MA Rusak Asas Kepastian Hukum

Sabtu, 15 November 2014 - 11:55 WIB
MA Rusak Asas Kepastian...
MA Rusak Asas Kepastian Hukum
A A A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) dinilai salah menerapkan hukum dalam perkara sengketa kepemilikan saham TPI antara PT Berkah Karya Bersama dan Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut.

Langkah MA ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengganggu iklim investasi di Indonesia. Praktisi hukum bisnis Frans Hendra Winarta menilai, sebelum diberlakukan UU Nomor 30/ 1999 yang mengatur arbitrase, seolah ada kesepakatan tidak tertulis bahwa bila suatu masalah hukum yang timbul dalam perjanjian adalah wanprestasi, penyelesaian dapat dilakukan di lembaga arbitrase.

Namun bila yang timbul adalah unsure perbuatan melawan hukum, pengadilan berhak memeriksa dan memutus perkara yang dimaksud. ”Tapi, setelah diberlakukan UU Nomor 30/1999, terhadap perjanjian yang menyertakan klausul arbitrase, pengadilan tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara itu.

Bahkan, sekalipun kontrak utamanya gugur atau digugurkan, klau sularbitrasenya tetap hidup,” jelasnya. Pertimbangan perbuatan melawan hukum (PMH) yang menjadi dasar putusan kasasi MA dalam perkara TPI juga menimbulkan kecurigaan. Diduga hakim tidak paham atau ada pengaruh dari pihak tertentu dalam membuat keputusan.

”Kita perlu punya sistem peradilan yang independen, tidak bisa diintervensi apa pun,” terangnya. Untuk diketahui, PK kasus TPI ini diputuskan majelis hakim MA yang diketuai hakim M Saleh dan dua hakim anggota Hamdi dan Abdul Manan. Dalam UU Arbitrase sudah dijelaskan bahwa setiap sengketa yang disepakati diselesaikan di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) tidak boleh diperkarakan pengadilan lain.

”Alasan PMH juga tidak dapat membenarkan bahwa MA boleh memutus perkara tersebut, itu tetap melanggar UU Arbitrase,” kata Frans. Dia mengatakan, dalam konvensi internasional seperti di Jepang dan Amerika Serikat, Indonesia disebut sebagai salah satu negara yang hukumnya tidak ramah terhadap dunia investasi, sebab sering menabrak dan tidak mengindahkan UU Arbitrase.

Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan seharusnya MA tidak bisa menerima perkara tersebut karena proses di BANI merupakan salah satu mekanisme alternatif penyelesaian sengketa dan dijamin undang-undang.

”Tindakan MA yang menerima, memeriksa, dan memutus proses arbitrase yang sedang berjalan sudah merusak asas kepastian hukum,” tandasnya. Senada, analis saham Edwin Sebayang mengatakan intervensi MA atas perkara PK kasus TPI merupakan hal yang fatal. Pasalnya hal tersebut dapat memengaruhi tingkat kepercayaan asing terhadap Indonesia.

”Tahun depan juga akan ada Direct Investment Forum untuk pertumbuhan ekonomi. Ketidakpastian hukum ini berbahaya,” ujarnya. Mengenai sengketa ini, Edwin menyarankan diadakannya investigasi lantaran kasus yang berlarut-larut akan memberi dampak besar.

”Bisa dilakukan investigasi terhadap MA oleh KY, KPK, dan PPATK terkait putusannya. Kenapa bisa keluar keputusannya? Padahal ini lagi diurus BANI. Ini sama saja menganggap remeh BANI,” tegasnya. Dia menambahkan, lembaga hukum harus saling menghormati. Jika tidak saling menghormati akan memengaruhi minat investor asing terhadap Indonesia. Sementara itu, Ketua MA Hatta Ali masih enggan mengomentari putusan majelis hakim PK kasus TPI.

”Saya tidak bisa mengomentari putusan hakim. Jadi yang paling pas itu adalah melihat pertimbangan hukumnya di dalam putusan,” ungkap Hatta di kompleks Gedung MA, Jakarta, kemarin. Hatta mengaku telah memanggil majelis hakim yang menangani perkara tersebut. Menurutdia, putusan itu sudah dimuat pada laman MA.

”Itu ada vonisnyadibelakangTPI-nya, bacasaja putusannya, tadi saya panggil majelisnya, katanya sudah dimuat hari ini di website MA. Baguslah supaya orang semua bisa membaca apa alasannya, apa pertimbangannya sehingga majelis menentukan putusan yang seperti itu,” paparnya.

