Banjarnegara, namun belum dihitung. Akan dirapatkan dulu dengan tim gabungan karena kebutuhan per keluarga sekitar Rp125 juta,” katanya. Terkait lokasi bekas longsor di Dusun Jemblung, dia mengatakan bahwa Pemkab Banjarnegara berencana menjadikan itu sebagai lahan konservasi.
“Warga yang tinggal di luar Dusun Jemblung tidak akan direlokasi. Mereka cukup meningkatkan kewaspadaan saja,” ucapnya. Seorang warga Dusun Jemblung, Yati, mengaku siap jika harus direlokasi oleh Pemkab Banjarnegara ke tempat yang lebih aman. Kendati demikian, dia mengharapkan tempat relokasi itu tidak jauh dari Dusun Jemblung.
“Saya punya lahan pertanian sehingga kalau direlokasi terlalu jauh. Saya kesulitan untuk mengurus itu,” kata dia yang tinggal di Posko Pengungsian Desa Ambal, Kecamatan Karangkobar. Sementara itu, upaya pencarian jenazah korban longsor pada Kamis (18/12) dihentikan lebih awal karena hujan lebat sejak pukul 13.00 WIB.
“Hingga saat ini jumlah jenazah yang telah ditemukan sebanyak 86 orang,” kata Kepala Kepolisian Resor Banjarnegara Ajun Komisaris Besar Polisi Wika Hardianto. Berdasarkan data Posko BPBD Banjarnegara, jumlah warga Dusun Jemblung yang tertimbun longsor pada 12 Desember 2014 diperkirakan sebanyak 108 orang. Jumlah tersebut belum termasuk warga luar daerah yang melintas di Jalan Banjarnegara-Karangkobar, Dusun Jemblung, dan turut tertimpa longsor saat bencana tersebut.
Pengungsi Diajak Ngobrol
Para korban selamat bencana tanah longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, harus diajak ngobrol sehingga pikiran mereka tidak kosong. “Jangan sampai para pengungsi ini dibiarkan sendiri, harus diajak ngobrol sehingga mereka dan bisa mengeluarkan unek-uneknya. Atau bisa juga diberikan aktivitas lain. Akan berbahaya bagi psikologi para korban,” kata koordinator tim trauma hilling dari
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Epi Supiadi. Menurutnya, kebanyakan korban bencana hanya mendapat bantuan untuk kebutuhan fisiknya. Sedangkan kebutuhan untuk psikologis kurang mendapat perhatian. “Itulah tugas di sini, memberikan bantuan psikologis kepada para korban.
Terutama di posko ini sebab di posko ini para korban bencana langsung. Traumanya lebih besar dibanding pengungsi lainnya. Selain itu, anak-anak biasanya langsung ditangani dengan sejumlah permainan. Sementara orang dewasa yang selamat justru kadang tidak mendapatkan penanganan psikologi,” ungkapnya di posko pengungsian TPQ Darussalam.
Prahayuda febrianto
(bbg)