Siswi Hamil di Mojokerto Capai 172 Kasus
A
A
A
MOJOKERTO - Kasus siswi hamil di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, cukup memprihatinkan. Tahun ini saja ada 172 pelajar yang hamil di luar nikah. Tak hanya menimpa anak SMA dan SMP, siswi hamil juga dialami pelajar sekolah dasar (SD).
Akhir-akhir ini kasus asusila di kalangan pelajar memang marak. Baru-baru ini seorang siswi kelas delapan dilaporkan melakukan pesta seks dengan 12 pelajar lain. Tindakan asusila yang sama juga dilakukan siswi kelas 11 dengan melakukan pesta seks bersama 10 pria yang juga masih berstatus pelajar.
Kasus siswi melarikan diri dan berujung dengan aktivitas seks juga kerap terjadi. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Mojokerto Yudha Hadi mengatakan, Kabupaten Mojokerto sudah masuk dalam kategori krisis moral lantaran banyak kasus asusila di kalangan pelajar.
”Bukan lagi degradasi moral, tapi krisis moral. Tahun ini saja hampir semua sekolah tingkat SMA terdapat kasus siswi hamil,” ungkap Yudha kemarin. Dibanding tahun lalu, kasus hamil di kalangan pelajar mengalami kenaikan cukup signifikan. Tahun lalu tercatat 122 kasus siswi hamil baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA. Tahun ini kasus siswi hamil hampir di semua jenjang pendidikan mengalami peningkatan yang drastis (lihat tabel).
”Hingga November ini sudah ada 172 kasus. Untuk SMP dan SMA mengalami kenaikan yang memprihatinkan,” tambahnya. Lebih tragis, lanjut Yudha, tindakan asusila yang dilakukan kalangan pelajar tak hanya satu lawan satu. Dia menyebut kasus yang baru saja ditanganinya. Seorang siswi SMP yang melakukan pesta seks dengan 12 pelajar lain di Kecamatan Mojoanyar.
”Ada juga satu perempuan melakukan hubungan seks dengan 10 orang. Ini sudah mengkhawatirkan,” ungkap Yudha yang juga menyebut ada salah satu siswi yang hingga melahirkan, namun tak diketahui pihak sekolah. Yudha menambahkan, banyak kasus asusila yang dialami kalangan pelajar ini lantaran pengaruh mudahnya mengakses gambar atau video porno.
Pihaknya bahkan pernah melakukan penelitian terkait fakta ini. ”Hasilnya, 72% pelajar mengetahui gambar maupun video porno sejak duduk di bangku SMP. Inilah yang lantas membuat mereka ingin melakukan apa yang mereka lihat dalam gambar dan video itu,” ucap mantan kepala Dinas Sosial (Dinsos) ini.
Lantaran banyak kasus asusila di kalangan pelajar, pihaknya kini gencar mendirikan Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Remaja. Menurutnya, rata- rata kasus siswi hamil terjadi di sekolah yang tak memiliki PIK Remaja. ”Masalah ini muncul juga karena kurangnya fungsi bimbingan konseling (BK) di sekolah. Guru BK rata-rata hanya mengurusi kenakalan siswa yang nilainya rendah. Harusnya perilaku siswa juga dicermati,” tuturnya.
Lebih jauh Yudha menyebut, sejumlah kasus asusila yang menimpa pelajar ini ditangani Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Termasuk, kasus pesta seks yang dilakukan 12 pelajar dan satu siswi yang kini ditangani polisi. ”Karena mereka di bawah umur, kami melakukan pendampingan baik terhadap perempuan maupun laki-lakinya,” pungkasnya.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Mojokerto Yoko Priyono mengatakan, banyak kasus asusila di kalangan pelajar memang menjadi perhatian pihaknya. Sejumlah langkah pun sudah dilakukan untuk mengantisipasikasusyangsama. ”Kepala sekolah sudah kami kumpulkan untuk memperhatikan masalah ini. Dalam setiap kesempatan pertemuan dengan kepala sekolah, ini saya sampaikan,” kata Yoko.