Hal serupa juga sampaikan hakim agung Hamdi ketika dimintai tanggapannya soal keputusan yang dikeluarkannya terkait perkara tersebut. ”Baca di putusan, baca di putusan,” tandas Hamdi. Ketika KORAN SINDO mempertanyakan alasannya mengeluarkan keputusan mengingat proses penyelesaian sengketa tengah ditangani BANI, Hamdi juga enggan menjawab. ”Silakan baca putusan saja,” ujarnya. Hamdi juga menepis anggapan jika dirinya mendapat tekanan saat menangani perkara tersebut. ”Ah gak ada, ngarang itu,” ujarnya.

M Saleh Dilaporkan KY

Wakil Ketua MA M Saleh diduga tidak hanya bermasalah dalam putusan peninjauan kembali (PK) kasus sengketa kepemilikan saham TPI saja. Kemarin, M Saleh dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim oleh Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah.

M Saleh diduga telah mengabaikan prosedur pemeriksaan dalam perkara sengketa kepemilikan tambang batu bara PT Gunung Bayan Pratama Coal antara pengusaha almarhum H Asri dan Datuk Law Tuck Kwong dari Singapura. Rasyid Ridho selaku ahli waris pemegang saham PT Gunung Bayan Pratama Coal telah melayangkan laporan terhadap M Saleh ke Komisi Yudisial (KY).

Haji Asri diketahui merupakan keluarga besar PP Muhammadiyah di Kalimantan Selatan (Kalsel). ”Pak Din (Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin) menugaskan kepada saya untuk mengajukan persoalan ini ke KY,” ungkap Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Syaiful Bakhri di Gedung KY Jakarta kemarin.

Laporan terhadap M Saleh sebenarnya sudah diajukan sejak 9 bulan lalu. Karena itu, kemarin Syaiful hanya menyerahkan dokumen-dokumen tambahan untuk melengkapi laporan sebelumnya. Laporan ini bermula saat upaya hukum kasasi yang diajukan Haji Asri ditolak MA pada 4 Agustus 2011.

Pihak Syaiful dan ahli warisnya, Rasyid, melihat putusan yang diambil hakim agung M Saleh beserta hakim anggota Mahdi Soroinda Nasution dan Habiburrahman janggal. Sebab putusannya tidak mempertimbangkan bukti yang diajukan Haji Asri. Syaiful menduga ada pelanggaran etik yang dilakukan M Saleh.

Hal itu jelas terlihat ketika dalam pengambilan putusannya tidak mempertimbangkan alat bukti yang diajukan kubu Haji Asri. Padahal, dalam keperdataan keberadaan alat bukti itu menjadi sangat penting. Dia berkeyakinan KY akan melakukan investigasi terhadap laporan pelanggaran kode etik hakim sesuai undan-gundang.

KY bisa melakukan tindakan hukum dengan memberhentikan hakim terlapor jika terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Bahkan, kalaupun MA tidak merespons hasil temuan KY, pada akhirnya hakim yang bersangkutan tetap bisa diberhentikan jika terdapat bukti kuat dan keras bahwa tindakannya melanggar kode etik.

Komisioner KY Bidang Pengawasan Hakim Eman Suparman menyatakan, KY memang sering menerima laporan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan hakim agung M Saleh. Untuk laporan PP Muhammadiyah, Eman mengatakan saat ini masih dalam tahap pengecekan berkas laporan.

Sementara itu, KORAN SINDO kemarin mencoba meminta konfirmasi atas hal ini dengan mendatangi kediaman dinas M Saleh di kawasan Jalan Denpasar, Kuningan, Jakarta. Namun, rumah itu sepi dari aktivitas. Rumah dinas MA tersebut hanya dijaga petugas keamanan. Saat mencari tahu keberadaanMSaleh, salahseorangpetugas keamanan rumah langsung menghampiri dan bertanya tujuan.

Seorang petugas keamanan mengatakan, MSalehsudahpergi dari rumah dinas itu sejak pagi hari. ”Sudah dari jam 06.00 WIB kurang berangkatnya,” ungkap petugas yang tidak ingin disebutkan namanya tersebut.

Nurul adriyana/Dian ramdhani/Sucipto/Sindonews/Okezone
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0762 seconds (0.1#10.140)