PPATK Harus Proaktif Usut Rekening Hakim

Rabu, 26 November 2014 - 11:01 WIB
PPATK Harus Proaktif...
PPATK Harus Proaktif Usut Rekening Hakim
A A A
JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) harus bersikap proaktif mengusut adanya dugaan rekening mencurigakan milik hakim agung yang mengadili kasus sengketa kepemilikan TPI.

Penelusuran PPATK itu juga bisa mengungkap tabir dugaan kejanggalan putusan Mahkamah Agung (MA) kasus TPI yang kontroversial itu. Pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan, PPATK memiliki kewajiban dalam menelusuri setiap rekening mencurigakan.

Bahkan, tanpa adanya laporan masyarakat, jika memang ditemukan adanya rekening tidak wajar, otomatis PPATK harus bergerak. Laporan PPATK itu, menurutnya, bisa diajukan sebagai data untuk pihak berwenang agar menindaklanjuti tindak pidananya.

”PPATK itu bergerak secara otomatis kalau mengingat ada yang mencurigakan, kan itu praduga tak bersalah sebelum dibuktikan.Sepanjang ada hal yang mencurigakan, kenapa tidak proaktif menelusuri? Kan (PPATK) memang dibentuk untuk menelusuri yang mencurigakan,” tandas Asep di Jakarta kemarin.

Menurut dia, langkah proaktif PPATK setidaknya bisa menjelaskan dugaan-dugaan adanya aliran dana tidak wajar yang dituduhkan pada majelis hakim peninjauan kembali (PK) kasus TPI. Namun, menurut Asep, dalam hal ini laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga diperlukan untuk mengantisipasi jika PPATK tidak menemukan rekening mencurigakan.

Sebab bisa saja seseorang yang terindikasi suap tidak terdeteksi oleh PPATK. ”Bisa saja di PPATK tidak menemukan indikasi mencurigakan, tapi sebenarnya korupsi, nah di situ KPK bisa jika ada bukti,” paparnya.

Namun akan lebih kuat jika PPATK dan KPK jalan beriringan dalam menelusuri adanya transaksi mencurigakan. Pasalnya, KPK bisa menggunakan data yang dimiliki PPATK untuk melakukan penyelidikan. ”Ketika ada sesuatu yang mencurigakan, mutlak ada harus kerja sama dengan KPK. Jika ada investigasi penyelidikan, dia (KPK) itu menggunakan informasi PPATK,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur PT Berkah Karya Bersama Andrew Siampa mendatangi Kantor PPATK guna meminta keterlibatan lembaga tersebut untuk menelusuri rekening milik tiga hakim agung yang menyidangkan perkara sengketa kepemilikan TPI. Ketiga hakim yang dimaksud adalah M Saleh (ketua majelis hakim) serta hakim anggota Abdul Manan dan Hamdi.

Dari pengajuan ini juga diharapkan PPATK bisa jeli melihat adanya dugaan transaksi mencurigakan dansegera menindaklanjuti apabila ditemukan adanya indikasi suap dalam kasus tersebut. Ketika dikonfirmasi terpisah, Kepala Bagian Hubungan Antarlembaga MA David MT Simanjuntak enggan berkomentar mengenai pelaporan ketiga hakim MA ke PPATK.

Dia berkilah tidak berwenang untuk mengomentari pelaporan itu. Adapun mengenai keterlibatan Badan Pengawas (Bawas) MA untuk mengklarifikasi hakim M Saleh dkk, dirinya mengisyaratkan belum ada pemeriksaan maupun klarifikasi. ”Kan kita tahu ada di KY, kalau ada halhal yang itu, monggo,” paparnya.

Hingga kini, M Saleh belum memberikan respons atas pemberitaan di media. Banyak media kesulitan untuk meminta komentarnya atas tudingan negatif atas kasus yang ditanganinya itu. KORAN SINDO juga telah berupaya mendatangi kantor maupun kediamannya baik di kawasan Cipinang maupun di rumah dinas di Jalan Denpasar Kuningan, tetapi M Saleh juga tak bisa ditemui. Kabar terakhir dia sedang berada di Eropa.

Pengadilan Tak Berwenang

Sementara itu, pakar hukum bisnis Frans Hendra Winarta menyatakan, putusan MA atas PK kasus TPI menambah deretan pengingkaran pengadilan atas perjanjian arbitrase yang telah dipilih para pihak yang bersengketa. ”Tidak sedikit pihak-pihak yang tidak nyaman terhadap proses arbitrase dan merusak kesepakatan itu,” ungkap Frans.

Para pihak dalam perjanjian, menurut Frans, telah memuat klausul arbitrase. Namun dalam praktiknya justru bersengketa di pengadilan. Padahal bagi pebisnis, menyelesaikan sengketa di jalur arbitrase dianggap jauh lebih baik dibanding penyelesaian di jalur pengadilan.

Dalam Pasal 3 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah diatur jika para pihak telah memilih arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa (party autonomy ), pengadilan tidak mempunyai kewenangan atau yurisdiksi mengadili suatu sengketa bisnis.

Karena itu, kata Frans, majelis arbitrase yang memeriksa perkara tersebut dapat terus memeriksa sengketa bisnis dengan mengabaikan pemeriksaan di pengadilan. Sebab, berdasarkan prinsip kompetensikompetensi, yang dapat menentukan kewenangan dari majelis arbitrase hanyalah majelis arbitrase itu sendiri.

Majelis arbitrase dapat menentukan validitas dari klausul arbitrase dan menyatakan mempunyai kewenangan (yurisdiksi) untuk memeriksa dan memutus suatu perkara arbitrase. ”Jalur arbitrase lebih disukai pengusaha karena bersifat win-win solution, confidential, serta putusan yang final dan binding ,” kata Frans.

Melalui arbitrase, lanjutnya, sengketa bisnis cepat selesai dan mereka dapat tetap menjaga hubungan baik dengan para pelaku bisnis dan tidak ada pihak yang dipermalukan di antara yang bersengketa. Dalam penyelesaian arbitrase, para pihak dapat meminta jasa arbiter baik itu berupa arbiter tunggal (sole arbitrator ) atau majelis arbitrase (panel of arbitrator ) yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidangnya untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi.

Nurul adriyana/Danti Daniel
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1082 seconds (0.1#10.140)