Yonif 134 Jadi Yon Raider

Selasa, 09 Desember 2014 - 11:41 WIB
Yonif 134 Jadi Yon Raider
Yonif 134 Jadi Yon Raider
A A A
JAKARTA - Meski pengusutan kasus penyerangan anggota Batalion Infanteri (Yonif) 134/Tuah Sakti Batam ke Markas Komando (Mako) Brimob Kepulauan Riau belum tuntas, TNI memastikan akan mengubah Yonif 134 menjadi Batalion Raider.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan saat ini tim investigasi masih bekerja keras menyelesaikan kasus bentrokan tersebut. Namun, proses investigasinya kini sudah masuk dalam tahap penyidikan. Artinya proses hukum selanjutnya akan dilakukan pada tingkat oditur militer, untuk kemudian dijatuhkan sanksi bagi prajurit yang bersalah.

Meski demikian, berdasarkan laporan awal investigasi, Gatot sudah bisa menyimpulkan bahwa nantinya akan ada prajurit yang dipecat. “Saya mendapat laporan ada hal-hal yang memberatkan yang memungkinkan dia dipecat,” kata Gatot setelah menerima kontingen TNI AD yang mengikuti ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) ke-24 di Mabes TNI AD, kemarin.

Anggota TNI Yonif 134/ Tuah Sakti bentrok dengan anggota Brimob Polda Kepulauan Riau di Batam, Rabu (19/11). Kejadian berawal ketika dua anggota Yonif 134 yakni Pratu Nuryono dan Praka Budiono sedang mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU. Kemudian datang dua anggota Brimob, Bripda Erik Simanjuntak dan Bripda Solatib Purba. Aksi saling tatap mata di antara mereka diduga sebagai faktor utama pemicu percekcokan mereka.

Setelah itu tiba-tiba ada pasukan berbaju loreng sekitar 30 orang mendatangi markas brimob di Batam. Ada yang melempar batu ke arah kaca hingga pecah dan ada yang menendang motor hingga roboh. Ketegangan itu mereda setelah Danrem Kepulauan Riau Brigjen TNI Eko Mardiyono datang. Mereka kemudian mengadakan konferensi pers dan sepakat berdamai.

Namun, masalah itu ternyata berlanjut dengan penyerangan anggota Yonif ke Mako Brimob malam harinya. Tak pelak baku tembak pun terjadi di antara kedua kesatuan itu. Insiden itu pun merenggut nyawa anggota Yonif 134 Tuah Sakti JK Marpaung. Konflik tersebut bentrok kedua mereka setelah insiden pada 21 September. Saat itu empat anggota Yonif 134/Tuah Sakti terkena luka tembak, sedangkan anggota Brimob mengalami luka memar.

Terparah memang peristiwa 19 November yang merenggut nyawa anggota TNI. Karena itu,TNI benar-benar mengusut tuntas kasus tersebut. Mereka tidak mau kejadian itu terulang di kemudian hari. Selain merugikan nama baik kesatuan, juga akan meresahkan masyarakat luas. Tak pelak, TNI pun memproses kasus Batam tersebut secara hukum demi mencari kebenaran.

Gatot sendiri menyatakan ada sekitar 100 personel anggota Yonif 134 yang menjalani pemeriksaan intensif terkait kasus yang merenggut satu korban tewas dari anggota TNI AD itu. Mereka diperiksa guna mengetahui sejauh mana keterlibatan mereka dalam insiden yang melibatkan dua kesatuan itu. “Saya harus benar-benar mencari. Lebih baik tidak menghukum daripada menghukum orang yang tidak bersalah,” ujar mantan pangkostrad tersebut.

Sementara itu, sekitar 500 personel lainnya dari total 700 anggota Yonif yang tidak menjalani pemeriksaan akan dikirim ke Pusdik Passus Batujajar guna menjalani pendidikan. Hal ini sebagai persiapan menghadapi perubahan nama dari Yonif 134 menjadi Yon Raider. Menurut KSAD, dibutuhkan waktu kurang lebih empat bulan untuk mengubah Yonif 134/Tuah Sakti menjadi Yon Raider.

Mereka yang menjalani pendidikan di Batujajar akan kembali ke Batam, sedangkan prajurit yang bersalah akan digantikan personel baru. “Nantinya Yonif 134/Tuah Sakti akan menjadi Batalion Raider yang dilengkapi persenjataan yang sesuai,” ucap KSAD. Yang jelas, TNI begitu concern dengan kasus-kasus keributan seperti ini.

Apalagi, insiden bentrok antara TNI dan Polri di Batam sudah dua kali terjadi dalam dua bulan. Tentunya itu menimbulkan keprihatinan banyak pihak. Alhasil, pimpinan TNI sendiri sudah melakukan penggantian pangdam dan danrem agar kasus tidak terulang. Hanya, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko menegaskan bahwa pergantian tersebut setelah kasus bentrokan yang pertama.

“Yang diganti ini ketika kasus yang pertama. Jadi saat kasus kedua terjadi, pangdam dan danrem masih baru bekerja,” kata dia. Adapun untuk bentrokan yang kedua, tindakan yang akan dilakukan TNI masih menunggu hasil investigasi dan proses hukum yang berlangsung. Hal itu dilakukan agar kebijakan yang diambil tidak keliru.

Fefy dwi haryanto
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0635 seconds (0.1#10.140)