Mantan Wakil Rektor UI Dituntut 5 Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjatuhkan tuntutan lima tahun penjara kepada mantan Wakil Rektor II Bidang Sumber Daya Manusia (SDM), Keuangan, dan Administrasi Umum Universitas Indonesia (UI), Tafsir Nurchamid.
Surat tuntutan tersebut dibaca secara bergantian oleh enam anggota JPU Abdul Basir, Kristanti Yuni Purnawanti, Agus Prasetya Raharja, Adi Purnama, Roy Riady, dan Adyantana Meru Herlambang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
JPU menilai, perbuatan pidana Tafsir terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum dilakukan secara bersama-sama dengan sejumlah pihak, melakukan korupsi dalam penganggaran, pengadaan barang dan jasa proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi Gedung Perpustakaan UI tahun 2010-2011.
Dalam tuntutannya, JPU menilai Tafsir sebagai pelaku utama dan pelaku turut serta. Tafsir dianggap terbukti menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan dengan bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
"Memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Tafsir Nurchamid berupa pidana penjara lima tahun dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 5 bulan," kata Abdul Basir di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (12/11/2014).
JPU juga meminta majelis menyatakan, Tafsir telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tipikor secara bersama-sama sebagamana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) k-(1) KUPH.
Seperti yang ada dalam dakwaan kedua. Dalam penyusanan tuntutan JPU mempertimbangkan perihal meringankan dan memberatkan. Yang meringankan ada enam, berlaku sopan selama di persidangan, belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga.
Kemudian menyesali perbuatannya, pernah menerima penghargaan sebagai dosen terbaik di UI, dan telah mengembalikan pemberian Ipad dan dekstop Apple yang diterimanya dari Direktur PT Makara Mas Tjahjanto Budisatrio (Ibus).
Pertimbangan memberatkan ada tiga. Pertama, perbuatan Tafsir tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Kedua, sebagai tenaga pendidik dan pimpinan UI terdakwa tidak memberikan teladan yang baik, khususnya dalam pengelolaan keuangan negara.
"Ketiga, perbuatan terdakwa mencederai citra UI sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi ternama di Indonesia," ucap Basir.
Selama menjalani sidang, Tafsir Nurchamid tampak serius. Majelis hakim kemudian memberikan kesempatan kepada Tafsir dan tim pansehat hukumnya untuk mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pekan depan.
"Sudah kita dengarkan tadi pembacaan tuntutan dari penuntut umum. Terdakwa dan penasihat hukumnya untuk ajukan pembelaan. Diberikan kesempatan hari Rabu depan, tanggal 19 November. Jamnya pagi saja," kata Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan.
Surat tuntutan tersebut dibaca secara bergantian oleh enam anggota JPU Abdul Basir, Kristanti Yuni Purnawanti, Agus Prasetya Raharja, Adi Purnama, Roy Riady, dan Adyantana Meru Herlambang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
JPU menilai, perbuatan pidana Tafsir terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum dilakukan secara bersama-sama dengan sejumlah pihak, melakukan korupsi dalam penganggaran, pengadaan barang dan jasa proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi Gedung Perpustakaan UI tahun 2010-2011.
Dalam tuntutannya, JPU menilai Tafsir sebagai pelaku utama dan pelaku turut serta. Tafsir dianggap terbukti menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan dengan bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
"Memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Tafsir Nurchamid berupa pidana penjara lima tahun dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 5 bulan," kata Abdul Basir di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (12/11/2014).
JPU juga meminta majelis menyatakan, Tafsir telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tipikor secara bersama-sama sebagamana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) k-(1) KUPH.
Seperti yang ada dalam dakwaan kedua. Dalam penyusanan tuntutan JPU mempertimbangkan perihal meringankan dan memberatkan. Yang meringankan ada enam, berlaku sopan selama di persidangan, belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga.
Kemudian menyesali perbuatannya, pernah menerima penghargaan sebagai dosen terbaik di UI, dan telah mengembalikan pemberian Ipad dan dekstop Apple yang diterimanya dari Direktur PT Makara Mas Tjahjanto Budisatrio (Ibus).
Pertimbangan memberatkan ada tiga. Pertama, perbuatan Tafsir tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Kedua, sebagai tenaga pendidik dan pimpinan UI terdakwa tidak memberikan teladan yang baik, khususnya dalam pengelolaan keuangan negara.
"Ketiga, perbuatan terdakwa mencederai citra UI sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi ternama di Indonesia," ucap Basir.
Selama menjalani sidang, Tafsir Nurchamid tampak serius. Majelis hakim kemudian memberikan kesempatan kepada Tafsir dan tim pansehat hukumnya untuk mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pekan depan.
"Sudah kita dengarkan tadi pembacaan tuntutan dari penuntut umum. Terdakwa dan penasihat hukumnya untuk ajukan pembelaan. Diberikan kesempatan hari Rabu depan, tanggal 19 November. Jamnya pagi saja," kata Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan.
(maf)