Gemerlap Parade di Dunia, dari Rio hingga Meksiko
A
A
A
Festival kota terbukti efektif mendatangkan wisatawan di berbagai belahan dunia. Brasil, Meksiko, Spanyol, dan masih banyak negara lain yang menyajikan budaya mereka melalui kemerahan festival setiap tahunnya.
Negara mereka pun kadang identik dengan pestapesta ikonik itu. Sebutlah misalnya Festival San Fermin atau Festival Bull- Run, sebuah pergelaran tahunan yang menampilkan banteng lari di jalanan kota Spanyol. Setiap tahun, banyak wisatawan datang hanya untuk melihat sekaligus berlari bersama banteng.
Ini merupakan salah satu festival yang menjadi ciri khas Negeri Matador dan diakui dunia. Nun jauh di Amerika Latin, Brazilian Carnival tak dapat dimungkiri jadi magnet wisatawan dunia. Festival tahunan ini menghadirkan ribuan orang dengan memakai kostum bervariasi dari berbagai wilayah Brasil. Festival ini tidak hanya berpusat di Rio de Janeiro, tetapi juga Sao Paulo dan Vitoria.
Goyang samba dari wanita-wanita Brasil yang ikut dalam parade itu jadi salah satu daya tarik. Meksikoseolahtidakmaukalah. Beragam karnaval rutin digelar negara ini. Sebut saja festival balon udara yang menampilkan balon beterbangan dengan berbagai hiasan indah. Ada juga Pasadena Doo Dah Parade, festivalbungamawaryangterkenal di dunia.
Yang juga unik, pada November lalu, Meksiko menggelar Hari Orang Mati (Día de los Difuntos), ini merupakan Hallowen ala Meksiko. Sejumlah negara mengakui bahwa festival cukup efektif mengundang wisatawan untuk datang. Pengakuan ini misalnya datang dari Pemerintah Osaka Jepang yang pada musim panas rutin menggelar tiga festival, salah satunya Aizen Festival.
Festival yang rutin diadakan pada 30 Juni hingga 2 Juli ini memiliki sejarah panjang dan menjadi festivalmusimpanastertuadiJepang. “Festival ini ramai dengan orang-orang dari seluruh Jepang, mengangkat roh pada musim panas terik Osaka,” bunyi pernyataan pemerintah Prefektur Osaka.
Managing Director TX Travel Anton Thedy menilai pariwisata Indonesia tertinggal jauh dibandingkan negara-negara lain, baik dari segi infrastruktur, bahasa, makanan hingga bujet promosi dan lainnya. Ketertinggalan ini akan sulit untuk dikejar dalam waktu dekat. “Kita tertinggal sekitar 5-7 tahun dari negara lain. Kondisi ini juga membuat wisatawan asing kurang menarik bagi kami,” kata Anton kepada KORAN SINDO kemarin.
Anton mencontohkan, banyak infrastruktur jalan yang sulit mengakses tempat wisata. Selain itu banyak makanan yang memang tidak cocok dengan lidah wisatawan asing. Dari sisi bahasa, masyarakat banyak yang tidak mengerti bahasa asing, terutama bahasa di luar bahasa Inggris. Padahal jika dilihat dari potensi alam, Indonesia sangat kaya.
Dia mencontohkan Wakatobi yang memiliki 80% populasi terumbu karang dunia. Di daerah ini ada sekitar 700 jenis terumbu karang dari sekitar 800 terumbu karang yang ada di dunia. Melihat kondisi demikian, tidak mengherankan jika Anton lebih tertarik ke wisatawan domestik. Berdasarkan data 2013, jumlah wisatawan asing hanya sekitar 8,5 juta jiwa, sedangkan wisatawan domestik yang tercatat di semua bandara di Indonesia ada sekitar 89 juta jiwa.
“Ini merupakan pasar potensial yang layak untuk digarap. Apalagi wisatawan domestik umumnya suka membeli oleh-oleh, berbeda dengan wisatawan asing yang enggan membeli,” katanya. Jika ingin mengejar wisatawan luar negeri, perlu terobosan yang sangat besar. “Berbagai upaya termasuk dengan cara menggelar festival bisa saja dilakukan, tapi apakah efektif atau tidak tergantung pada aspek lain seperti infrastruktur, promosi,” kata dia.
