Usul Penghapusan Hak Menyatakan Pendapat Dinilai Ngawur

Sabtu, 15 November 2014 - 07:25 WIB
Usul Penghapusan Hak...
Usul Penghapusan Hak Menyatakan Pendapat Dinilai Ngawur
A A A
JAKARTA - Keinginan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menghapus pasal yang mengatur hak
menyatakan pendapat dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) dinilai berlebihan.

Keinginan tersebut juga dianggap mencerminkan sikap KIH yang memiliki kekhawatiran Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dimakzulkan.

"Itu ngawur. Penghapusan pasal yang mengatur hak menyatakan pendapat sebagai
sesuatu yang berlebihan," kata pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Idil Akbar kepada Sindonews, Jumat 14 November 2014 malam.

Dia menilai, hak menyatakan pendapat sudah melekat di lembaga DPR. Hak tersebut bagian dari fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah.

"Lalu bagaimana jadinya DPR bila tidak memiliki hak menyatakan pendapat," tutur Idil.

Seperti diketahui, perundingan perdamaian antara elite politik Koalisi Merah Putih
(KMP) dan KIH terus dilakukan. Belakangan, KIH menginginkan adanya kesepakatan untuk mengubah pasal yang berkaitan dengan penggunaan hak menyatakan
pendapat dalam UU MD3.

Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga untuk menyatakan pendapat
berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan tentang kejadian luar biasa di Tanah Air.

Adapun pasal yang berkaitan dengan hak itu, yakni Pasal 74 ayat 3 berbunyi Setiap
pejabat negara atau pejabat pemerintah yang mengabaikan rekomendasi DPR, DPR dapat
menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota
DPR mengajukan pertanyaan.


Ayat 4: Dalam hal pejabat negara atau pejabat pemerintah mengabaikan atau tidak
melaksanakan rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR dapat
menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatak an pendapat atau hak anggota
DPR mengajukan pertanyaan

Ayat 5: DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada
pejabat negara atau pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan atau mengabaikan
rekomendasi DPRPenggunakan hak menyatakan pendapat juga diatur dalam Pasal 98.


Pada ayat 6 dalam pasal itu berbunyi, keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikatantara DPR dan Pemerintah serta wajib
dilaksanakan oleh Pemerintah.


Kemudian ayat 7, Dalam hal pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 6, komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
.

Pada ayat 8 disebutkan DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksiadministratif kepada pejabat negara dan pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud padaayat 6.

Penggunaan hak menyatakan pendapat bisa memungkinkan DPR melakukan upaya pemakzulan atau pemberhentian presiden dan wakil presiden. Namun, pemakzulan hanya bisa dilakukan bila presiden dan wakil presiden melakukan pelanggaran.

Hal itu termaktub dalam Pasal 215 yang berbunyi Dalam hal Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pendapat DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214 ayat 2 terbukti,

DPR menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden
dan/atau wakil presiden kepada MPR. Idil berpendapat KIH tidak perlu khawatir
dengan upaya pemakzulan selama presiden dan wakil presiden menjalankan tugasnya secara baik.

"Kalau bekerja dengan baik dan tidak melanggar aturan, tidak usah takut terhadap pemakzulan," kata Idil.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7419 seconds (0.1#10.140)