Pembunuh Ade Dituntut Seumur Hidup
A
A
A
JAKARTA - Dua terdakwa pembunuh Ade Sara Angelina Suroto dituntut hukuman seumur hidup. Ahmad Imam Al Hafitd dan Assyifa Ramadhani dianggap terbukti melakukan pembunuhan berencana serta tak ada hal-hal yang meringankan.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Toton Rasyid di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kemarin. Sebelum dijatuhi tuntutan, Assyifa terus menangis sembari berdoa, sedangkan Hafitd hanya terdiam dengan tatapan mata yang kosong. Assyifa didampingi pengacaranya, Syafri Noer, di dalam ruang persidangan. Kekasih Hafitd yang saat itu mengenakan jilbab bermotif hitam-putih terduduk lemas sambil menggenggam sapu tangan birunya. Dia menangis seraya mulutnya komat-kamit dan menadahkan kedua telapak tangannya ke wajah.
“Berdasarkan fakta persidangan, kami berkesimpulan bahwa Ahmad Imam Al Hafitd bin Sulaiman Ownie terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana bersama kekasihnya,” ujar Toton. Dia mengungkapkan alasan dirinya bersama tim menuntut hukuman seumur hidup, karena kedua terdakwa terbukti dalam dakwaan primer melakukan pembunuhan berencana. Saat kejadian, Hafitd memiliki cukup waktu untuk menyadari perbuatannya dan tidak melanjutkan pembunuhan tersebut. Namun, dia malah terus melakukannya.
Hal-hal yang memberatkan bagi Hafitd. Pertama karena telah menyebabkan kematian Ade Sara. Kedua, Hafitd telah memutuskan garis keturunan keluarga Suroto dan Elisabeth karena Ade Sara merupakan anak satu-satunya. Hafitd juga telah membuat penderitaan mendalam terhadap orang tua Ade Sara. Hal memberatkan lainnya yakni perbuatan Hafitd dianggap telah menarik perhatian banyak masyarakat. Kemudian, Hafitd juga dinilai berbelit-belit dalam memberi keterangan saat sidang. “Tidak ada satu pun hal-hal yang meringankan bagi Hafitd,” kata Toton.
Suroto, orang tua Ade Sara, mengaku puas dengan tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut, sebab apa yang sudah dilakukan kedua terdakwa bisa dikatakan sadis. “Membunuh saja sudah salah, apalagi menyiksa sampai berujung kematian,” tuturnya. Dia berharap hakim bisa benar-benar mengambil keputusan tepat. Artinya, apa yang dibacakan oleh JPU dapat dijadikan pertimbangan, yakni mengenai terputusnya satu generasi. “Saya berharap vonis hakim bisa sama dengan tuntutan JPU,” ucapnya. Ade Sara tewas mengenaskan dengan cara disetrum, dicekik, dan disumpal mulutnya memakai kertas dan tisu.
Saat sidang keterangan terdakwa, Assyifa mengaku dialah yang memukul Ade Sara dan menyumpal mulut Ade Sara. Hafitd dan Assyifa didakwa dengan tiga pasal berlapis. Pada dakwaan primer, kedua terdakwa dikenakan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati. Pasal ini dikenakan berdasarkan hasil autopsi yang menunjukkan terdapat gumpalan dalam rongga mulut Ade Sara serta adanya gangguan proses pernapasan. Penyebab kematian akibat sumbatan rongga mulut yang menimbulkan mati lemas.
Pasal-pasal tersebut subsider dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dalam pasal ini, kedua terdakwa terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara. Pasal lebih subsider lagi adalah Pasal 353 ayat 3 KUHP tentang Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Hendrayanto, kuasa hukum terdakwa, melihat tuntutanyang diberikan JPU sudah seperti tuntutan balas dendam, di mana terdakwa dituntut seumur hidup. Menurutnya, dalam persidangan tidak pernah ditemukan bukti konkret kliennya merencanakan pembunuhan terhadap korban.
Kliennya hanya berniat memberi pelajaran, namun kenyataannya mengakibatkan kematian. “Kematian korban bukan karena hantaman benda tumpul ataupun tajam, tapi karena kesulitan bernapas,” ujarnya. Menurut dia, terdakwa juga masih memiliki masa depan jika harus dihukum seumur hidup. Namun, faktanya Ade Sara sudah meninggal, pihaknya tidak melakukan pembelaan di luar batas. “Kita sadar bahwa akibat perbuatan terdakwa ada korban meninggal, tapi tuntutan seharusnya lebih proporsional,” katanya.
