Agar Anak Muda Melek Nuklir

Minggu, 23 November 2014 - 11:37 WIB
Agar Anak Muda Melek...
Agar Anak Muda Melek Nuklir
A A A
Mendengar kata nuklir, masyarakat selalu mengidentikkannya dengan bom atom. Tak pelak, nuklir dalam bentuk apa pun dianggap berbahaya.

Padahal, teknologi yang melibatkan reaksi dari inti atom ini sebenarnya banyak diaplikasikan pada berbagai hal. Justru teknologi ini sudah banyak dipakai sehari-hari tanpa disadari. Di Indonesia sejak 1954 sudah dicetuskan gagasan pengembangan dan pemanfaatan teknologi nuklir. Selanjutnya dibentuklah lembaga pemerintahan nonkementerian, yakni Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) yang memiliki tugas penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan tenaga nuklir.

Karena itu, untuk merangsang minat masyarakat khususnya kaum muda terhadap teknologi nuklir, Batan bersama Komunitas Muda Nuklir (Kommun) menggelar Nuclear Youth Summit (NYS) 2014 di Hotel Royal Kuningan kemarin. Acara yang mengusung tema Let’s Start The Future Today ini sekaligus sebagai wadah bagi kaum muda terhadap perkembangan teknologi nuklir.

Acara ini diikuti sejumlah anak muda dari beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Australia, Uni Emirat Arab, dan Filipina. ”Inti acara ini ingin mengajak generasi muda mengembangkan teknologi nuklir,” ujar Ketua Kommun Sayid Mubarok. Lewat kegiatan ini diharapkan anak-anak muda dapat membantu sosialisasi manfaat teknologi nuklir kepada masyarakat.

”Bagi yang awam bahkan menganggap nuklir hal yang berbahaya. Padahal nuklir bisa juga memberikan dampak yang baik,” ujar Sayid. Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan, acara ini penting dilakukan agar generasi penerus sadar manfaat nuklir.

”Sedini mungkin harus memberikanpemahamanapaitunuklir. Sebab ditakutkan generasi muda tidak ada yang tertarik dengan teknologi nuklir. Padahal, mereka yang akan menjadi penerus masa depan dan pengelola tenaga nuklir ini,” tandasnya.

Perwakilan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Broto Sugeng Kardono menegaskan pihaknya akan terus berkomitmen mendukung kegiatan-kegiatan seperti NYS 2014. ”Karena teknologi nuklir sangat bermanfaat bagi masyarakat luas, Kemenristekdikti sadar harus terus mendukung perkembangan teknologi nuklir,” ujarnya. Padahal, keberadaan tenaga-tenaga ahli nuklir Indonesia sudah diakui dunia internasional.

Hal ini membuktikan bahwa secara teknologi Indonesia mampu menguasai teknologi nuklir. Hanya saja, yang saat ini masih menjadi persoalan dalam pengembangan teknologi nuklir di Indonesia ialah kelangkaan radioisotop. Selama ini Indonesia memanfaatkan reaktor serbaguna GA Siwabessy (RSG-GAS) untuk kegiatan produksi radioisotop.

Tak mengherankan jika hampir semua kebutuhan radioisotop untuk rumah sakit di Indonesia bergantung pada reaktor berkapasitas 30 megawatttermal itu. Selama ini hanya ada satu lembaga yang dipercaya untuk memproduksi radioisotop, yakni PT Industri Nuklir Indonesia (Inuki), yang dulu bernama PT Batan Teknologi (BatanTek) untuk keperluan dalam negeri dan regional Asia.

Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) menunjuk Inuki sebagai satu-satunya lembaga yang boleh menghasilkan radioisotop, kemudian secara resmi dapat menjual produk-produk nuklir tersebut. Tapi, sejak awal 2013, Inuki tidak lagi memproduksi radioisotop karena Bapeten mencabut surat perizinannya. Hal ini terjadi akibat fasilitas produksi radioisotop Inuki mulai uzur dan butuh peremajaan. Tak pelak, kondisi ini mengharuskan Indonesia mengimpor radioisotop dari Australia.

Disebut-sebut harga impor untuk 400 milicurie/ mCi (satuan radio aktif) sebesar Rp28 juta, belum termasuk pajak. Sementara jika memproduksi sendiri harganya hanya Rp18 juta. Saat ini, Inuki hanya berfungsi sebagai lembaga resmi pemerintah yang menjadi importir legal radioisotop. ”Stok radioisotop yang dimiliki Indonesia kini hanya tergantung impor sehingga penggunaannya terbatas,” ujar Djarot.

Kondisi ini membuat biaya radioisotop yang dikeluarkan rumah-rumah sakit di Indonesia semakin tinggi. Efek dominonya, hal ini berimbas pada biaya rumah sakit yang harus ditanggung pasien yang menggunakan radioisotop. Saat ini, sekitar 15 RS di Indonesia menggunakan radioisotop, di antaranya RS Adam Malik (Medan), RS M Djamil (Padang), RS Hasan Sadikin (Bandung), RS Gatot Subroto, RS Abdi Waluyo, RS Cipto Mangunkusumo, RS Kanker Darmais, RS Harapan Kita, RS Pertamina.

”Jika asumsi satu RS harus menangani 50 pasien per bulan yang menggunakan radioisotop, bisa dibayangkan bagaimana kesulitan yang terjadi apabila radioisotop langka,” tandas Djarot. Menurut dia, sudah saatnya pemerintah memperhatikan secara serius mengenai kelangkaan radioisotop ini yang banyak digunakan untuk kepentingan medis.

Djarot optimistis Indonesia bisa menjadi pengekspor radioisotop di Asia jika hal tersebut benar-benar direalisasi.

Dina angelina
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6382 seconds (0.1#10.140)