Evaluasi Kurikulum 2013 Selesai Desember

Senin, 24 November 2014 - 12:26 WIB
Evaluasi Kurikulum 2013...
Evaluasi Kurikulum 2013 Selesai Desember
A A A
SURABAYA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan menyatakan, keputusan hasil evaluasi Kurikulum 2013 ditargetkan selesai Desember 2014.

Dari hasil evaluasi itu nantinya akan diketahui apakah kurikulum itu bisa dilanjutkan, dilanjutkan dengan koreksi, atau harus ditunda. Menurut Anies, kurikulum adalah hal yang berbeda sama sekali dengan bahan bakar minyak (BBM).

“Kalau BBM itu sekarang diumumkan naik, maka esoknya sudah dapat dilaksanakan secara langsung (harga naik), tapi kalau kurikulum itu bukan seperti BBM. Kalau nanti ditunda maka kita akan pakai dulu Kurikulum 2006 (KTSP),” tandas Anies di sela-sela menghadiri “Leader for Change Program” BEM Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya kemarin. Yang jelas, ujar Anies, Kemendikbud akan mengambil keputusan secara hati-hati karena keputusan itu menyangkut jutaan siswa dan ratusan ribu guru.

“Ibaratnya, pelaksanaan Kurikulum 2013 itu terlalu prematur,” katanya. Menurut dia, Kurikulum 2013 itu dalam praktiknya memang diberlakukan pada 6.400 dari 218.000 sekolah. Implementasi itu sebenarnya untuk bisa mendapatkan masukan. “Tapi justru langsung dipraktikkan sehingga ada masalah,” katanya.

Kurikulum 2013 dikatakan masih prematur akibat proses pematangan yang belum selesai, namun pelaksanaan kurikulum itu sudah dipaksakan. Dalam evaluasi nantinya, penggagas Indonesia Mengajar ini mengatakan bahwa pemerintah membentuk tim evaluasi yang terdiri atas guru, pakar kurikulum, dan manajemen pendidikan.

“Sekarang beberapa guru mengeluhkan Kurikulum 2013 karena bahan ajar belum ada, sistem penilaian yang membutuhkan kesiapan dari guru, dan sebagainya. Kasihan, guru-guru itu memilikibeban ajar, karena di rumah masih harus melakukan penilaian,” paparnya.

Di hadapan 100 peserta “Leader of Change Program 2014”, Rektor Universitas Paramadina nonaktif ini menyatakan ingin menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan dan menghasilkan para pembelajar. Pembelajar itu, lanjutnya, merupakan orang yang mengalami dan bukan sekadar menjalani.

“Pembelajar itu selalu belajar dari pengalaman, tidak terpaku pada program, dan berpikir kreatif, karena itu pendidikan harus mengarah ke sana,” tandasnya. Sebelumnya, pemerintah berencana mengembalikan kelulusan siswa ke sekolah. Persentase kelulusan siswa pun diubah antara 50% ujian nasional (UN) dan 50% ujian sekolah. Anies Baswedan mengatakan, dirinya sudah menggelar rapat dengan Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).

Intinya, Mendikbud ingin mengkaji kembali UN sebagai satu-satunya penentu kelulusan siswa. BSNP sebagai badan yang bertanggung jawab dalam kriteria minimal bagi standar pendidikan diminta untuk mengkaji kembali pelaksanaan UN. Anggota BNSP Teuku Ramli Zakaria mengatakan, BSNP memandang UN tetap perlu dilakukan namun dengan sejumlah perbaikan.

Misalnya, perbaikan pada kualitas soal UN dan prosedur pelaksanaan yang kredibel sehingga bisa mengurangi tekanan psikologis anak. Dalam pertemuan dengan Mendikbud, terang Ramli, BSNP mengusulkan persentase tingkat kelulusan diubah menjadi 50-50.

Berbeda dengan tahun ini yang memakai perbandingan 60% nilai UN yang dipakai untuk menentukan kelulusan siswa dan 40% nilai sekolah. Ramli mengakui, dengan bobot tersebut maka ujian sekolah menjadi dominan, sehingga sangat kecil kemungkinan siswa tidak lulus. Dia menggambarkan, jika ujian sekolah siswa mendapat nilai 8, lalu UN-nya 3, maka siswa masih bisa lulus.

Meski kelulusan siswa ditentukan oleh sekolah, dia berharap nilai UN yang didapat siswa harus murni dan bukan manipulasi. Sebab jika seluruh siswa di daerah mendapat nilai ujian murni, daerah tersebut mendapat nilai yang kredibel.

Neneng zubaidah/ ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1079 seconds (0.1#10.140)