Korban Lapindo Ancam Blokade Tanggul
A
A
A
SIDOARJO - Anggaran pembayaran sisa ganti rugi korban lumpur sebesar Rp786 miliar tak masuk nomenklatur APBN 2015. Mereka pun mengancam akan memblokade tanggul lagi.
Para korban lumpur sebetulnya sudah memberikan akses untuk menanggulangi tanggul yang jebol, beberapa waktu lalu. Mereka memperbolehkan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) memperkuat tanggul karena dijanjikan sisa ganti ruginya dibayar pemerintah.
Kenyataannya, sampai saat ini pemerintah belum memasukkan anggaran untuk pembayaran korban lumpur di APBN 2015. Karena itu, banyak warga korban lumpur Lapindo yang kecewa dengan kondisi itu. Sebab, mereka sangat berharap pembayaran itu bisa dilakukan dengan segera. Salah satu korban lumpur, Wiwik Wahyutini, misalnya, mengaku sangat kecewa jika anggaran pembayaran ganti rugi tidak dialokasikan dalam APBN 2015.
”Kami dijanjikan akan dibayar pemerintah. Kenapa kok tidak dianggarkan dalam APBN 2015,” ucapnya. Wiwik mengaku, korban lumpur sudah cukup sabar menunggu pelunasan ganti rugi. Bahkan, terakhirdijanjikanakan dibayar oleh pemerintah setelah ada pertemuan dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan pihak berwenang lain. Namun, kini anggaran pelunasan ganti rugi tersebut tidak dimasukkan dalam APBN 2015. Inilah yang membuat korban lumpur marah.
”Kalau tidak ada kejelasan pelunasan ganti rugi, jangan salahkan jika korban lumpur memblokade tanggul lagi,” kata korban lumpur lain. Kuasa hukum Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPKLL) Mursyid Efendi mengatakan, dana APBN untuk ganti rugi korban lumpur peta area terdampak (PAT) itu memang tidak pernah ada. Anggaran Rp786 miliar itu hanya muncul dalam usulan kebijakan, bukan usulan murni.
”Dalam usulan kebijakan, anggaran itu tidak pernah disetujui,” ungkapnya. Kepastian tidak dimasukkan anggaran pembayaran ganti rugi korban lumpur diperoleh setelah Mursyid melakukan kroscek ke Komisi V DPR RI. Yang muncul dalam nomenklatur APBN 2015 itu sebesar Rp200 miliar.
Dana tersebut bukan untuk ganti rugi tanah dan bangunan, melainkan untuk anggaran BPLS selama 2015 dalam menangani lumpur. Tidak masuknya anggaran ganti rugi korban lumpur dalam APBN 2015 dikhawatirkan akan menimbulkan masalah sosial lagi. Apalagi, dana dari pemerintah itu sudah digembar-gemborkan kepada korban lumpur.
Bahkan, beberapa waktu lalu korban lumpur menggelar syukuran karena merasa tuntutannya akan dipenuhi pemerintah. Rinciannya, sisa ganti rugi korban lumpur yang belum dibayar sebesar Rp786 miliar dan GPKLL sekitar Rp426 miliar.
Terpenting, Bupati Sidoarjo Saiful Ilah juga sudah mengutarakan bahwa pelunasan ganti rugi akan dianggarkan dalam APBN2015.Kenyataannya, yang muncul hanya Rp200 miliar. Itu pun, menurut Mursyid, anggaran Rp200 miliar dari APBN 2015 itu tidak ada kaitannya denganpembayarangantirugi.
”Tidak ada dalam pasal nomenklatur untuk ganti rugi,” ujarnya. Meski begitu, Mursyid berharap anggaran ganti rugi itu bisa diusulkan dalam APBN-P (Perubahan) 2015. Untuk itu, dia sudah menemui anggota DPR RI dari Koalisi Merah Putih (KMP) seperti anggota fraksi PAN, Demokrat, dan Gerindra.
Usulan ganti rugi itu akan disampaikan ke DPR RI. Jika memang usulan ini disetujui, nomenklatur ganti ruginya akan muncul pada 2016. Mantan Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo Emir Firdaus juga menyayangkan tidak masuk anggaran ganti rugi korban lumpur. ”Korban lumpur sudah berharap banyak agar ganti ruginya bisa segera dibayar pemerintah. Harusnya sudah dimasukkan dalam APBN 2015 agar pembayaran bisa segera dilakukan,” tegas politikus asal PAN tersebut.
Dalam penyelesaian gantirugi lumpur, warga PAT merupakan kalangan yang paling dirugikan. Selama ini pemerintah lebih mengutamakan ganti rugi untuk korban luar PAT. Justru warga yang berada di PAT adalah korban yang paling menderita, namun pembayaran ganti ruginya tidak kunjung selesai.
Hingga kini perjuangan mendapatkan keadilan tidak kunjung direalisasi. Padahal, lahan yang digunakan untuk kolam lumpur berada di wilayah PAT. Bahkan, warga sebenarnya sudah berkali-kali demo menolak lahannya ditanggul sebelum mendapat ganti rugi.
