Penelitian Akan Dikomersialisasi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berencana mengomersialisasikan penelitian. Untuk mewujudkan itu, pemerintah akan menggandeng sejumlah asosiasi.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Muhammad Nasir mengatakan, tercatat hingga tahun ini ada 106 hasil penelitian yang berhasil dikembangkan. Namun, jika dirunut dari 2008 hingga 2014, sebenarnya ada 721 hasil penelitian. Namun, tidak semua hasil penelitian dikomersialisasikan.
“Problemnya, ada riset yang bagus, tapi belum diujikajiankan ekonominya. Ada riset yang bagus secara ekonomis dan ada yang tidak. Namun, golnya riset itu harus dikomersialisasi agar dana masyarakat itu bisa memberi makna,” ungkap Nasir di Kantor Kemenristek, Jakarta, akhir pekan lalu.
Karena itu, lanjutnya, pemerintah akan mendekati asosiasi-asosiasi. Dia mengungkapkan, sudah bertemu asosiasi kelapa sawit untuk pengembangan biodiesel yang sudah dikembangkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Biodiesel salah satu riset yang akan dikembangkan karena berpotensi menggantikan pemakaian bahan bakar minyak (BBM).
Pengembangan biodiesel sempat terhambat karena harga BBM rendah. Ini menyebabkan harga biodiesel menjadi tinggi. Namun, sekarang harga BBM tinggi sehingga harga biodiesel diperkirakan bisa lebih rendah dari BBM. Mantan rektor Undip ini mengatakan, masalah penelitian yang belum bisa dikomersialisasi hanya karena komunikasi.
“Kendalanya adalah komunikasi yang belum terkoordinasi. Jika tahu riset itu value added, pasti akan mengambil,” ungkapnya. National Project Director WhyPgen-BPPT Andika Prastawa mengatakan, BPPT bersama sejumlah mitra akan mengembangkan energi angin. Pada saat yang bersamaan juga dideklarasikan pendirian Asosiasi Energi Angin Indonesia untuk lebih memperkuat arah pengembangan PLTB di Indonesia.
“Dalam 10 tahun terakhir, ekonomi Indonesia tumbuh dengan laju rata-rata 6% per tahun serta pertambahan populasi penduduk sekitar 1,49% per tahun. Itu mendorong peningkatan kebutuhan energi rata-rata 6,2% per tahun. Di sisi lain, keterbatasan sumber energi fosil memaksa Indonesia mengimpor minyak,” ungkapnya.
Karena itu, ujarnya, tahun ini didorong upaya pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) skala besar dan Hibrid (PLTH) berbasis sumber energi angin yang diparalel (hibrida) dengan sumber energi lainnya baik yang off-grid maupun yang on-grid. Dia menyatakan, untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terbukanya pasar industri energi angin di Indonesia, telah diidentifikasi 21 lokasi potensial energi angin yang tersebar di 17 provinsi.
Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat beberapa lokasi yang potensial untuk dikembangkan menjadi aplikasi wind farm dengan potensi lebih dari 960 MW di sekitar selatan Pulau Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, NTT, dan NTB. Salah satu yang telah digarap para pengembang adalah di Samas, Yogyakarta, sebesar 50 MW.
Neneng zubaidah
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Muhammad Nasir mengatakan, tercatat hingga tahun ini ada 106 hasil penelitian yang berhasil dikembangkan. Namun, jika dirunut dari 2008 hingga 2014, sebenarnya ada 721 hasil penelitian. Namun, tidak semua hasil penelitian dikomersialisasikan.
“Problemnya, ada riset yang bagus, tapi belum diujikajiankan ekonominya. Ada riset yang bagus secara ekonomis dan ada yang tidak. Namun, golnya riset itu harus dikomersialisasi agar dana masyarakat itu bisa memberi makna,” ungkap Nasir di Kantor Kemenristek, Jakarta, akhir pekan lalu.
Karena itu, lanjutnya, pemerintah akan mendekati asosiasi-asosiasi. Dia mengungkapkan, sudah bertemu asosiasi kelapa sawit untuk pengembangan biodiesel yang sudah dikembangkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Biodiesel salah satu riset yang akan dikembangkan karena berpotensi menggantikan pemakaian bahan bakar minyak (BBM).
Pengembangan biodiesel sempat terhambat karena harga BBM rendah. Ini menyebabkan harga biodiesel menjadi tinggi. Namun, sekarang harga BBM tinggi sehingga harga biodiesel diperkirakan bisa lebih rendah dari BBM. Mantan rektor Undip ini mengatakan, masalah penelitian yang belum bisa dikomersialisasi hanya karena komunikasi.
“Kendalanya adalah komunikasi yang belum terkoordinasi. Jika tahu riset itu value added, pasti akan mengambil,” ungkapnya. National Project Director WhyPgen-BPPT Andika Prastawa mengatakan, BPPT bersama sejumlah mitra akan mengembangkan energi angin. Pada saat yang bersamaan juga dideklarasikan pendirian Asosiasi Energi Angin Indonesia untuk lebih memperkuat arah pengembangan PLTB di Indonesia.
“Dalam 10 tahun terakhir, ekonomi Indonesia tumbuh dengan laju rata-rata 6% per tahun serta pertambahan populasi penduduk sekitar 1,49% per tahun. Itu mendorong peningkatan kebutuhan energi rata-rata 6,2% per tahun. Di sisi lain, keterbatasan sumber energi fosil memaksa Indonesia mengimpor minyak,” ungkapnya.
Karena itu, ujarnya, tahun ini didorong upaya pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) skala besar dan Hibrid (PLTH) berbasis sumber energi angin yang diparalel (hibrida) dengan sumber energi lainnya baik yang off-grid maupun yang on-grid. Dia menyatakan, untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terbukanya pasar industri energi angin di Indonesia, telah diidentifikasi 21 lokasi potensial energi angin yang tersebar di 17 provinsi.
Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat beberapa lokasi yang potensial untuk dikembangkan menjadi aplikasi wind farm dengan potensi lebih dari 960 MW di sekitar selatan Pulau Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, NTT, dan NTB. Salah satu yang telah digarap para pengembang adalah di Samas, Yogyakarta, sebesar 50 MW.
Neneng zubaidah
(bbg)