Produksi Dalam Negeri

Selasa, 09 Desember 2014 - 10:59 WIB
Produksi Dalam Negeri
Produksi Dalam Negeri
A A A
Ibnu Khaldun, salah satu ahli ekonomi dunia, dalam bukunya yang fenomenal, Muqaddimah, mengatakan suatu negara bisa dikatakan kaya dan maju jika memiliki tingkat produksi yang tinggi.

Sebut saja Singapura, Amerika, Jerman, Jepang, dan sebagainya. Sejumlah negara tersebut memiliki mental produktif sehingga mampu mengekspor berbagai barang bernilai jual tinggi. Mereka bisa dikategorikan negara kaya dan maju dan mampu menciptakan terobosan baru guna meningkatkan perekonomian.

Semakin produktif sebuah negara semakin banyak pula penghasilan yang didapatkan. Lalu ketika kita menilik kondisi bangsa Indonesia yang kini masih minim barang ekspor. Salah satu faktornya adalah banyak masyarakat bermental konsumtif. Lebih suka membeli barang jadi daripada mengolah bahan mentah dengan susah payah. Misalnya saja tentang impor gula.

Bahan mentah berupa tebu diekspor dengan harga murah untuk kemudian dibeli lagi dengan harga jual yang lebih tinggi. Jika kita amati dengan seksama, akan terlihat bahwa ini justru akan mengangkat perekonomian bangsa lain. Berbeda bila kita mau mengolah bahan mentah tersebut menjadi bahan jadi, kemudian diekspor. Itu akan menambah pundi-pundi uang dalam negeri.

Ironisnya, hingga kini belum ada gebrakan dalam menghentikan ekspor barang kebutuhan pokok seperti beras dan gula. Rasanya tidak pantas jika Indonesia yang digembar-gemborkan sebagai negara yang melimpah sumber daya alam (SDA), terkenal dengan negara agraris, malah mengekspor barang.

Percuma saja kaya SDA, tapi tak mampu mengolahnya dengan baik dan benar. Akhirnya yang mengolah adalah bangsa asing dan secara otomatis kekayaan hasil bumi Indonesia akan mengalir pada pihak asing. Jika mental konsumtif seperti ini terus dibiarkan, perekonomian Indonesia tidak akan maju. Selamanya akan terbelenggu dalam kemiskinan dan kesengsaraan.

Kita harus bisa menjadi generasi perintis yang kreatif dan produktif. Dengan terus berpikir segala hal yang besar. Kita harus menjadi penguasa supaya bisa menentukan kebijakan dengan benar dan tegas. Selain itu, kita juga benahi diri agar menjadi pribadi bermental produktif. Kita jauhi mental konsumtif karena akan berdampak buruk bagi kelangsungan ekonomi kita pada masa mendatang.

Secara tidak langsung mental tersebut menjadikan kita seperti buruh, hanya berpatok pada tuannya. Karena itu, kita harus menciptakan mental produktif serta berupaya menjadi penguasa yang baik untuk mengatur kebijakan. Di dalam negara kaya dan maju terdapat sejumlah manusia yang menjadi pemimpin, bukan pengikut. Wallahu aWallahu alam bi al-shawab.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1176 seconds (0.1#10.140)