Belimbing Tanah Diolah Menjadi Air Aki Ramah Lingkungan
A
A
A
Biasanya larutan asam sulfat terbuat dari bahan kimia yang cenderung berbahaya. Namun kini mahasiswa Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (USU) menciptakan air aki yang lebih ramah lingkungan, yakni tumbuhan belimbing tanah.
Belimbing tanah (Tacca cristata ) merupakan tumbuhan semak yang banyak dijumpai di area tropis yang tingginya mencapai 0,5 meter dengan buah mirip belimbing, namun bentuknya kecil dan rasanya asam. Tim periset penemuan itu adalah Cathy Winata br Sibagariang, Devi Larasati, dan Fatur. Ketiganya merupakan mahasiswa ekstensi. Pemilihan bahan organik dan efisiensi menjadi pokok riset mereka.
”Kami mengkaji larutan seperti aki dari belimbing tanah. Kalau asam sulfat dari zat kimia, kami menggantinya ke bahan yang lebih organik,” ujar Devi Larasati, kemarin. Mereka sengaja memilih belimbing tanah lantaran seluruh bagian dari tumbuhan tersebut bisa diekstrak, mulai dari akar, batang, daun, hingga buah.
”Tidak perlu biaya, di mana-mana bisa didapat. Kalau dari yang lain, harus beli lagi, kan butuh uang. Apalagi kami biaya sendiri melakukan penelitian ini,” katanya. Devi menjelaskan, belimbing asam memiliki kandungan asam oksalat, yang merupakan asam lemah paling kuat. Dasar pembuatannya tidak sulit, hanya mengekstrak belimbing tanah tersebut menjadi larutan yang akhirnya menggantikan larutan asam sulfat.
”Tapi tentunya dengan filtrasi larutan tersebut hingga maksimal. Memang saat ini fungsinya belum seefisien asam sulfat, tapi akan ada pengembangan lebih lanjut,” ucapnya. Cathy menambahkan, jika enam cell baterai aki pada umumnya bisa menghasilkan 12 volt, satu cell dengan larutan belimbing tanah yang belum mereka namai itu menghasilkan 0,4 volt, sehingga keenam cell baterai basah baru menghasilkan 2,4 volt.
”Pengolahan masih belum maksimal, masih banyak cara yang akan kami coba. Seperti filtrasi juga masih akan dilakukan beberapa kali, hingga berada pada filtrasi jenuh,” ujar Cathy. Air baterai berbahan belimbing tanah tersebut saat ini masih berfungsi sebagai pengontrol solar cell .
Namun ke depan, mereka menargetkan akan mengekstrak larutan itu. Sayang, sebagai mahasiswa, riset yang mereka lakukan ini masih terkendala dana. Dengan menggunakan N-heksan, mereka harus merogoh kocek dalamdalam lantaran satu mililiter (ml) berharga Rp1.300.
”Untuk N-heksan bisa satu liter kami gunakan. Bisa saja kami ekstraksi dengan menggunakan bahan lain, tapi penelitiannya lagi-lagi terbentur pendanaan. Tapi kami terus cari yang sehemat mungkin, dana yang minim itu kami maksimalkan, terus kalau memang terbentur juga, kami cari lain,” kata Fatur.
Ke depan, tim ini akan membuat larutan tersebut tahan lebih lama dibanding asam sulfat. Namun, apa nama bahannya, mereka enggan membeberkan. Tapi ketiga mahasiswa itu berharap risetriset yang dilakukan mahasiswa seperti mereka mendapatkan perhatian pemerintah.
”Kami berharap Dikti melihat apa yang kami lakukan. Riset ini harapannya bisa dipergunakan untuk kepentingan bangsa, dan banyak rekan-rekan lainnya yang melakukan hal seperti ini tapi belum mendapat perhatian dari pemerintah,” kata Devi.
SYUKRI AMAL
Medan
Belimbing tanah (Tacca cristata ) merupakan tumbuhan semak yang banyak dijumpai di area tropis yang tingginya mencapai 0,5 meter dengan buah mirip belimbing, namun bentuknya kecil dan rasanya asam. Tim periset penemuan itu adalah Cathy Winata br Sibagariang, Devi Larasati, dan Fatur. Ketiganya merupakan mahasiswa ekstensi. Pemilihan bahan organik dan efisiensi menjadi pokok riset mereka.
”Kami mengkaji larutan seperti aki dari belimbing tanah. Kalau asam sulfat dari zat kimia, kami menggantinya ke bahan yang lebih organik,” ujar Devi Larasati, kemarin. Mereka sengaja memilih belimbing tanah lantaran seluruh bagian dari tumbuhan tersebut bisa diekstrak, mulai dari akar, batang, daun, hingga buah.
”Tidak perlu biaya, di mana-mana bisa didapat. Kalau dari yang lain, harus beli lagi, kan butuh uang. Apalagi kami biaya sendiri melakukan penelitian ini,” katanya. Devi menjelaskan, belimbing asam memiliki kandungan asam oksalat, yang merupakan asam lemah paling kuat. Dasar pembuatannya tidak sulit, hanya mengekstrak belimbing tanah tersebut menjadi larutan yang akhirnya menggantikan larutan asam sulfat.
”Tapi tentunya dengan filtrasi larutan tersebut hingga maksimal. Memang saat ini fungsinya belum seefisien asam sulfat, tapi akan ada pengembangan lebih lanjut,” ucapnya. Cathy menambahkan, jika enam cell baterai aki pada umumnya bisa menghasilkan 12 volt, satu cell dengan larutan belimbing tanah yang belum mereka namai itu menghasilkan 0,4 volt, sehingga keenam cell baterai basah baru menghasilkan 2,4 volt.
”Pengolahan masih belum maksimal, masih banyak cara yang akan kami coba. Seperti filtrasi juga masih akan dilakukan beberapa kali, hingga berada pada filtrasi jenuh,” ujar Cathy. Air baterai berbahan belimbing tanah tersebut saat ini masih berfungsi sebagai pengontrol solar cell .
Namun ke depan, mereka menargetkan akan mengekstrak larutan itu. Sayang, sebagai mahasiswa, riset yang mereka lakukan ini masih terkendala dana. Dengan menggunakan N-heksan, mereka harus merogoh kocek dalamdalam lantaran satu mililiter (ml) berharga Rp1.300.
”Untuk N-heksan bisa satu liter kami gunakan. Bisa saja kami ekstraksi dengan menggunakan bahan lain, tapi penelitiannya lagi-lagi terbentur pendanaan. Tapi kami terus cari yang sehemat mungkin, dana yang minim itu kami maksimalkan, terus kalau memang terbentur juga, kami cari lain,” kata Fatur.
Ke depan, tim ini akan membuat larutan tersebut tahan lebih lama dibanding asam sulfat. Namun, apa nama bahannya, mereka enggan membeberkan. Tapi ketiga mahasiswa itu berharap risetriset yang dilakukan mahasiswa seperti mereka mendapatkan perhatian pemerintah.
”Kami berharap Dikti melihat apa yang kami lakukan. Riset ini harapannya bisa dipergunakan untuk kepentingan bangsa, dan banyak rekan-rekan lainnya yang melakukan hal seperti ini tapi belum mendapat perhatian dari pemerintah,” kata Devi.
SYUKRI AMAL
Medan
(bbg)