DPR Tantang Jokowi Teken Perjanjian Ekstradisi
A
A
A
JAKARTA - DPR menantang Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) untuk menandatangani perjanjian ekstradisi dengan Singapura dan negara lainnya yang menjadi tempat persembunyian aman bagi koruptor Indonesia.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, agar Indonesia bisa memberantas korupsi dengan cepat dan tepat, dibutuhkan keberanian dan komitmen yang kuat dari pemerintah.
Menurutnya, ada dua hal yang harus Pemerintah Jokowi lakukan, yakni menyita seluruh kekayaan para buronan korupsi untuk dikembalikan kepada negara.
"Pemerintah harus berani menyita harta para buron itu," kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (9/12/2014).
Kemudian, sambung Fadli, pemerintah juga harus berani menandatangani perjanjian ekstradisi dengan negara yang dianggap safe heaven bagi para koruptor seperti Singapura. Karena, selama ini para koruptor Indonesia senang berlindung di sana.
"Singapura memang indeks korupsinya rendah, tapi jadi safe heaven-nya koruptor Indonesia. Kita tantang pemerintah Jokowi untuk melakukan itu (perjanjian ekstradisi). Kalau bisa kita angkat jempol, Singapura dan beberapa negara lain," tegasnya.
Fadli berujar, dalam peringatan Hari Antikorupsi ini bukan hanya sekedar upacara seremonial saja. Karena, korupsi terjadi di semua lini baik itu legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Dan fenomena ini terjadi di negara-negara maju dan negara-negara berkembang.
"Dalam indeks persepsi korupsi, kita tahun ini rankingnya naik sedikit dua sampai tiga tingkat tapi masih jauh dari negara-negara lain," ujar Fadli.
Fadli menilai, dalam korupsi Indonesia kurang aksi pencegahan. Oleh karena itu, DPR akan mencoba menghilangkan kesempatan para anggota DPR untuk melakukan korupsi karena, perbuatan korupsi seringkali disebabkan oleh kesempatan yang terbuka.
Oleh karena itu, pihaknya akan mencoba menutup opportunity sekecil mungkin.
"Saya melihat faktor pencegahan yang kurang, terlalu dibebankan ke KPK untuk pemberantasan. Tidak ada pencegahan sistem, pencegahan harusnya menjadi orientasi, khususnya untuk KPK," jelas Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu.
Menurut Fadli, KPK ini awalnya merupakan lembaga ad hoc karena peran kejaksaan dan kepolisian yang tidak berjalan dalam pemberantasan korupsi. Jadi, semestinya KPK lembaga ad hoc sampai kepolisian dan kejaksaan bersih dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Jadi harus ada target waktunya kapan KPK ini melakukan pemberantasan korupsi, sampai kiamat atau sampai kapan," ujarnya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, agar Indonesia bisa memberantas korupsi dengan cepat dan tepat, dibutuhkan keberanian dan komitmen yang kuat dari pemerintah.
Menurutnya, ada dua hal yang harus Pemerintah Jokowi lakukan, yakni menyita seluruh kekayaan para buronan korupsi untuk dikembalikan kepada negara.
"Pemerintah harus berani menyita harta para buron itu," kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (9/12/2014).
Kemudian, sambung Fadli, pemerintah juga harus berani menandatangani perjanjian ekstradisi dengan negara yang dianggap safe heaven bagi para koruptor seperti Singapura. Karena, selama ini para koruptor Indonesia senang berlindung di sana.
"Singapura memang indeks korupsinya rendah, tapi jadi safe heaven-nya koruptor Indonesia. Kita tantang pemerintah Jokowi untuk melakukan itu (perjanjian ekstradisi). Kalau bisa kita angkat jempol, Singapura dan beberapa negara lain," tegasnya.
Fadli berujar, dalam peringatan Hari Antikorupsi ini bukan hanya sekedar upacara seremonial saja. Karena, korupsi terjadi di semua lini baik itu legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Dan fenomena ini terjadi di negara-negara maju dan negara-negara berkembang.
"Dalam indeks persepsi korupsi, kita tahun ini rankingnya naik sedikit dua sampai tiga tingkat tapi masih jauh dari negara-negara lain," ujar Fadli.
Fadli menilai, dalam korupsi Indonesia kurang aksi pencegahan. Oleh karena itu, DPR akan mencoba menghilangkan kesempatan para anggota DPR untuk melakukan korupsi karena, perbuatan korupsi seringkali disebabkan oleh kesempatan yang terbuka.
Oleh karena itu, pihaknya akan mencoba menutup opportunity sekecil mungkin.
"Saya melihat faktor pencegahan yang kurang, terlalu dibebankan ke KPK untuk pemberantasan. Tidak ada pencegahan sistem, pencegahan harusnya menjadi orientasi, khususnya untuk KPK," jelas Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu.
Menurut Fadli, KPK ini awalnya merupakan lembaga ad hoc karena peran kejaksaan dan kepolisian yang tidak berjalan dalam pemberantasan korupsi. Jadi, semestinya KPK lembaga ad hoc sampai kepolisian dan kejaksaan bersih dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Jadi harus ada target waktunya kapan KPK ini melakukan pemberantasan korupsi, sampai kiamat atau sampai kapan," ujarnya.
(hyk)