Hambatan Realisasi Program Jokowi

Senin, 10 November 2014 - 08:24 WIB
Hambatan Realisasi Program...
Hambatan Realisasi Program Jokowi
A A A
Zulqifli
Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI, Universitas Hasanuddin Makassar


Hari-hari setelah 20 Oktober 2014 menjadi babak baru bagi Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi- JK).

Setumpuk tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan rakyat telah dinantikan rakyat Indonesia. Rakyat yang mendukung mereka menanti program prorakyat yang dijanjikannya saat kampanye calon presiden dan calon wakil presiden. Meski begitu, hal ini tidak membuatnya mudah dalam memutuskan segala kebijakan strategis prorakyat karena akan terhalang persetujuan parlemen yang saat ini mayoritas anggotanya adalah kubu lawan politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP).

Dengan berlalunya serangkaian prosedur pemilihan umum presiden dan wakil presiden, hingga kini masih tetap tersisa duka politik di pihak kubu lawan politik Jokowi-JK. Hal itu terlihat dari upaya KMP di parlemen untuk melakukan kesetaraan kekuasaan.

Sesuatu yang bisa menjadi sandungan kebijakan yang akan diambil Jokowi. Selain itu, beberapa waktu lalu dalam pemilihan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat (MPR/DPR) melalui proses politik dalam upaya menggalang dukungan, kubu KMP sebagai rival Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang mendukung pemerintahan Jokowi akhirnya berhasil menduduki kursi pimpinan MPR/DPR.

Pun begitu hal yang dilakukan KMP memang sahsah saja dari segi aturan politik, walaupun kalau kita berbicara dari segi etika masih ada perdebatan atasnya. Dalam politik setiap kubu pasti akan mencari cara agar posisi tawarnya tetap kuat, dan hal itulah yang dilakukan oleh KMP belakangan ini. Meskipun demikian KIH yang mendukung Jokowi-JK memiliki pandangan subjektif bahwa itu merupakan sebuah langkah awal KMP untuk menghadang kebijakan Jokowi- JK yang prorakyat.

Hal ini pun direfleksikan kembali melalui sejumlah gagasan. Perubahan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang telah disahkan, UU Pilkada, dan penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2015 merupakan upaya KMP untuk menghalangi realisasi kebijakan politik pasangan Jokowi-JK.

Pendapat ini pun kemudian banyak dikemukakan sejumlah pengamat politik di berbagai media dalam melihat manuver KMP. Pemerintahan baru ini ke depan perlu melakukan upaya lebih untuk menangkal hambatan dalam merealisasi segala programnya. Terlebih secara otomatis dukungan parlemen dikuasai KMP. Namun, apa pun programnya tidak perlu melakukan negosiasi yang berujung pada proses pembagian jatah karena di era keterbukaan informasi seperti saat ini rakyat dapat melihat serta memahami siapa yang berpihak kepada mereka.

Pembagian jatah yang terang-terangan justru akan membuat rakyat menjadi sinis dan kehilangan harapan. KIH juga harus bisa lebih luwes dalam berpolitik karena cara mereka yang sangat keras belakangan ini ternyata tidak begitu menguntungkan posisi Jokowi-JK. Bahkan ada kesan belakangan ini terlihat tandatanda kemandekan dalam kemajuan pemerintahan Jokowi- JK.

Sang Presiden dan Wakil Presiden tentu butuh kekuatan politik yang bisa mendukung pemerintahannya agar berjalan mulus.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0992 seconds (0.1#10.140)