20 Warga Meninggal Puluhan Masih Hilang

Minggu, 14 Desember 2014 - 10:45 WIB
20 Warga Meninggal Puluhan Masih Hilang
20 Warga Meninggal Puluhan Masih Hilang
A A A
BANJARNEGARA - Longsor yang menerjang Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara Jumat (12/12) meninggalkan duka mendalam bagi warga setempat.

Berdasar data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebanyak 20 sanak saudara mereka menjadi korban dalam musibah tersebut. Jumlah korban meninggal dikhawatirkan akan jauh lebih besar karena masih banyak korban yang hilang. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif di Banjarnegara mengungkapkan, jumlah korban yang belum ditemukan sebanyak 88 orang.

Jumlah tersebut berdasarkan data yang diperoleh Bupati Banjarnegara Sutedjo Slamet Utomo dari Kepala Dusun Jemblung. Tidak tertutup kemungkinan jumlah tersebut bertambah karena saat kejadian ada mobil dan motor yang sedang lewat. ”Adanya berbagai informasi yang simpang siur bahwa apakah ada kendaraan yang di sana, kemudian berapa jumlahnya, itu masih dalam pengecekan,” katanya.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan, selain korban meninggal dan hilang, sebanyak 11 orang mengalami luka berat dan 4 luka ringan. Menurut dia, tim SAR berupaya keras untuk mencari korban lain. Namun upaya pencarian tidak mudah karena kendala peralatan dan medan yang sangat sulit. Apalagi sekitar pukul 15.00 WIB kemarin hujan deras kembali mengguyur kawasan tersebut.

”Pencarian dihentikan sementara karena di lokasi hujan cukup deras turun,” ungkapnya di lokasi. Bencana juga memaksa sekitar 1.334 warga mengungsi di sejumlah posko pengungsian yang ada. Mereka terdiri atas pengungsi dari warga Desa Sampang, Gumelar, dan Tanggapan. Adapun posko pengungsian di antaranya terletak di Kantor Kecamatan Karangkobar, Kantor Perhutani, GOR SMA Karangkobar, Gedung PGRI, Balai Desa Leksana, Balai Desa Karangko, Pagerpelah, Sijeruk.

”Ada juga yang di rumah warga,” ujar camat setempat. Hingga kemarin petang tim SAR gabungan TNI, Polri, dan dari berbagai elemen masyarakat itu masih terus bergotong-royong menggali lokasi sekitar untuk mencari para korban yang belum ditemukan. Mereka melakukannya secara manual menggunakan cangkul dan peralatan seadanya. Alat berat belum bisa dikerahkan karena sulit akses menuju lokasi.

”Operasi pencarian, menurut Agus, terkendala karena lokasi yang luas dan letak rumah yang sulit akibat ambles dan tertimbun longsor,” tutur Kepala Kantor SAR Semarang, Basarnas, Agus Haryono. Basarnas pun masih akan menambah tim SAR mengingat luasnya lokasi longsor yang mencapai 10 ha. Apalagi pencarian dilakukan dengan cara manual karena alat berat yang sudah didatangkan belum bisa memasuki lokasi longsor.

Menurut Agus, bantuan dari Kantor SAR Bandung, Kantor SAR Yogyakarta, dan Kantor SAR Surabaya sudah bergerak menuju lokasi bencana. Berdasar pantauan KORAN SINDO di lapangan, kawasan Dusun Jemblung yang menjadi korban longsor terlihat begitu memprihatinkan. Dusun Jemblung, tepatnya RT 5/1, yang sebelumnya dihuni 100 KK atau 294 jiwa kini layaknya hamparan tanah dan lumpur.

Jalan raya penghubung Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Pekalongan itu juga musnah. Bencana itu sendiri terjadi setelah hujan terus-menerus mengguyur kawasan tersebut sejak Rabu (10/12) siang hingga Kamis (11/12) malam. Memang pada hari terjadinya musibah, hujan sudah reda.

”Setelah Jumatan itu malah terang dan cerah. Sore hanya hujan kecil-kecil saja. Menjelang magrib itu malah kejadian longsor itu,” tutur Miyarti, 30, warga Dukuh Tekik, Desa Sampang. Dia mengaku sempat melihat kejadian yang mengubur seratusan warga Dukuh Jemblung itu. Sebab jarak antara dukuhnya dengan lokasi kejadian hanya sekitar 500 meter.

”Awalnya seperti ada suara retakan yang keras. Kemudian tanah kebun itu jatuh longsor dan menimpa permukiman di bawahnya. Setelah itu seperti muncul kabut dari longsoran itu, jadi seperti muncrat kabutnya,” paparnya. Ibu dua anak itu menuturkan, dia dan para tetangganya setelah menyaksikan musibah khawatir kejadian serupa menimpa dukuhnya. Karena itu, dia bersama ratusan warga lainnya mengungsi di sejumlah posko yang disiapkan.

”Masih terasa gerak-gerak tanahnya. Jadi saya pilih ngungsi bersamasama yang lain. Petugas juga meminta kami mengungsi mengantisipasi longsor susulan,” urainya. Samiah, 21, adik Miyarti, menambahkan, sebelum tebing setinggi 100 meter longsor, terdengar suara gemuruh dan kratak-kratak. Sesaat kemudian tebing ambruk dan longsor serta langsung menyapu pemukiman warga dan jalan di bawahnya. Saat kejadian, kebanyakan warga sedang berada di rumah.

”Paklek (paman) saya bernama Karyoto, 50, dan Hikmah, 8, anaknya warga Dukuh Jemblung juga belum ada kabarnya,” tambah dia. Sementara itu, sejumlah warga juga terlihat mendatangi posko jenazah untuk mencari keluarganya yang diduga tertimbun longsor itu.

Misalnya Surahman, 41, warga Desa Gumelar, Kecamatan Karangkobar. Dia mencari ibunya yang hingga kemarin belum ditemukan. ”Ibu dan bapak saya kebetulan sedang boncengan motor dan melintas saat kejadian itu. Bapak saya Tuharsono, 70, selamat, tapi ibu belum ketemu,” ungkapnya.

Eka setiawan/Prahayuda febrianto/Ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5766 seconds (0.1#10.140)