Ridwansyah
Tuntutan tersebut dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Toton Rasyid di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kemarin. Sebelum dijatuhi tuntutan, Assyifa terus menangis sembari berdoa, sedangkan Hafitd hanya terdiam dengan tatapan mata yang kosong. Assyifa didampingi pengacaranya, Syafri Noer, di dalam ruang persidangan. Kekasih Hafitd yang saat itu mengenakan jilbab bermotif hitam-putih terduduk lemas sambil menggenggam sapu tangan birunya. Dia menangis seraya mulutnya komat-kamit dan menadahkan kedua telapak tangannya ke wajah.
“Berdasarkan fakta persidangan, kami berkesimpulan bahwa Ahmad Imam Al Hafitd bin Sulaiman Ownie terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana bersama kekasihnya,” ujar Toton. Dia mengungkapkan alasan dirinya bersama tim menuntut hukuman seumur hidup, karena kedua terdakwa terbukti dalam dakwaan primer melakukan pembunuhan berencana. Saat kejadian, Hafitd memiliki cukup waktu untuk menyadari perbuatannya dan tidak melanjutkan pembunuhan tersebut. Namun, dia malah terus melakukannya.
Hal-hal yang memberatkan bagi Hafitd. Pertama karena telah menyebabkan kematian Ade Sara. Kedua, Hafitd telah memutuskan garis keturunan keluarga Suroto dan Elisabeth karena Ade Sara merupakan anak satu-satunya. Hafitd juga telah membuat penderitaan mendalam terhadap orang tua Ade Sara. Hal memberatkan lainnya yakni perbuatan Hafitd dianggap telah menarik perhatian banyak masyarakat. Kemudian, Hafitd juga dinilai berbelit-belit dalam memberi keterangan saat sidang. “Tidak ada satu pun hal-hal yang meringankan bagi Hafitd,” kata Toton.
Suroto, orang tua Ade Sara, mengaku puas dengan tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut, sebab apa yang sudah dilakukan kedua terdakwa bisa dikatakan sadis. “Membunuh saja sudah salah, apalagi menyiksa sampai berujung kematian,” tuturnya. Dia berharap hakim bisa benar-benar mengambil keputusan tepat. Artinya, apa yang dibacakan oleh JPU dapat dijadikan pertimbangan, yakni mengenai terputusnya satu generasi. “Saya berharap vonis hakim bisa sama dengan tuntutan JPU,” ucapnya. Ade Sara tewas mengenaskan dengan cara disetrum, dicekik, dan disumpal mulutnya memakai kertas dan tisu.
Saat sidang keterangan terdakwa, Assyifa mengaku dialah yang memukul Ade Sara dan menyumpal mulut Ade Sara. Hafitd dan Assyifa didakwa dengan tiga pasal berlapis. Pada dakwaan primer, kedua terdakwa dikenakan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati. Pasal ini dikenakan berdasarkan hasil autopsi yang menunjukkan terdapat gumpalan dalam rongga mulut Ade Sara serta adanya gangguan proses pernapasan. Penyebab kematian akibat sumbatan rongga mulut yang menimbulkan mati lemas.
Pasal-pasal tersebut subsider dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dalam pasal ini, kedua terdakwa terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara. Pasal lebih subsider lagi adalah Pasal 353 ayat 3 KUHP tentang Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Hendrayanto, kuasa hukum terdakwa, melihat tuntutanyang diberikan JPU sudah seperti tuntutan balas dendam, di mana terdakwa dituntut seumur hidup. Menurutnya, dalam persidangan tidak pernah ditemukan bukti konkret kliennya merencanakan pembunuhan terhadap korban.
Kliennya hanya berniat memberi pelajaran, namun kenyataannya mengakibatkan kematian. “Kematian korban bukan karena hantaman benda tumpul ataupun tajam, tapi karena kesulitan bernapas,” ujarnya. Menurut dia, terdakwa juga masih memiliki masa depan jika harus dihukum seumur hidup. Namun, faktanya Ade Sara sudah meninggal, pihaknya tidak melakukan pembelaan di luar batas. “Kita sadar bahwa akibat perbuatan terdakwa ada korban meninggal, tapi tuntutan seharusnya lebih proporsional,” katanya.
Ridwansyah
(bbg)