Dia juga meminta kepala sekolah untuk mengoptimalkan pengawasan siswa. Tak hanya oleh guru BK, tapi juga oleh semua pengajar di sekolah. ”Pengawasan dan pembinaan yang harus ditingkatkan. Termasuk mengecek buku dan razia ponsel. Biasanya memang ponsel menjadi media gambar dan video porno,” sebutnya. Sementara itu, Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Sudarso menilai semua itu dampak deras dan mudahnya akses informasi.
“Di sisi lain pendidikan formal masih mentah, tidak membahas soal seks. Di keluarga atau komunitas, anak tidak bertanya soal seks karena dianggap tabu. Akhirnya, anak mencari tahu sendiri melalui searching di internet,” kata Sudarso. Dari internet anak sebatas dapat informasi tentang hubungan seks tanpa bisa tahu akibatnya.
Kejadian siswi hamil biasanya dialami mereka yang berasal dari keluarga salah asuhan. “Solusinya sejak SD harus ditanamkan seputar pengetahuan seks. Jangan sampai SMP. Kalau SMP sudah aqil baligh bisa kebablasan. Pengawasan ketat orang tua dan guru juga tidak akan ngefek. Apa mungkin mereka mengawasi 24 jam,” pungkasnya.
Ketua Hotline Pendidikan JatimIsaAnsori menambahkan, perilaku pelajar di Jatim sekarang dalam berpacaran sudah berada pada tahap mengkhawatirkan. “Karena itu, perlu dilakukan penyadaran akan kesadaran memiliki tubuh dan harus dilindungi dari siapa pun yang tidak berhak.
Pemberian perlindungan informasi yang sehat juga mutlak diperlukan dengan jalan penyadaran pentingnya memilih informasi,” kata Isa. Pendidikan seksual dan pengenalan alat reproduksi serta fungsi fungsinya tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang bersifat pelengkap, tapi perlu diajarkan secara benar dengan membangun kesadaran anak.
Tritus julan/Soeprayitno
Akhir-akhir ini kasus asusila di kalangan pelajar memang marak. Baru-baru ini seorang siswi kelas delapan dilaporkan melakukan pesta seks dengan 12 pelajar lain. Tindakan asusila yang sama juga dilakukan siswi kelas 11 dengan melakukan pesta seks bersama 10 pria yang juga masih berstatus pelajar.
Kasus siswi melarikan diri dan berujung dengan aktivitas seks juga kerap terjadi. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Mojokerto Yudha Hadi mengatakan, Kabupaten Mojokerto sudah masuk dalam kategori krisis moral lantaran banyak kasus asusila di kalangan pelajar.
”Bukan lagi degradasi moral, tapi krisis moral. Tahun ini saja hampir semua sekolah tingkat SMA terdapat kasus siswi hamil,” ungkap Yudha kemarin. Dibanding tahun lalu, kasus hamil di kalangan pelajar mengalami kenaikan cukup signifikan. Tahun lalu tercatat 122 kasus siswi hamil baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA. Tahun ini kasus siswi hamil hampir di semua jenjang pendidikan mengalami peningkatan yang drastis (lihat tabel).
”Hingga November ini sudah ada 172 kasus. Untuk SMP dan SMA mengalami kenaikan yang memprihatinkan,” tambahnya. Lebih tragis, lanjut Yudha, tindakan asusila yang dilakukan kalangan pelajar tak hanya satu lawan satu. Dia menyebut kasus yang baru saja ditanganinya. Seorang siswi SMP yang melakukan pesta seks dengan 12 pelajar lain di Kecamatan Mojoanyar.