Abdul rouf
Para korban lumpur sebetulnya sudah memberikan akses untuk menanggulangi tanggul yang jebol, beberapa waktu lalu. Mereka memperbolehkan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) memperkuat tanggul karena dijanjikan sisa ganti ruginya dibayar pemerintah.
Kenyataannya, sampai saat ini pemerintah belum memasukkan anggaran untuk pembayaran korban lumpur di APBN 2015. Karena itu, banyak warga korban lumpur Lapindo yang kecewa dengan kondisi itu. Sebab, mereka sangat berharap pembayaran itu bisa dilakukan dengan segera. Salah satu korban lumpur, Wiwik Wahyutini, misalnya, mengaku sangat kecewa jika anggaran pembayaran ganti rugi tidak dialokasikan dalam APBN 2015.
”Kami dijanjikan akan dibayar pemerintah. Kenapa kok tidak dianggarkan dalam APBN 2015,” ucapnya. Wiwik mengaku, korban lumpur sudah cukup sabar menunggu pelunasan ganti rugi. Bahkan, terakhirdijanjikanakan dibayar oleh pemerintah setelah ada pertemuan dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan pihak berwenang lain. Namun, kini anggaran pelunasan ganti rugi tersebut tidak dimasukkan dalam APBN 2015. Inilah yang membuat korban lumpur marah.
”Kalau tidak ada kejelasan pelunasan ganti rugi, jangan salahkan jika korban lumpur memblokade tanggul lagi,” kata korban lumpur lain. Kuasa hukum Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPKLL) Mursyid Efendi mengatakan, dana APBN untuk ganti rugi korban lumpur peta area terdampak (PAT) itu memang tidak pernah ada. Anggaran Rp786 miliar itu hanya muncul dalam usulan kebijakan, bukan usulan murni.
”Dalam usulan kebijakan, anggaran itu tidak pernah disetujui,” ungkapnya. Kepastian tidak dimasukkan anggaran pembayaran ganti rugi korban lumpur diperoleh setelah Mursyid melakukan kroscek ke Komisi V DPR RI. Yang muncul dalam nomenklatur APBN 2015 itu sebesar Rp200 miliar.
Dana tersebut bukan untuk ganti rugi tanah dan bangunan, melainkan untuk anggaran BPLS selama 2015 dalam menangani lumpur. Tidak masuknya anggaran ganti rugi korban lumpur dalam APBN 2015 dikhawatirkan akan menimbulkan masalah sosial lagi. Apalagi, dana dari pemerintah itu sudah digembar-gemborkan kepada korban lumpur.
Bahkan, beberapa waktu lalu korban lumpur menggelar syukuran karena merasa tuntutannya akan dipenuhi pemerintah. Rinciannya, sisa ganti rugi korban lumpur yang belum dibayar sebesar Rp786 miliar dan GPKLL sekitar Rp426 miliar.
Terpenting, Bupati Sidoarjo Saiful Ilah juga sudah mengutarakan bahwa pelunasan ganti rugi akan dianggarkan dalam APBN2015.Kenyataannya, yang muncul hanya Rp200 miliar. Itu pun, menurut Mursyid, anggaran Rp200 miliar dari APBN 2015 itu tidak ada kaitannya denganpembayarangantirugi.
”Tidak ada dalam pasal nomenklatur untuk ganti rugi,” ujarnya. Meski begitu, Mursyid berharap anggaran ganti rugi itu bisa diusulkan dalam APBN-P (Perubahan) 2015. Untuk itu, dia sudah menemui anggota DPR RI dari Koalisi Merah Putih (KMP) seperti anggota fraksi PAN, Demokrat, dan Gerindra.
Usulan ganti rugi itu akan disampaikan ke DPR RI. Jika memang usulan ini disetujui, nomenklatur ganti ruginya akan muncul pada 2016. Mantan Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo Emir Firdaus juga menyayangkan tidak masuk anggaran ganti rugi korban lumpur. ”Korban lumpur sudah berharap banyak agar ganti ruginya bisa segera dibayar pemerintah. Harusnya sudah dimasukkan dalam APBN 2015 agar pembayaran bisa segera dilakukan,” tegas politikus asal PAN tersebut.
Dalam penyelesaian gantirugi lumpur, warga PAT merupakan kalangan yang paling dirugikan. Selama ini pemerintah lebih mengutamakan ganti rugi untuk korban luar PAT. Justru warga yang berada di PAT adalah korban yang paling menderita, namun pembayaran ganti ruginya tidak kunjung selesai.
Hingga kini perjuangan mendapatkan keadilan tidak kunjung direalisasi. Padahal, lahan yang digunakan untuk kolam lumpur berada di wilayah PAT. Bahkan, warga sebenarnya sudah berkali-kali demo menolak lahannya ditanggul sebelum mendapat ganti rugi.
Abdul rouf
(bbg)