Munir

Senin, 01 Desember 2014 - 09:37 WIB
Munir
Munir
A A A
Pembebasan bersyarat terpidana Pollycarpus Budihari Prijanto (Polly) menguatkan kembali desakan untuk membongkar misteri di balik pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.

Polly adalah aktor yang diyakini sebagai pembunuh Munir di pesawat Garuda dalam perjalanan Jakarta-Amsterdam, 7 September 2004 silam. Berbagai pihak yakin Polly tidak bekerja sendirian untuk menghabisi sosok yang lantang menyuarakan HAM di Indonesia itu. Tapi ada kekuatan lain yang memerintahkan Polly melakukan pembunuhan tersebut.

Sejumlah oknum mantan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) sering kali dikaitkan dengan perintah pembunuhan Munir itu. Namun hingga tahun ke-10 kejadian itu berlangsung, pembuktian adanya garis komando pembunuhan itu sulit sekali seperti menabrak dinding beton yang tebal. Pembunuhan Munir memang menjadi catatan buruk penegakan hukum dan HAM di Tanah Air.

Seperti kasus-kasus pembunuhan kakap lain yang diduga melibatkan orang-orang ”besar”, misteri pembunuhan Munir tetap menjadi misteri. Entah kapan kepolisian maupun kejaksaan berani melanjutkan penyidikan untuk mengungkap siapa pemberi perintah pembunuhan keji itu. Publik berharap pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla berani dan mampu membongkar ini semua seperti yang dia janjikan ketika kampanye pilpres lalu.

Keseriusan Presiden Jokowi dan jajarannya untuk menyeret aktor intelektual pembunuh Munir akan berdampak positif untuk menutupi kekecewaan masyarakat yang meragukan kemampuan tim hukum pemerintahan sekarang, baik di pos Kementerian Hukum dan HAM maupun di posisi strategis Jaksa Agung.

Tapi tampaknya kasus pembunuhan Munir tidak menjadi prioritas utama penegakan hukum pemerintahan sekarang. Apalagi setelah keputusan pembebasan bersyarat terhadap Pollycarpus, keseriusan negara untuk membongkar kasus ini semakin diragukan. Kasus Munir adalah satu dari sederet kasus hukum masa lalu yang menyita perhatian publik yang harus diselesaikan pemerintahan sekarang.

Menuntaskan kasus ini memang bukan perkara mudah. Karena harus berhadapan dengan berbagai kepentingan besar yang sudah pasti sulit ditaklukkan. Tapi inilah tugas pemerintah yang dipercaya masyarakat untuk mengelola negara ini berdasarkan aturan dan undangundang yang telah disepakati.

Penegakan hukum adalah domain negara yang absolut. Tidak ada lembaga atau institusi di luar negara yang boleh melakukannya. Karena itu sangat berbahaya jika kepercayaan publik kepada aparat penegak hukum semakin tergerus. Yang berlaku hukum rimba, siapa yang kuat dialah yang menang. Pengadilan semakin jauh dari keadilan. Hukum bagaikan pisau dapur saja, tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.

Protes keras terhadap pembebasan bersyarat pembunuh Munir adalah indikasi kuat ketidakpercayaan publik terhadap penegakan hukum oleh negara. Secara hukum dan aturan pembebasan itu memang tidak menyalahi aturan. Tapi substansi dari pembebasan itulah yang berdampak buruk terhadap upaya penuntasan pembunuhan tersebut.

Tidak hanya keluarga dan aktivis HAM yang kehilangan Munir, tapi seluruh bangsa Indonesia yang merindukan sepak terjang seorang pejuang yang tidak pernah takut menyuarakan kebenaran meski itu pahit dan berisiko kehilangan nyawa ini. Pembunuhan Munir juga menjadi perhatian dunia internasional yang selalu ditanyakan pada setiap periode pemerintahan.

Termasuk kepada Presiden Jokowi yang sedang menikmati banyak pujian dari sejumlah tokoh dunia. Kredibilitas Presiden menjadi pertaruhan besar Indonesia dalam pergaulan internasional. Jika pada akhirnya pemerintah ini gagal menuntaskan kasus Munir, prestasi Presiden Jokowi di bidang penegakan HAM akan tercoreng. Ini bukan masalah sepele, tapi persoalan serius yang tidak boleh diremehkan.

Pada akhirnya semua kembali pada kemauan politik Presiden dan para menterinya untuk merespons gejolak di masyarakat atas masalah ini.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7952 seconds (0.1#10.140)