Alasan Komisi VI DPR Sesalkan BBM Naik
A
A
A
JAKARTA - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus mendapat pertentangan, kali ini giliran Komisi VI DPR yang melakukan hal serupa.
"Komisi VI DPR menyesalkan kebijakan Pemerintah Jokowi-JK menaikkan harga BBM bersubsidi," ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR, Azam Azman Natawijana di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (21/11/2014).
Menurut mereka, tidak tepat Jokowi menaikkan BBM bersubsidi saat minyak mentah dunia mengalami penurunan lebih rendah di bawah asumsi APBN-P 2014.
"Saat ini mencapai USD 74,05/barel. Oleh karena itu, kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi tidak sesuai dengan Pasal 14 Ayat (3) UU Nomor 12 Tahun 2014 tentang APBN-P 2014," terangnya.
Kenaikan BBM bersubsidi juga tidak layak karena pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah mengalami perlambatan. "Kebijakan ini dipastikan dapat meningkatkan inflasi tajam," sambungnya.
Dengan adanya kenaikan ini, angka kemiskinan sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) 29 juta rakyat miskin dan berpotensi akan menambah 40 juta dari 70 juta rakyat yang rentan miskin.
"Kenaikan ini juga akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat," pungkasnya.
"Komisi VI DPR menyesalkan kebijakan Pemerintah Jokowi-JK menaikkan harga BBM bersubsidi," ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR, Azam Azman Natawijana di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (21/11/2014).
Menurut mereka, tidak tepat Jokowi menaikkan BBM bersubsidi saat minyak mentah dunia mengalami penurunan lebih rendah di bawah asumsi APBN-P 2014.
"Saat ini mencapai USD 74,05/barel. Oleh karena itu, kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi tidak sesuai dengan Pasal 14 Ayat (3) UU Nomor 12 Tahun 2014 tentang APBN-P 2014," terangnya.
Kenaikan BBM bersubsidi juga tidak layak karena pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah mengalami perlambatan. "Kebijakan ini dipastikan dapat meningkatkan inflasi tajam," sambungnya.
Dengan adanya kenaikan ini, angka kemiskinan sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) 29 juta rakyat miskin dan berpotensi akan menambah 40 juta dari 70 juta rakyat yang rentan miskin.
"Kenaikan ini juga akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat," pungkasnya.
(maf)