Bebaskan Pollycarpus, Komnas HAM Kritik Pemerintahan Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Komnas HAM menilai pembebasan bersyarat terhadap Pollycarpus Budihari Prijanto, terpidana kasus pembunuhan aktivis penggiat hak asasi manusia Munir Said Thalib tidak tepat.
Menurut Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai, meski pembebasan bersyarat adalah hak, namun Menkumham Yasonna H Laoly tidak elok memberikan pembebasan.
"Pemerintah tidak elok dalam hal ini Menkumham, tidak elok melakukan pembebasan bersyarat diawal pemerintahan Jokowi," ujar Natalius di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (4/11/2014).
Natalius sangat menyayangkan janji pemerintahan Jokowi-JK yang ingin menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu, namun di awal pemerintahannya justru melakukan pembebasan bersyarat terhadap pembunuh Munir.
"Meskipun persoalan Pollycarpus itu bukan sebuah proses penyelidikan pelanggaran yang dilakukan Komnas HAM, tetapi dampak dari itu pembunuhan dari Munir menyebabkan kejahatan yang menjadi perhatian publik bahkan sekarang jadi perhatian Komnas HAM juga," ungkapnya.
Lanjut Pigai, untuk menindaklanjuti pembebasan bersyarat Pollycarpus, maka Komnas HAM segera menyurati Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
"Surat akan kami berikan. Sesuai dengan hasil rapat paripurna yang kemarin juga telah dilakukan di Komnas HAM," ujarnya.
Dalam beberapa waktu ke depan penyelidikan terhadap kasus pembunuhan aktivis HAM Munir juga akan kembali dilakukan oleh Komnas HAM. "Sampai saat ini baru ada rencananya saja," ucapnya.
Seperti diketahui, Pollycarpus mendapatkan pembebasan bersyarat sejak Jumat 28 November 2014. Dia mendapatkan pembebasan bersyarat setelah menjalani delapan tahun masa hukuman dari vonis 14 tahun penjara. Vonis 14 tahun penjara itu diputuskan Mahkamah Agung setelah Pollycarpus mengajukan peninjauan kembali terhadap kasus yang membelitnya.
Meski mendapat pembebasan bersyarat, Pollycarpus tetap harus menjalani wajib lapor satu bulan sekali ke Balai Pemasyarakatan Bandung hingga bulan Agustus 2018. Selain wajib lapor, Pollycarpus juga harus mematuhi semua aturan, termasuk tidak boleh pergi ke luar negeri.
Menurut Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai, meski pembebasan bersyarat adalah hak, namun Menkumham Yasonna H Laoly tidak elok memberikan pembebasan.
"Pemerintah tidak elok dalam hal ini Menkumham, tidak elok melakukan pembebasan bersyarat diawal pemerintahan Jokowi," ujar Natalius di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (4/11/2014).
Natalius sangat menyayangkan janji pemerintahan Jokowi-JK yang ingin menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu, namun di awal pemerintahannya justru melakukan pembebasan bersyarat terhadap pembunuh Munir.
"Meskipun persoalan Pollycarpus itu bukan sebuah proses penyelidikan pelanggaran yang dilakukan Komnas HAM, tetapi dampak dari itu pembunuhan dari Munir menyebabkan kejahatan yang menjadi perhatian publik bahkan sekarang jadi perhatian Komnas HAM juga," ungkapnya.
Lanjut Pigai, untuk menindaklanjuti pembebasan bersyarat Pollycarpus, maka Komnas HAM segera menyurati Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
"Surat akan kami berikan. Sesuai dengan hasil rapat paripurna yang kemarin juga telah dilakukan di Komnas HAM," ujarnya.
Dalam beberapa waktu ke depan penyelidikan terhadap kasus pembunuhan aktivis HAM Munir juga akan kembali dilakukan oleh Komnas HAM. "Sampai saat ini baru ada rencananya saja," ucapnya.
Seperti diketahui, Pollycarpus mendapatkan pembebasan bersyarat sejak Jumat 28 November 2014. Dia mendapatkan pembebasan bersyarat setelah menjalani delapan tahun masa hukuman dari vonis 14 tahun penjara. Vonis 14 tahun penjara itu diputuskan Mahkamah Agung setelah Pollycarpus mengajukan peninjauan kembali terhadap kasus yang membelitnya.
Meski mendapat pembebasan bersyarat, Pollycarpus tetap harus menjalani wajib lapor satu bulan sekali ke Balai Pemasyarakatan Bandung hingga bulan Agustus 2018. Selain wajib lapor, Pollycarpus juga harus mematuhi semua aturan, termasuk tidak boleh pergi ke luar negeri.
(kri)