Menkumham Jangan Tunda Sahkan Golkar Munas Bali
A
A
A
JAKARTA - Tidak ada alasan legal bagi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly untuk menanggapi kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Ancol.
Menurut Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo, Menkumham harus menempatkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Ancol sebagai kepengurusan ilegal, karena menyalahgunakan identitas Partai Golkar.
"Menkumham harus jernih memahami persoalan. Sebab, apa yang disebut dengan Presidium Penyelamat Partai Golkar yang menggagas forum pembangkang di Hotel Mercure itu pun ilegal, karena AD/ART Partai Golkar tidak mengatur forum dan aksi seperti itu," kata Bambang, Minggu (14/12/2014).
Lanjut Bambang, agar sikap pemerintah dilandasi pertimbangan yang jernih, Menkumham hendaknya tetap berpijak pada Pasal 24 dan Pasal 25 UU Nomor 2/2011 tentang Partai Politik yang mengatur tentang perselisihan khusus dan umum di tubuh parpol dan pengesahan kepengurusan parpol.
Menurut Pasal 25 UU No. 2/2011 tentang Partai Politik, ada empat indikator yang harus terpenuhi secara kumulatif untuk mengkualifikasikan telah terjadinya perselisihan khusus dalam kepengurusan parpol. Pertama, perselisihan karena penolakan untuk mengganti kepengurusan.
Kedua, penolakan pergantian kepengurusan harus disampaikan secara resmi dalam penyelenggaraan forum pengambilan keputusan tertinggi parpol, seperti munas, kongres, atau muktamar.
Ketiga, tentang subjek. Penolakan pergantian kepengurusan haruslah anggota parpol peserta munas, kongres, atau muktamar. Dan keempat, penolakan pergantian kepengurusan harus disuarakan minimal oleh 2/3 peserta munas, kongres, atau muktamar.
Untuk persoalan Partai Golkar, empat indikator perselisihan kepengurusan khusus yang disebutkan dalam Pasal 25 UU Nomor 2/2011 tentang Parpol itu tidak ditemukan.
"Sebab, ketika Munas IX Partai Golkar digelar di Bali, tidak muncul penolakan kepengurusan dari 2/3 peserta munas. Penolakan justru disuarakan oleh kelompok Agung Laksono dari luar forum munas, tepatnya di Jakarta," papar Bambang.
Jadi, Bambang mengaskan, tidak ada alasan hukum bagi Menkumham untuk menunda, apalagi menolak mengesahkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas IX di Bali, karena sama sekali tidak memunculkan perselisihan kepengurusan.
Menurut Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo, Menkumham harus menempatkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Ancol sebagai kepengurusan ilegal, karena menyalahgunakan identitas Partai Golkar.
"Menkumham harus jernih memahami persoalan. Sebab, apa yang disebut dengan Presidium Penyelamat Partai Golkar yang menggagas forum pembangkang di Hotel Mercure itu pun ilegal, karena AD/ART Partai Golkar tidak mengatur forum dan aksi seperti itu," kata Bambang, Minggu (14/12/2014).
Lanjut Bambang, agar sikap pemerintah dilandasi pertimbangan yang jernih, Menkumham hendaknya tetap berpijak pada Pasal 24 dan Pasal 25 UU Nomor 2/2011 tentang Partai Politik yang mengatur tentang perselisihan khusus dan umum di tubuh parpol dan pengesahan kepengurusan parpol.
Menurut Pasal 25 UU No. 2/2011 tentang Partai Politik, ada empat indikator yang harus terpenuhi secara kumulatif untuk mengkualifikasikan telah terjadinya perselisihan khusus dalam kepengurusan parpol. Pertama, perselisihan karena penolakan untuk mengganti kepengurusan.
Kedua, penolakan pergantian kepengurusan harus disampaikan secara resmi dalam penyelenggaraan forum pengambilan keputusan tertinggi parpol, seperti munas, kongres, atau muktamar.
Ketiga, tentang subjek. Penolakan pergantian kepengurusan haruslah anggota parpol peserta munas, kongres, atau muktamar. Dan keempat, penolakan pergantian kepengurusan harus disuarakan minimal oleh 2/3 peserta munas, kongres, atau muktamar.
Untuk persoalan Partai Golkar, empat indikator perselisihan kepengurusan khusus yang disebutkan dalam Pasal 25 UU Nomor 2/2011 tentang Parpol itu tidak ditemukan.
"Sebab, ketika Munas IX Partai Golkar digelar di Bali, tidak muncul penolakan kepengurusan dari 2/3 peserta munas. Penolakan justru disuarakan oleh kelompok Agung Laksono dari luar forum munas, tepatnya di Jakarta," papar Bambang.
Jadi, Bambang mengaskan, tidak ada alasan hukum bagi Menkumham untuk menunda, apalagi menolak mengesahkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas IX di Bali, karena sama sekali tidak memunculkan perselisihan kepengurusan.
(zik)