”Ada juga satu perempuan melakukan hubungan seks dengan 10 orang. Ini sudah mengkhawatirkan,” ungkap Yudha yang juga menyebut ada salah satu siswi yang hingga melahirkan, namun tak diketahui pihak sekolah. Yudha menambahkan, banyak kasus asusila yang dialami kalangan pelajar ini lantaran pengaruh mudahnya mengakses gambar atau video porno.
Pihaknya bahkan pernah melakukan penelitian terkait fakta ini. ”Hasilnya, 72% pelajar mengetahui gambar maupun video porno sejak duduk di bangku SMP. Inilah yang lantas membuat mereka ingin melakukan apa yang mereka lihat dalam gambar dan video itu,” ucap mantan kepala Dinas Sosial (Dinsos) ini.
Lantaran banyak kasus asusila di kalangan pelajar, pihaknya kini gencar mendirikan Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Remaja. Menurutnya, rata- rata kasus siswi hamil terjadi di sekolah yang tak memiliki PIK Remaja. ”Masalah ini muncul juga karena kurangnya fungsi bimbingan konseling (BK) di sekolah. Guru BK rata-rata hanya mengurusi kenakalan siswa yang nilainya rendah. Harusnya perilaku siswa juga dicermati,” tuturnya.
Lebih jauh Yudha menyebut, sejumlah kasus asusila yang menimpa pelajar ini ditangani Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Termasuk, kasus pesta seks yang dilakukan 12 pelajar dan satu siswi yang kini ditangani polisi. ”Karena mereka di bawah umur, kami melakukan pendampingan baik terhadap perempuan maupun laki-lakinya,” pungkasnya.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Mojokerto Yoko Priyono mengatakan, banyak kasus asusila di kalangan pelajar memang menjadi perhatian pihaknya. Sejumlah langkah pun sudah dilakukan untuk mengantisipasikasusyangsama. ”Kepala sekolah sudah kami kumpulkan untuk memperhatikan masalah ini. Dalam setiap kesempatan pertemuan dengan kepala sekolah, ini saya sampaikan,” kata Yoko.
Dia juga meminta kepala sekolah untuk mengoptimalkan pengawasan siswa. Tak hanya oleh guru BK, tapi juga oleh semua pengajar di sekolah. ”Pengawasan dan pembinaan yang harus ditingkatkan. Termasuk mengecek buku dan razia ponsel. Biasanya memang ponsel menjadi media gambar dan video porno,” sebutnya. Sementara itu, Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Sudarso menilai semua itu dampak deras dan mudahnya akses informasi.
“Di sisi lain pendidikan formal masih mentah, tidak membahas soal seks. Di keluarga atau komunitas, anak tidak bertanya soal seks karena dianggap tabu. Akhirnya, anak mencari tahu sendiri melalui searching di internet,” kata Sudarso. Dari internet anak sebatas dapat informasi tentang hubungan seks tanpa bisa tahu akibatnya.
Kejadian siswi hamil biasanya dialami mereka yang berasal dari keluarga salah asuhan. “Solusinya sejak SD harus ditanamkan seputar pengetahuan seks. Jangan sampai SMP. Kalau SMP sudah aqil baligh bisa kebablasan. Pengawasan ketat orang tua dan guru juga tidak akan ngefek. Apa mungkin mereka mengawasi 24 jam,” pungkasnya.
Ketua Hotline Pendidikan JatimIsaAnsori menambahkan, perilaku pelajar di Jatim sekarang dalam berpacaran sudah berada pada tahap mengkhawatirkan. “Karena itu, perlu dilakukan penyadaran akan kesadaran memiliki tubuh dan harus dilindungi dari siapa pun yang tidak berhak.
Pemberian perlindungan informasi yang sehat juga mutlak diperlukan dengan jalan penyadaran pentingnya memilih informasi,” kata Isa. Pendidikan seksual dan pengenalan alat reproduksi serta fungsi fungsinya tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang bersifat pelengkap, tapi perlu diajarkan secara benar dengan membangun kesadaran anak.
Tritus julan/Soeprayitno
(bbg)