Bongkar Pasang Kurikulum
A
A
A
Mendikbud Anies Baswedan memutuskan menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 yang baru berlaku sekitar enam bulan di seluruh Indonesia.
Sebagai gantinya, Menteri Anies memberlakukan kembali Kurikulum 2006 yang sudah dihentikan sejak Juli 2013 lalu. Apa alasan penghentian Kurikulum 2013? Anies menegaskan hal itu terkait dengan ketidaksiapan berbagai hal mulai dari pelatihan guru, pelatihan kepala sekolah, pendampingan guru, buku pelajaran hingga sistem penilaian. Setelah penghentian ini, semua sekolah di seluruh Indonesia akan menggunakan Kurikulum 2006.
Adapun Kurikulum 2013 akan tetap diberlakukan di sekolah-sekolah percontohan yang selama ini telah menerapkannya selama 3 untuk tahun ajaran 2013/ 2014 di 6.221 sekolah di 295 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Keputusan Mendikbud Anies ini mengonfirmasi dugaan sebelumnya bahwa Kurikulum 2013 akan terputus di tengah jalan jika pemerintahan berganti.
Kebetulan Kurikulum 2013 digagas Menteri Pendidikan Muhammad Nuh pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan usia pemberlakuan kurikulum ini pun baru hitungan bulan, tentu saja terlalu dini untuk mengevaluasi sejauh mana manfaat dan dampaknya bagi pendidikan di Indonesia. Soal masih banyaknya kekurangan di sana-sini, itulah yang harus diperbaiki pemerintahan selanjutnya.
Mestinya Menteri Anies melakukan percepatan perbaikan kekurangan-kekurangan di level pelaksanaan itu, bukan malah menghentikan kurikulum yang sudah berjalan kemudian diganti kurikulum lama. Kita paham sejak disosialisasi, Kurikulum 2013 mendapat kritikan tajam. Kemendiknas juga telah berusaha menyerap semua aspirasi masyarakat dalam menyusun kurikulum tersebut.
Siapa pun menterinya, penyusunan kurikulum pasti mengundang pro-kontra di masyarakat. Termasuk jika nanti Menteri Anies mengajukan proposal baru penyusunan Kurikulum 2015, 2016, 2017 atau apa pun namanya. Inilah dinamika masyarakat kita dan konsekuensi sebagai negara demokrasi terbesar keempat di dunia. Beda pendapat terhadap kebijakan negara adalah bagian yang harus dilalui pemerintahan siapa pun.
Yang perlu menjadi catatan di sini adalah ketidakpekaan para pembuat kebijakan terhadap dampak keputusan yang mereka ambil. Kebingungan pasti akan terjadi di sekolah-sekolah, baik para guru, siswa maupun tentu saja orang tua siswa. Merekalah yang pertama menjadi korban dari kebijakan pemerintahan yang tidak berkelanjutan di sektor pendidikan yang sangat vital menentukan masa depan bangsa ini.
Ternyata ganti menteri ganti kurikulum masih saja terjadi. Celakanya pemerintahan kita berganti setiap lima tahun sekali. Paling lama pemerintahan bisa mengawal kurikulum buatan mereka maksimal 10 tahun jika presidennya terpilih dua periode. Bagaimana mengukur keberhasilan kurikulum hanya dalam waktu lima tahun? Investasi sumber daya manusia adalah investasi jangka panjang.
Hasilnya baru kelihatan 30-35 tahun kemudian. Apa jadinya jika daya tahan kurikulum kita hanya seusia pemerintahan? Mimpi melampaui ketertinggalan dari negara yang sumber daya manusianya lebih maju hanya tinggal mimpi. Ada ego politik, ego kelompok, ego golongan, dan ego pribadi yang berbaur menjadi satu dalam tembok tebal yang justru membelenggu masa depan bangsa ini.
Diperlukan kebesaran jiwa, ketulusan hati, dan pengorbanan para pembuat keputusan untuk benar-benar memikirkan pendidikan anak-anak sekolah yang akan menjadi tumpuan masa depan bangsa. Bongkar pasang kurikulum adalah tindakan yang kurang bijak. Tentu ini harus menjadi renungan kita semua. Bukan saatnya lagi berdebat panjang soal baik buruknya Kurikulum 2013.
Waktunya sekarang adalah memperbaiki kekurangan-kekurangan kurikulum yang sudah diberlakukan itu dengan semangat sama-sama membangun pendidikan yang baik dan tangguh. Ingat anak-anak kita yang akan meneruskan mengelola negara ini memerlukan kepastian, ketegasan, keberlanjutan, dan keteladanan yang baik dari para pemimpinnya sekarang.