Islahuddin
Negara mereka pun kadang identik dengan pestapesta ikonik itu. Sebutlah misalnya Festival San Fermin atau Festival Bull- Run, sebuah pergelaran tahunan yang menampilkan banteng lari di jalanan kota Spanyol. Setiap tahun, banyak wisatawan datang hanya untuk melihat sekaligus berlari bersama banteng.
Ini merupakan salah satu festival yang menjadi ciri khas Negeri Matador dan diakui dunia. Nun jauh di Amerika Latin, Brazilian Carnival tak dapat dimungkiri jadi magnet wisatawan dunia. Festival tahunan ini menghadirkan ribuan orang dengan memakai kostum bervariasi dari berbagai wilayah Brasil. Festival ini tidak hanya berpusat di Rio de Janeiro, tetapi juga Sao Paulo dan Vitoria.
Goyang samba dari wanita-wanita Brasil yang ikut dalam parade itu jadi salah satu daya tarik. Meksikoseolahtidakmaukalah. Beragam karnaval rutin digelar negara ini. Sebut saja festival balon udara yang menampilkan balon beterbangan dengan berbagai hiasan indah. Ada juga Pasadena Doo Dah Parade, festivalbungamawaryangterkenal di dunia.
Yang juga unik, pada November lalu, Meksiko menggelar Hari Orang Mati (Día de los Difuntos), ini merupakan Hallowen ala Meksiko. Sejumlah negara mengakui bahwa festival cukup efektif mengundang wisatawan untuk datang. Pengakuan ini misalnya datang dari Pemerintah Osaka Jepang yang pada musim panas rutin menggelar tiga festival, salah satunya Aizen Festival.
Festival yang rutin diadakan pada 30 Juni hingga 2 Juli ini memiliki sejarah panjang dan menjadi festivalmusimpanastertuadiJepang. “Festival ini ramai dengan orang-orang dari seluruh Jepang, mengangkat roh pada musim panas terik Osaka,” bunyi pernyataan pemerintah Prefektur Osaka.
Managing Director TX Travel Anton Thedy menilai pariwisata Indonesia tertinggal jauh dibandingkan negara-negara lain, baik dari segi infrastruktur, bahasa, makanan hingga bujet promosi dan lainnya. Ketertinggalan ini akan sulit untuk dikejar dalam waktu dekat. “Kita tertinggal sekitar 5-7 tahun dari negara lain. Kondisi ini juga membuat wisatawan asing kurang menarik bagi kami,” kata Anton kepada KORAN SINDO kemarin.
Anton mencontohkan, banyak infrastruktur jalan yang sulit mengakses tempat wisata. Selain itu banyak makanan yang memang tidak cocok dengan lidah wisatawan asing. Dari sisi bahasa, masyarakat banyak yang tidak mengerti bahasa asing, terutama bahasa di luar bahasa Inggris. Padahal jika dilihat dari potensi alam, Indonesia sangat kaya.
Dia mencontohkan Wakatobi yang memiliki 80% populasi terumbu karang dunia. Di daerah ini ada sekitar 700 jenis terumbu karang dari sekitar 800 terumbu karang yang ada di dunia. Melihat kondisi demikian, tidak mengherankan jika Anton lebih tertarik ke wisatawan domestik. Berdasarkan data 2013, jumlah wisatawan asing hanya sekitar 8,5 juta jiwa, sedangkan wisatawan domestik yang tercatat di semua bandara di Indonesia ada sekitar 89 juta jiwa.
“Ini merupakan pasar potensial yang layak untuk digarap. Apalagi wisatawan domestik umumnya suka membeli oleh-oleh, berbeda dengan wisatawan asing yang enggan membeli,” katanya. Jika ingin mengejar wisatawan luar negeri, perlu terobosan yang sangat besar. “Berbagai upaya termasuk dengan cara menggelar festival bisa saja dilakukan, tapi apakah efektif atau tidak tergantung pada aspek lain seperti infrastruktur, promosi,” kata dia.
Islahuddin
(bbg)