DKI Tetap Larang Motor Melintasi Jalan Protokol
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta tetap akan melarang sepeda motor melintas di jalan protokol Ibu Kota. Meski masih menuai pro-kontra, Pemprov DKI Jakarta yakin kebijakan tersebut mampu mengatasi kemacetan.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Muhammad Akbar menyebutkan, salah satu penyebab kemacetan adalah kesemrawutan yang disebabkan pengendara sepeda motor. Untuk itu, ruang gerak kendaraan roda dua itu akan dibatasi. Uji coba larangan sepeda motor dilakukan di sepanjang Jalan MH Thamrin (kawasan Bundaran HI) hingga Jalan Medan Merdeka Barat.
”Uji coba ini akan berlangsung sebulan. Setelah itu akan dievaluasi untuk dikembangkan ke titik lain seperti ke Sudirman,” katanya di sela-sela diskusi pembatasan sepeda motor di Jakarta kemarin.
Diskusi yang diselenggarakan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) ini juga menghadirkan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, Kepala Subdit Gakum Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Hindrasono, pengamat transportasi dari Universitas Tarumanegara Leksmono Suryo Putranto, produsen sepeda motor, dan pengguna sepeda motor.
Akbar menjelaskan, program pembatasan sepeda motor itu sudah lama dicanangkan, namun baru dapat diujicobakan pertengahan Desember. Berdasarkan data Dishub pada 2013, jumlah sepeda motor diJakarta6.211.367unitdengan tingkat pertumbuhan 1.535 unit per hari.
Di Jabodetabek sepeda motor sebanyak 11.949.280 unit. Dari sisi jumlah perjalanan, di Jabodetabek terdapat 25.737.000 perjalanan per hari. Sebanyak 6.962.000 perjalanan berasal dari daerah Tangerang, Depok, Bogor, dan Bekasi. Berdasarkan moda, sebanyak 50,8% atau 13.060.000 perjalanan menggunakan sepeda motor.
Pengguna mobil sebanyak 6.155.000 (23,9%) dan 6.522.000 perjalanan/hari (25,3%) menggunakan angkutan umum. Sementara itu, Tulus Abadi menuturkan, saat ini pemerintah terjebak dengan kecelakaan sejarah. Sepeda motor relatif mendapatkan tempat dan tidak terkena sasaran kebijakan penataan transportasi.
Sebagai contoh pada PP No 97/2012 tentang retribusi pengendalian lalu lintas tidak menjadikan sepeda motor sebagai sasaran retribusi. Akhirnya dibuatlah kebijakan pelarangan sepeda motor. ”Mestinya PP ini direvisi dulu,” ungkapnya. Bila ingin melarang penggunaan sepeda motor, kata Tulus, pemerintah harus merampungkan infrastruktur pelayanan publik untuk perjalanan masyarakat.
Selama ini angkutan massal tidak mampu menjawab kebutuhan akan kenyamanan dan kepastian waktu perjalanan. Biaya menggunakan transportasi massal juga lebih mahal dibandingkannaiksepeda motor. ”Selama ini masyarakat terbantu dengan sepeda motor. Tingginya mobilitas mereka dapat dijangkau tanpa harus mengeluarkan biaya tinggi. Semua itu karena sepeda motor,” katanya.
Ilham safutra
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Muhammad Akbar menyebutkan, salah satu penyebab kemacetan adalah kesemrawutan yang disebabkan pengendara sepeda motor. Untuk itu, ruang gerak kendaraan roda dua itu akan dibatasi. Uji coba larangan sepeda motor dilakukan di sepanjang Jalan MH Thamrin (kawasan Bundaran HI) hingga Jalan Medan Merdeka Barat.
”Uji coba ini akan berlangsung sebulan. Setelah itu akan dievaluasi untuk dikembangkan ke titik lain seperti ke Sudirman,” katanya di sela-sela diskusi pembatasan sepeda motor di Jakarta kemarin.
Diskusi yang diselenggarakan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) ini juga menghadirkan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, Kepala Subdit Gakum Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Hindrasono, pengamat transportasi dari Universitas Tarumanegara Leksmono Suryo Putranto, produsen sepeda motor, dan pengguna sepeda motor.
Akbar menjelaskan, program pembatasan sepeda motor itu sudah lama dicanangkan, namun baru dapat diujicobakan pertengahan Desember. Berdasarkan data Dishub pada 2013, jumlah sepeda motor diJakarta6.211.367unitdengan tingkat pertumbuhan 1.535 unit per hari.
Di Jabodetabek sepeda motor sebanyak 11.949.280 unit. Dari sisi jumlah perjalanan, di Jabodetabek terdapat 25.737.000 perjalanan per hari. Sebanyak 6.962.000 perjalanan berasal dari daerah Tangerang, Depok, Bogor, dan Bekasi. Berdasarkan moda, sebanyak 50,8% atau 13.060.000 perjalanan menggunakan sepeda motor.
Pengguna mobil sebanyak 6.155.000 (23,9%) dan 6.522.000 perjalanan/hari (25,3%) menggunakan angkutan umum. Sementara itu, Tulus Abadi menuturkan, saat ini pemerintah terjebak dengan kecelakaan sejarah. Sepeda motor relatif mendapatkan tempat dan tidak terkena sasaran kebijakan penataan transportasi.
Sebagai contoh pada PP No 97/2012 tentang retribusi pengendalian lalu lintas tidak menjadikan sepeda motor sebagai sasaran retribusi. Akhirnya dibuatlah kebijakan pelarangan sepeda motor. ”Mestinya PP ini direvisi dulu,” ungkapnya. Bila ingin melarang penggunaan sepeda motor, kata Tulus, pemerintah harus merampungkan infrastruktur pelayanan publik untuk perjalanan masyarakat.
Selama ini angkutan massal tidak mampu menjawab kebutuhan akan kenyamanan dan kepastian waktu perjalanan. Biaya menggunakan transportasi massal juga lebih mahal dibandingkannaiksepeda motor. ”Selama ini masyarakat terbantu dengan sepeda motor. Tingginya mobilitas mereka dapat dijangkau tanpa harus mengeluarkan biaya tinggi. Semua itu karena sepeda motor,” katanya.
Ilham safutra
(bbg)