Almarhum Munir Dapat Anugerah HAM
A
A
A
BATU - Perjuangan almarhum Munir Said Thalib dalam memperjuangan Hak Asasi Manusia (HAM) mendapatkan penghargaan/Award dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI.
Pemberian Anugerah HAM diwakili istrinya, Suciwati di Omah Munir Jalan Bukit Berbunga, Desa Sidomulyo, Kota Batu, Senin (8/12/2014).
Anugrah HAM tahun 2014, juga diberikan kepada Maria Ulfa Soebadiyo, mantan Menteri Sosial (Mensos) pertama RI yang mengusulkan HAM masuk di dalam UUD 1945. Penyerahan Anugrah HAM kepada Suciwati diberikan oleh Wakil Ketua Komnas Ham Bidang Internal dan Kordinator Hari HAM tahun 2014, Ansori Sinungan.
Turut menyaksikan dalam acara penyerahan Anugrah HAM tahun ini, ibu-ibu dari Sekolah Perempuan Desa, perwakilan dari Pemkot Batu, serta tokoh masyarakat Desa Sidomulyo.
Dalam siaran persnya, Ansori menjelaskan, dua tokoh ini dianggap paling layak menerima anugrah HAM tahun 2014. Karena mereka sudah berjuang membela HAM sampai akhir hayatnya.
Almarhum Munir, sebut Ansori dengan gigih memperjuangan HAM ditanah air. Sedangkan Maria Ulfa Soebadio merupakan perempuan pertama di Indonesia yang mengusulkan kepada pemerintah supaya urusan HAM dimasukan kedalam UUD 1945.
Menurut dia selama 19 tahun, Indonesia telah kehilangan semangat nasionalisme dan jati dirinya. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi selama itu. Saat ini pasca reformasi, masyarakat hidup terlalu bebas. Sehingga sampai menganggu ketertiban umum.
"Sebelum reformasi pola hidup masyarakat terlalu tertib. Sehingga masalah HAM menjadi terabaikan. Untuk saat ini pola pendekatan Komnas HAM melalui dialogis. Sambil mendorong kepada pemerintah untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM yang hingga kini belum diselesaikan," tandas dia.
Selesai menerima penghargaan, Suciwati menyatakan, tidak pernah terpikirkan olehnya termasuk almarhum suaminya untuk mendapatkan penghargaan semacam ini. Karena yang diperjuangan adalah HAM bagi rakyat kecil yang tertindas.
"Alih-alih kami memikirkan anugerah semacam ini. Keselamatan jiwa kami tidak pernah kami pikirkan. Perjuangan suami saya hanya satu menegakan HAM di Indonesia," ujar Suciwati.
Suciwati berharap, Komnas HAM bisa berbuat lebih banyak lagi untuk para korban HAM. Pelakunya harus bisa diseret kepengadilan HAM. "Bukan masalah suami saya saja. Banyak pelanggaran HAM di Indonesia yang bisa dituntaskan oleh pemerintah," ungkap Suciwati.
Dia ingin kelembagaan Komnas HAM sama seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK memiliki hak menyelidiki, menyidik dan menyeret pelaku koruptor ke pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor).
Saat ini Komnas HAM memiliki tugas berat untuk membenahi internalnya. Melakukan kordinasi dengan legeslatif. Supaya merevisi UU tentang HAM. Supaya Komnas HAM memiliki kewenangan yang sama dengan KPK.
"Menurut kami selama penegakan hukum masih lemah. Maka selama itupula pelanggaran HAM di Indonesia akan terjadi. Jadi kami sangat berharap, masalah pelanggaran HAM pada suami saya dan orang lain segera ditegakan kebenarannya. Pemerintah terutama penegak hukum harus menyeret pelaku pelanggaran HAM kepengadilan," pungkas Suciwati.
Pemberian Anugerah HAM diwakili istrinya, Suciwati di Omah Munir Jalan Bukit Berbunga, Desa Sidomulyo, Kota Batu, Senin (8/12/2014).
Anugrah HAM tahun 2014, juga diberikan kepada Maria Ulfa Soebadiyo, mantan Menteri Sosial (Mensos) pertama RI yang mengusulkan HAM masuk di dalam UUD 1945. Penyerahan Anugrah HAM kepada Suciwati diberikan oleh Wakil Ketua Komnas Ham Bidang Internal dan Kordinator Hari HAM tahun 2014, Ansori Sinungan.
Turut menyaksikan dalam acara penyerahan Anugrah HAM tahun ini, ibu-ibu dari Sekolah Perempuan Desa, perwakilan dari Pemkot Batu, serta tokoh masyarakat Desa Sidomulyo.
Dalam siaran persnya, Ansori menjelaskan, dua tokoh ini dianggap paling layak menerima anugrah HAM tahun 2014. Karena mereka sudah berjuang membela HAM sampai akhir hayatnya.
Almarhum Munir, sebut Ansori dengan gigih memperjuangan HAM ditanah air. Sedangkan Maria Ulfa Soebadio merupakan perempuan pertama di Indonesia yang mengusulkan kepada pemerintah supaya urusan HAM dimasukan kedalam UUD 1945.
Menurut dia selama 19 tahun, Indonesia telah kehilangan semangat nasionalisme dan jati dirinya. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi selama itu. Saat ini pasca reformasi, masyarakat hidup terlalu bebas. Sehingga sampai menganggu ketertiban umum.
"Sebelum reformasi pola hidup masyarakat terlalu tertib. Sehingga masalah HAM menjadi terabaikan. Untuk saat ini pola pendekatan Komnas HAM melalui dialogis. Sambil mendorong kepada pemerintah untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM yang hingga kini belum diselesaikan," tandas dia.
Selesai menerima penghargaan, Suciwati menyatakan, tidak pernah terpikirkan olehnya termasuk almarhum suaminya untuk mendapatkan penghargaan semacam ini. Karena yang diperjuangan adalah HAM bagi rakyat kecil yang tertindas.
"Alih-alih kami memikirkan anugerah semacam ini. Keselamatan jiwa kami tidak pernah kami pikirkan. Perjuangan suami saya hanya satu menegakan HAM di Indonesia," ujar Suciwati.
Suciwati berharap, Komnas HAM bisa berbuat lebih banyak lagi untuk para korban HAM. Pelakunya harus bisa diseret kepengadilan HAM. "Bukan masalah suami saya saja. Banyak pelanggaran HAM di Indonesia yang bisa dituntaskan oleh pemerintah," ungkap Suciwati.
Dia ingin kelembagaan Komnas HAM sama seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK memiliki hak menyelidiki, menyidik dan menyeret pelaku koruptor ke pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor).
Saat ini Komnas HAM memiliki tugas berat untuk membenahi internalnya. Melakukan kordinasi dengan legeslatif. Supaya merevisi UU tentang HAM. Supaya Komnas HAM memiliki kewenangan yang sama dengan KPK.
"Menurut kami selama penegakan hukum masih lemah. Maka selama itupula pelanggaran HAM di Indonesia akan terjadi. Jadi kami sangat berharap, masalah pelanggaran HAM pada suami saya dan orang lain segera ditegakan kebenarannya. Pemerintah terutama penegak hukum harus menyeret pelaku pelanggaran HAM kepengadilan," pungkas Suciwati.
(hyk)