Sebagai gantinya, Menteri Anies memberlakukan kembali Kurikulum 2006 yang sudah dihentikan sejak Juli 2013 lalu. Apa alasan penghentian Kurikulum 2013? Anies menegaskan hal itu terkait dengan ketidaksiapan berbagai hal mulai dari pelatihan guru, pelatihan kepala sekolah, pendampingan guru, buku pelajaran hingga sistem penilaian. Setelah penghentian ini, semua sekolah di seluruh Indonesia akan menggunakan Kurikulum 2006.
Adapun Kurikulum 2013 akan tetap diberlakukan di sekolah-sekolah percontohan yang selama ini telah menerapkannya selama 3 untuk tahun ajaran 2013/ 2014 di 6.221 sekolah di 295 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Keputusan Mendikbud Anies ini mengonfirmasi dugaan sebelumnya bahwa Kurikulum 2013 akan terputus di tengah jalan jika pemerintahan berganti.
Kebetulan Kurikulum 2013 digagas Menteri Pendidikan Muhammad Nuh pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan usia pemberlakuan kurikulum ini pun baru hitungan bulan, tentu saja terlalu dini untuk mengevaluasi sejauh mana manfaat dan dampaknya bagi pendidikan di Indonesia. Soal masih banyaknya kekurangan di sana-sini, itulah yang harus diperbaiki pemerintahan selanjutnya.
Mestinya Menteri Anies melakukan percepatan perbaikan kekurangan-kekurangan di level pelaksanaan itu, bukan malah menghentikan kurikulum yang sudah berjalan kemudian diganti kurikulum lama. Kita paham sejak disosialisasi, Kurikulum 2013 mendapat kritikan tajam. Kemendiknas juga telah berusaha menyerap semua aspirasi masyarakat dalam menyusun kurikulum tersebut.
Siapa pun menterinya, penyusunan kurikulum pasti mengundang pro-kontra di masyarakat. Termasuk jika nanti Menteri Anies mengajukan proposal baru penyusunan Kurikulum 2015, 2016, 2017 atau apa pun namanya. Inilah dinamika masyarakat kita dan konsekuensi sebagai negara demokrasi terbesar keempat di dunia. Beda pendapat terhadap kebijakan negara adalah bagian yang harus dilalui pemerintahan siapa pun.
Yang perlu menjadi catatan di sini adalah ketidakpekaan para pembuat kebijakan terhadap dampak keputusan yang mereka ambil. Kebingungan pasti akan terjadi di sekolah-sekolah, baik para guru, siswa maupun tentu saja orang tua siswa. Merekalah yang pertama menjadi korban dari kebijakan pemerintahan yang tidak berkelanjutan di sektor pendidikan yang sangat vital menentukan masa depan bangsa ini.
Ternyata ganti menteri ganti kurikulum masih saja terjadi. Celakanya pemerintahan kita berganti setiap lima tahun sekali. Paling lama pemerintahan bisa mengawal kurikulum buatan mereka maksimal 10 tahun jika presidennya terpilih dua periode. Bagaimana mengukur keberhasilan kurikulum hanya dalam waktu lima tahun? Investasi sumber daya manusia adalah investasi jangka panjang.
Hasilnya baru kelihatan 30-35 tahun kemudian. Apa jadinya jika daya tahan kurikulum kita hanya seusia pemerintahan? Mimpi melampaui ketertinggalan dari negara yang sumber daya manusianya lebih maju hanya tinggal mimpi. Ada ego politik, ego kelompok, ego golongan, dan ego pribadi yang berbaur menjadi satu dalam tembok tebal yang justru membelenggu masa depan bangsa ini.
Diperlukan kebesaran jiwa, ketulusan hati, dan pengorbanan para pembuat keputusan untuk benar-benar memikirkan pendidikan anak-anak sekolah yang akan menjadi tumpuan masa depan bangsa. Bongkar pasang kurikulum adalah tindakan yang kurang bijak. Tentu ini harus menjadi renungan kita semua. Bukan saatnya lagi berdebat panjang soal baik buruknya Kurikulum 2013.
Waktunya sekarang adalah memperbaiki kekurangan-kekurangan kurikulum yang sudah diberlakukan itu dengan semangat sama-sama membangun pendidikan yang baik dan tangguh. Ingat anak-anak kita yang akan meneruskan mengelola negara ini memerlukan kepastian, ketegasan, keberlanjutan, dan keteladanan yang baik dari para pemimpinnya sekarang.
(ars)